08

3.6K 354 16
                                    

Maaf telat update.

.
.
.

Sesuai perkataan yang di ucapkan oleh Jansen di telepon kemarin malam, pria itu menepati janjinya untuk bertemu dengan Marius di ikuti oleh sang asisten pribadiーDafka.

Walau Marius tidak menyukai Jansen tapi ia tetap menaruh rasa hormat dengan menyajikan teh dan camilan di atas meja.

Jansen meletakkan sebuah amplop besar warna coklat berisi dokumen penting ke hadapan Marius.

"Aku akan menceritakan yang sebenarnya kepada mu," Jansen meminum teh yang di sajikan menandakan kalau kisah yang akan pria itu katakan akan panjang.

"Kau ingat bukan saat aku menjemput Snefi secara paksa waktu itu? Lihat berkas itu, kau akan mengetahuinya alasannya."

Marius dengan agak enggan membuka amplop coklat itu. Matanya membelalak, kaget dengan keterangan di sana.

"Aku tidak akan langsung mempercayai ini," ujar Marius skeptis.

Jansen terkekeh kecil. "Aku tau," sahut nya.

"Marius kau tau, Snefi adalah harta berharga peninggalan dari almarhumah istri ku. Kau tau betapa kalutnya aku saat mengetahui ada orang yang mengincar putri ku?"

Marius diam membiarkan Jansen berbicara.

"Saat itu salah satu rekan bisnis ku berkhianat kemudian aku memutuskan kerja sama dan rupanya dia menyimpan dendam yang ingin dia lampiaskan kepada putri ku. Hari itu, saat Snefi berusia 8 tahun. Kau ingat? Andai aku terlambat satu detik pun maka aku serta kau sendiri tidak akan bisa lagi bertemu dengan Snefi."

Mendengar itu mendadak tubuh Marius menjadi dingin. Darah nya berdesir dan jantungnya bertalu-talu.

Jansen menyenderkan punggungnya ke kursi melupakan wibawanya sendiri.

"Snefi tidak menyukai keberadaan keluarga barunya karena dia menganggap kalau Natalie adalah orang yang akan merebut segala nya. Snefi masih anak-anak Marius, dan aku tidak masalah dia menceritakan tentang diriku versi buruk dari mulutnya. Karena aku memang ayah yang buruk, ayah yang menampar pipi putri nya sendiri. Dan akhirnya membuat putri nya pergi dan memilih untuk tinggal dengan orang asing,"

"Tapi aku tidak pernah lepas dalam mengawasi nya. Marius aku tau kau kesusahan selama ini mengurus Snef―"

"Aku tidak mau lepas tangan begitu saja!" potong Marius.

Jansen mengkode Dafka yang sedari tadi diam dengan tangannya, Dafka yang paham langsung menunjukkan sebuah amplop berbeda. Lebih kecil dari yang sebelumnya.

"Aku tau kau akan menolak untuk melepas Snefi. Tapi bagaimanapun dia adalah putri kandung ku dan Snefi sendiri mau tinggal bersama ku."

Marius merasa seperti terhianati mendengar itu. Rasa gelisah menjalar dalam hatinya seketika.

"Marius aku tidak sepenuhnya menyuruh mu untuk menjauh dari Snefi karena aku pribadi masih mengharapkan perlindungan mu terhadap dirinya. Aku memberikan ini khusus untuk mu, itu adalah akses untuk apartemen yang sudah ku beli. Tinggal di sana, apartemen itu dekat dengan kediaman ku."

Jansen berdiri dari duduknya. "Kalau ingin tau lebih banyak tentang putri ku, datang saja ke alamat yang tertulis di sana."

Jansen keluar di iringi Dafka meninggalkan Marius yang bergeming di tempatnya. Hari-hari nya akan sunyi karena tidak ada lagi Snefi di sisinya.

Menatap amplop yang di tinggalkan oleh Jansen, Marius mengepalkan tangannya. Dia bukanlah orang kuat dalam hal kekuasaan. Apa bisa dirinya melindungi Snefi sampai sejauh ini nantinya?

Marius dapat menangkap rasa frustasi dari wajah Jansen yang berusaha di tutupi oleh pria itu. Kalau memang kejadian nya seperti apa yang di katakan oleh Jansen, maka Marius akan meminta penjelasan tentang ini kepada Snefi nanti.

***

Dara yang di bangunkan sekitar jam 10 pagi itu masih setia memasang wajah cemberutnya sambil mengaduk adonan kue, hal itu membuat Natalie tersenyum geli.

"Masih marah?" tanya Lyo yang dari tadi memperhatikan interaksi kedua perempuan berbeda usia itu.

"Aku tidak marah," jawab Dara.

"Ya, memang tidak marah hanya merajuk." sahut Natalie sambil tertawa.

"Mamaa.." rengekan Dara membuat Natalie membeku bahkan Lyo juga.

Air mata wanita itu keluar begitu saja membuat Dara panik.

"Panggil lagi Snefi.. panggil mama.. lagi.." ucap Natalie patah-patah.

Dara ikut menangis. Emosi nya suka tidak terkendali saat jiwanya ini menempati raga Snefi. Dengan cepat Dara memeluk pinggang Natalie dan membenamkan wajahnya ke ceruk leher wanita itu sambil mengucapkan kata 'mama' berkali-kali.

"Sudah acara menangis nya, lihat adonan kue belum jadi sejak tadi." ucap Lyo setelah dirinya mengusap air matanya.

"Dasar perusak suasana!" omel Dara.

Natalie tersenyum bahagia. Keluarga nya kembali utuh, putrinya sudah menerima dirinya. Natalie berjanji walau dengan nyawanya sekalipun dia akan rela berkorban demi Snefiーputri tiri nya yang paling manis ini.

Di dapur di isi dengan celotehan Dara yang kesal di usili oleh Lyo dan tawa Natalie yang hanya menyaksikan. Hari itu, hari di mana Dara dan Snefi merasakan yang namanya kebahagiaan.

***

Antagonis Di Novel BL [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang