Bab 11:: Namanya Anne

25 6 0
                                    

Setelah berbasa-basi sedikit, Saras langsung meminta ijin untuk mengeksplor seluruh area rumah ini. Memang benar, dari dalam terlihat bukan rumah jadul, meski masih terlihat aksen Belanda yang khas seperti pada jendela dan pintu, semuanya nampak seperti rumah modern. Tidak menyeramkan jika dilihat dari mata telanjang, pun terlihat sangat nyaman.

Di mata Saras tidak demikian. Ada banyak hal yang ingin ia ulik dari rumah ini. Dari sekian banyak kasus yang pernah ia tangani, sepertinya rumah Handojo ini yang paling menarik. Ia pernah bersinggungan dengan Noni Belanda sebelumnya, tapi tidak pernah mengalami cerita semenarik ini.

Dari matanya, rumah ini kembali ke setelan awal. Pada saat awal-awal rumah ini ditempati. Seperti katanya, rumah ini milik salah satu konglomerat Belanda, yang punya suami istri asal sana. Mereka punya anak, satu laki-laki dan satu perempuan. Dua-duanya lahir dan dibesarkan di sini, dengan begitu banyak pribumi sebagai asisten rumah tangga.

Dulu, rumah ini begitu cantik. Dengan penghuni yang juga baik hati. Kalau Saras boleh katakan, pasutri itu bukan seperti orang Belanda lainnya yang haus akan kekuasaan. Mereka hanya numpang berbisnis di sini, bekerja sama dengan pribumi. Mereka juga baik pada pribumi.

Sekilas hanya itu yang bisa Saras lihat. Ia perlu menghemat tenaga untuk tahu lebih lanjut bagaimana keadaan keluarga dan rumah ini ke depannya. Masih menjadi misteri mengapa si Noni yang saat ini keberadaannya tidak jauh dari dirinya, mengganggu dan menunggu kedatangan Handojo dan keluarga. Si Noni tidak begitu ketika rumah ini dipegang oleh sanak saudara Handojo. Bahkan tidak menganggu ketika ada pengunjung yang menginap.

Karena Handojo dan keluarga, seluruh keinginannya seketika membara dan ia ingin itu segera dilaksanakan. Clue pertama adalah hal yang sering si Noni katakan, kuburkan aku. Masalahnya, ia juga tidak tahu harus menguburkan si Noni di mana. Saras masih belum tahu lebih lanjut mengenai latar belakangnya.

"Seperti yang saya bilang, mungkin nanti malem saya bisa lihat lebih jauh, Mas. Semoga ada titik terang," katanya.

Handojo dan Hana mengangguk. Mereka memasrahkan semua ke Saras. Dan berharap banyak semoga setelahnya, gangguan ini selesai.

"Saya boleh masuk ke kamar ini?" Setelah berkeliling, hanya sisa satu kamar yang belum Saras masuki. Dan ia sangat tertarik pada kamar ini. Seperti ada sesuatu yang meminta Saras untuk segera masuk dan membuka mata.

"Boleh, silakan saja. Tapi sebelumnya, ada orang yang pernah bilang kalau tempat si Noni ada di kamar ini. Ini kamar adik saya, kemarin ada gangguan juga di sini. Adik saya lihat dirinya di cermin berbeda dengan gerakannya. Kayak ada dua orang yang berbeda padahal itu adik saya. Sama sering denger hal-hal aneh pokoknya di kamar ini, makanya saya larang dia sementara waktu untuk tidur di sini."

Oke, Saras menemukan satu petunjuk lagi. Cermin.

Bisa jadi ada sesuatu hal yang ada di cermin itu. Saras segera membuka pintunya. Tepat satu detik kemudian, yang ada di depannya bukanlah rumah yang tadi ia lihat. Saras kembali masuk ke dimensi masa lalu rumah ini.

"Saras. Namamu bukan?"

Seseorang memanggilnya, Saras segera menoleh. Seorang gadis cantik berbalut gaun berwarna kuning cerah menunggunya sembari tersenyum lebar. Gadis yang kalau Saras lihat dengan seksama adalah si Noni Belanda yang selalu menghantui keluarga Handojo.

"Ke sini, jangan takut. Saya perlu kamu buat menjelaskan ini semua ke mereka." Si gadis Belanda kembali mengayunkan tangannya, menyuruh Saras untuk mendekat.

Saras mendekat. Gadis ini cantik sekali. Benar-benar terlihat seperti gadis Belanda yang anggun dan cantik. Saras tidak menyangka kalau si Noni dulunya pernah secantik ini. Entah apa yang pernah si Noni alami sampai ia jadi seperti itu sekarang.

Saras duduk di sampingnya.

"Namaku Anne. Seperti yang kamu lihat, aku memang penghuni rumah ini. Kamu lihat saja lebih jauh. Pelan-pelan, semuanya nggak bisa kamu lihat dalam satu waktu."

Benar saja. Di matanya sekarang seperti tergambar sebuah film lawas. Ia melihat bagaimana si gadis yang menyebut namanya sebagai Anne, tumbuh berkembang. Dari kanak-kanak sampai seperti yang duduk di sampingnya. Di matanya, Anne tergambar seperti gadis yang amat ceria, penuh senyum, baik hati, sama seperti keluarganya dan bagaimana cara mereka membesarkannya. Namun seketika, adegan penuh warna itu berubah menjadi merah darah.

Pasukan Jepang datang menggerebek rumah mereka. Orang tua Anne meninggal di tempat, bersamaan dengan beberapa orang yang mencoba melawan. Anne dan beberapa gadis lain dibawa lebih tepatnya digeret dengan badan penuh luka karena ia sempat melawan. Namun, setelahnya semua berubah menjadi hitam.

Gadis di sampingnya menepuk bahu Saras pelan. Meminta membuka mata.

"Sudah cukup sampai di sini, Saras. Butuh energi yang besar untuk sampai akhir. Saya butuh mereka, karena mereka bagian dari saya."

Anne, si Noni Belanda itu tiba-tiba menghilang. Dan Saras kembali melihat ke masa kini. Ia terduduk di ranjang, sembari menatap cermin. Ternyata memang benar, cermin itu yang membawanya kembali ke masa lampau dan bertemu Anne. Ia menoleh ke samping, ada Handojo dan Hana dengan ekspresi harap-harap cemas.

"Saya hanya dapat satu petunjuk, Mas, Mbak. Namanya Anne dan dia bilang, kalian adalah bagian dari dirinya."

Handojo terkejut. Bagian dari dirinya?Maksudnya apa?

Saras juga tidak bisa menjelaskan lebih lanjut. Hanya itu yang Anne bilang. Namun satu hal yang pasti, ia akan memutuskan untuk tidur di tempat ini. Butuh waktu lama untuk tahu sampai di akhir cerita Anne. Dan ia akan lebih leluasa jika tidur di kamar ini, sudah ada perantara yang bisa membuatnya kembali melihat masa lalu.

***

Handojo masih kepikiran apa yang Saras katakan. Katanya, si Noni itu bagian dari dirinya. Apa maksudnya? Handojo hanya paham jika kakek adalah keturunan Belanda, maka dari itu wajahnya terlihat tidak sepenuhnya seperti warga negara Indonesia. Ibunya pun demikian, malah warisan kakeknya yang masih ada dan turun ke ibunya adalah warna rambut. Ibu dan pakdenya memiliki rambut kepirangan bukan hitam.

Apa yang dimaksud si Noni adalah ia merupakan keturunannya? Bagaimana bisa Handojo tidak tahu hal ini dari keluarganya?

Handojo bergegas mencari Saras. Hal ini perlu ia sampaikan pada Saras. Untung saja wanita itu baru saja keluar kamar, jadi Handojo tidak perlu mengetok kamarnya.

"Kenapa, Mas?"

"Kayaknya saya tahu maksud si Noni itu, Saras?"

"Apa?"

"Kayaknya Noni Belanda itu salah satu buyut saya, Saras."

Saras sudah menduga, tapi ia juga terkejut karena Handojo bahkan tidak mengetahui hal itu sama sekali.

"Kakek buyut saya keturunan Belanda, dan rumah ini memang rumah yang Kakek saya beli dulu. Kakek saya bukan orang sini, saya bahkan nggak tahu kalau memang saya bagian dari dia."

Saras mengangguk. Benang merahnya mulai bersambung. "Kalau begitu, mungkin karena itu Anne menunggu kedatangan Mas sekeluarga karena memang kalian adalah bagian dari dirinya."

Ini adalah fakta yang sangat membuat Handojo terkejut.

~To be Continued~

1.065 kata

29 Mei 2024

Abandoned House: Rumah Belanda ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang