BERTENGKAR

258 12 3
                                    

Aku duduk  termenung sambil melihat televisi dan memakan cemilan yang tadi pagi dibelikan Angga padaku. Pangkal pahaku masih terasa sedikit perih disaat aku gunakan untuk buang air kecil. Bahkan kemarin aku sempat menahan untuk tidak pipis karena takut dengan perihnya saat air pipis keluar. Ternyata  begitu rasanya  berhubungan badan, badan rasanya pegel semua, bangun tidur jadi lungkrah, dan tentunya ada rasa sedikit nyeri dari bagian lubang kewanitaan. Sekarang aku mengerti kenapa para perempuan itu menjual keperawanan mereka dengan harga mahal, mungkin biar sebanding dengan kesakitan yang mereka alami, tapi aku ? Kenapa aku justru memberikannya cuma-cuma pada Angga. Aku membuang nafas dengan kasar, sekarang aku menyesali kebodohanku. Bagaimana bisa aku menyerahkannya begitu saja, apalagi setelah tadi pagi aku mendengar dari mulut Maheka kalau dirinya dan Angga ..

"Ahhhhh ....." Aku menarik rambutku sendiri. 

Aku meletakkan kepalaku pada kedua lututku yang sedari tadi kulipat. Entah kenapa aku merasa menjadi wanita paling bodoh sedunia. Hanya karena cinta dan sebuah belaian aku menyerahkan segalannya. Ternyata aku lebih murah dari pada penjaja tubuh di luar sana. Aku pernah membuat novel dulu dengan tema seorang perempuan open booking online, atau biasa disebut OPEN BO. Pekerjaan yang sering dilakukan oleh para mahasiswi bahkan ada juga yang masih sekolah itupun mereka lakukan demi uang. Sedikit sekali yang melakukannya karena memang seorang maniax seksual. 

"Sayang kamu kenapa ?" Tanya  Angga yang tiba-tiba sudah berlutut di depanku. 

Aku melihat wajah tampan Angga yang terlihat sangat  lusuh itu. Setelahnya aku mendorong dia dan meninggalkan dia memasuki kamar dan menguncinya. Entah kenapa melihat Angga aku merasa benci dan marah pada dia. Marah pada masa lalunya dan marah kepada dia yang sudah mengambil kesucianku. 

"Kanaya buka pintunya!" Perintah Angga sambil mengetuk pintu kamarku. 

"Angga lebih baik kamu pulang." Pintaku setenang mungkin.

"Kamu tu kenapa ? Coba kamu bilang dulu sama aku, kita bicarakan dulu baik-baik ada apa ? Kenapa tiba-tiba kamu begini ?" 

"Angga aku mau sendiri. Kamu lebih baik pergi, aku gak mau lagi ketemu  sama kamu. Lebih baik kita ..... " Aku menghentikan ucapanku. Rasanya  berat sekali untuk mengakhiri semua dengan Angga, tapi jika tidak sekarang mungkin aku akan lebih sakit hati lagi jika tau lebih banyak lagi tentang masa lalu Angga. 

"Putus!" Lanjutku. 

"Kanaya ! Berhenti bicara seperti itu ! Aku tidak suka kamu ngomong gak jelas kaya gitu !" Angga  sudah mulai mengeraskan suaranya  tanda dia mulai marah. 

Aku lebih memilih diam di dalam kamarku. 

"Aku bisa dobrak kalau kamu gak keluar !" Angga menggertakku.

"Kamu tau kan bagaimana aku kalau marah ? Buka pintunya  atau aku benar-benar mendobrak pintu den melakukan sesuatu yang bisa menyakitimu ?" 

Aku bisa mendengar kemarahan Angga dari balik pintu. Tapi tak mengurungkan niatku untuk tetap menutup pintu kamarku. Setelah beberapa saat tidak terdengar suara dari Angga, aku ingin mencoba membuka pintu, tapi aku takut jika itu hanyalah tipuan dari Angga untuk mengelabuhiku. 

Bruk ! Pintu kamarku bergetar tanda Angga sedang mendobrak pintuku. Tanganku bergetar hebat mendengar pintu yang terus bergetar karena dobrakan pintu. Aku melangkah kebelakang menjauh dari pintu. Tiga kali tendangan dan akhirnya  pintu berhasil terbuka. Aku membuka mulutku karena takut melihat Angga berjalan ke arahku. Wajahnya memerah menandakan bahwa dia sedang marah. Dia terus  berjalan ke arahku yang terus melangkah kebelakang hingga tanpa kusadari aku tidak bisa bergerak lagi karena sudah ada tembok di belakangku. Angga sudah berdiri di depanku, tangannya mencengkeram lengan tangan kananku, giginya  gemeretak menahan emosi. 

"Sakit Angga .... " Aku meringis kesakitan saat cengkeraman tangannya itu semakin kuat dan terasa sampai ketulangku. 

"Aku bahkan bisa membuatmu lebih sakit lagi jika kamu bertingkah bodoh dan mengucap kata putus seperti tadi !" Ucap Angga sambil menambah tenaga cengkeramannya padaku. 

Air mataku menetes begitu saja membasahi pipiku. Jika karena takut kupikir bukan, jika karena sakit pada lengan tanganku mungkin, tapi kupikir rasanya tidak sesakit itu, jika karena terluka juga bukan karean tidak ada luka sedikitpun di tubuhku, mata kami bertemu. Angga masih tidak berkedip melihatku dengan emosi yang meluap di wajahnya. 

"Bahkan baru pagi tadi kita kembali dari malam-malam hangat kita, sudah lupakah kamu dengan kejadian malam itu hingga kamu dengan entengnya mengucap kata putus ?" Tanya Angga  lagi. 

"Justru itu yang membuatku memutuskanmu !" Entah dapat kekuatan dari mana aku bisa sekuat itu mendorong tubuh Angga menjauh dari hadapanku. 

"Aku memberikan kehormatanku padamu, tapi ternyata kamu bahkan sudah pernah melakukannya dengan orang lain. Aku kecewa Angga, aku kecewa padamu. Aku bahkan benci jika mengingat pernah tidur denganmu ! Aku menyesal !" Kataku dengan tegas.

Angga melihat ke arahku. Dia memilih diam sambil terus melihatku yang masih terengah-engah karena berteriak penuh dengan emosi. Dia menundukkan kepalanya sebentar lalu berjalan ke arahku. 

"Jika itu yang menjadi permasalahanmu, aku bisa menjelaskan semuanya Kanaya." Kata Angga dengan tenang. 

"Tenangkan dirimu dulu. Setelah itu temui aku di ruang lukis, aku mau kita bicara baik-baik." Kata Angga  sambil meninggalkanku sendirian dikamar. 

Aku menjatuhkan tubuhku di pinggir ranjang.  Aku menangis sejadinya-jadinya entah karena sakit hati, kecewa marah apa aku tidak mengerti. Aku berusaha menenangkan diriku sendiri, Kuambil nafas panjang dan kubuang begitu terus sampai aku merasa tenang. Kubuka laptopku yang sudah lama tidak tersentuh. Aku mencari salah satu novelku yang bercerita tentang arti kehormatan dan kesucian seorang perempuan. Aku berusaha membaca kisahnya  satu persatu mengingat apa saja yang sudah kutulis dahulu. Aku ingat saat menulis ini aku dulu sempat bertanya  pada salah satu temanku yang telah memberikan kesuciannya pada kekasihnya  saat dia masih SMA. Aku ingat  betul saat itu dia dengan bangganya  bercerita padaku bahwa dia sudah melakukan hubungann terlarang itu dengan pacarnya, dia  bahkan menceritakan dengan gamblang apa saja yang mereka lakukan kala itu, tidak ada penyesalan sedikitpun muncul dari raut wajahnya. 

"Jaman berhubungan badan itu bukanlah hal yang tabu. Justru kalau kita belum pernah making love kita akan ketinggalan jaman." Begitu katanya saat dia menceritakan itu pada kami. 

Setelah lulus sekolah dan aku mulai menulis novel aku kembali menemuinya untuk sedikit konsultasi masalah ini agar novelku tidak terlihat aneh dan tidak logis, kupikir dia masih sama kekasih yang telah mengambil kesuciannya,nyatanya saat kutemui dia malah sudah berganti pacar, saat kutanya dimana kekasihnya dulu dia bilang sudah putus. 

"Apa kamu tidak merasa kehilangan  dia ?" Tanyaku.

"Yo ngapain ? Orang udah gak cocok kok." 

"Tapi kalian pernah kan ? Trus .... " 

"Yasudah to, udah jadi masalalu juga . Ayolah Nay, usia kamu sudah delapan belas tahun, jangan kuno. Cobain deh sekali aja, dan kamu akan merasakan enaknya bercinta." 


MISTER POSSESIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang