POSSESIVE

267 13 2
                                    

Kami berempat pergi ke warung soto yang tak jauh dari studio fotoku. Semua ini berkat Kayla yang meminta untuk sarapan bersama. Kayla berbisik padaku jika dia ingin lebih lama dengan Angga, dia meminta bantuanku untuk menerima tawaran makan darinya. 

Sepanjang kami makan Kayla terus mencari perhatian pada Angga, dia terus mengajak berbicara Angga bahkan melayani makan Angga yang justru menurutku sama sekali bukan lauk kesukaannya. Angga tetap dingin menanggapi sikap bakti yang diberikan Kayla untuknya, matanya terus melihat kearahku yang duduk di sebelah Sabrang. Sabrang juga selalu berada di dekatku, bahkan dia melayani makanku seolah aku betul kekasihnya. 

"Aku akan berakting di depan kakakmu ya??" Bisik Sabrang padaku. 

Aku sempat menolak karena justru ini akan menjadi lebih panjang urusannya, tapi aku juga tidak bisa melarang keinginan Sabrang untuk membantuku mengambilkan makan.

"Nay makan yang banyak, biar kamu cepet sembuh." Kata Sabrang sambil mengambilkan babat untukku. 

Aku melihat ke arah Angga yang memandang tajam pada Sabrang. Tangannya mengepal hingga otot diujung jarinya terlihat, matanya merah menyala seolah tak sabar untuk menerkam diriku, atau mungkin Sabrang. 

"Duh kalian ini bikin iri deh ya .... " Kata Kayla saat melihat perlakuan Sabrang padaku. 

"Namanya juga pasangan baru kak." Sabrang menimpali. 

"Nay, gimana cerita sih bibir bisa kepentok pintu ? Kalau capek itu istirahat. Jangan di forsir Nay." Kata Kayla menasihati. 

Aku tidak mungkin berkata jujur pada Kayla kalau bibirku bengkak karena tamparan Angga, akhirnya aku bohong pada Kayla kalau aku kebentur pintu saat bangun tidur. 

"Angga kamu gak suka sama sotonya ? Atau mau aku pesenin kare aja ?" Tanya Kayla yang melihat soto di mangkok Angga masih penuh.

Angga tidak langsung menjawabnya. Dia melihat lagi Sabrang yang sedang mengambilkan minumku. 

"Aku bisa sendiri Sabrang." Kataku. 

"Aku cuma mau membantu kamu Nay." Kata Sabrang. 

Angga berdiri dari tempat duduknya dan meninggalkan meja kami begitu saja. Kayla langsung mengejar Angga yang tiba-tiba pergi dan aku masih duduk di meja makan sementara Sabrang bingung dengan kepergian Angga yang secara tiba-tiba. 

"Dia kenapa Nay ?" Tanya Sabrang. 

"Mungkin sedang buru-buru." Jawabku ngasal. 

***** 

Kami pulang jalan kaki karena tadi kami berangkat ke warung soto memakai mobil Angga. Jangan tanya bagaimana pandangan Angga padaku yang duduk bersebelahan dengan Sabrang di belakang. Aku sudah berusaha untuk tidak duduk berdekatan dengan Sabrang, aku menjaga jarak dengannya meskipun Sabrang sengaja menggunakan momen ini untuk berdekatan denganku. Sementara Kayla lebih dulu karena dia sudah terlambat masuk kerja. 

"Nay ... aku disini ya nemenin kamu ?" Tanya Sabrang padaku. 

"Ummm kayaknya gak usah aja deh Sab, aku bisa sendiri kok." 

"Kamu kan lagi sakit, kamu bisa istirahat aja, nanti biar aku yang nunggu studio kalau ada yang mampir." 

"Makasih Sabrang buat tawarannya, tapi gapapa kok, aku bisa sendiri. Kamu pulang aja, atau ke kampus mungkin ?" 

"Lagi males ke kampus Nay, cuma satu mapel aja sih. Di markas juga lagi kosong, jadi daripada gak ngapa-ngapain di kampus mending disini sama kamu." 

Aku bingung bagaimana caranya meminta Sabrang untuk keluar dari studioku, aku yakin jika Angga tau dia pasti akan marah dan bisa saja berbuat kasar lagi padaku. Angga tidak akan mau mendengar penjelasan apapun dariku jika dia sudah cemburu. 

Tuk ..... Tuk .....Tuk ..... 

Bunyi langkah sepatu pantofel yang pelan tapi penuh dengan ketegasan memasuki studio, aku dan Sabrang yang sedang duduk di sofa langsung melihat ke arah sumber suara. Angga kembali ! Benar  saja dia kembali ke studio. Wajahnya sudah merah menyala, kedua tangannya mengepal, nafasnya berat terengah menahan emosi yang memuncak. 

"Sabrang sebaiknya kamu pulang saja ya ?" Pintaku pada Sabrang. 

Aku sengaja berdiri tepat di depan Angga dan Sabrang. Aku tau Angga mengarah emosi ke Sabrang. Aku tidak ingin Sabrang menerima hal buruk dari Angga  karena kecemburuannya. 

"Kenapa Nay ?" Tanya Sabrang bingung. 

"Aku ada urusan sama Angga." Jawabku. 

"Dia pacar kakakmu kan ?" Tanya Sabrang lagi. 

"Iya dan kami juga ada urusan bisnis, kamu bisa pulang dulu ? Nanti jika ada apa-apa aku hubungi kamu." 

"Oh gitu, yaudah kalau gitu aku pulang ya. Mas permisi pamit dulu." Kata Sabrang mengajak Angga bersalaman. 

Senyum ramah Sabrang menghilang begitu saja ketika ajakan lembutnya untuk beramah tamah dengan Angga ditolak mentah-mentah oleh Angga. 

"Aku pamit dulu Nay." Kata Sabrang sambil pergi. 

Angga berbalik badan, menutup pintu dengan kerasnya dan menguncinya rapat-rapat. Setelah itu dia kembali melangkah ke arahku dengan tatapan setajam harimau. Aku melangkah kebelakang menjauh dari Angga.

"Angga dengarkan aku, aku tidak macam-macam dengan Sabrang." Kataku dengan nada suara bergetar. 

"Angga aku bisa jelasin semua ke kamu, tolong kamu jangan salah sangka Angga." Kataku lagi sambil terus melangkah kebelakang. 

Jujur aku sangat takut melihat Angga seperti ini kepadaku. Mata yang dulu teduh itu sangat kurindukan kini berubah menjadi sangat mengerikan. Angga menarik tanganku begitu saja hingga tubuh kami saling menyatu. Tidak ada jarak diantara kami berdua. Angga mengunciku dengan pelukannya. 

"Bukankah sudah ku katakan padamu Kanaya tidak ada seorangpun yang boleh berdekatan denganmu, apalagi sampai menyentuhmu!" Bisik Angga di telingaku. 

"Aku tidak meminta Sabrang untuk mendekatiku. Aku juga tidak menyangka dia akan memegang pipiku Angga." 

"Katakan padaku bagian mana saja dari tubuhmu yang sudah laki-laki itu sentuh ?" Tanya Angga. 

"Pi ... pi ..." Jawabku terbata-bata. 

Angga mencium pipi tepat dimana aku menunjukkan padanya dimana Sabrang menyentuhku. 

"Dimana lagi ?" Tanyanya lagi. 

Aku menunjuk tangan kananku yang tadi sempat di pegang oleh Sabrang, Angga meraihnya dan menciumnya lagi. Lembut memang, tapi entah kenapa aku masih takut padanya, takut dia akan menamparku lagi seperti kemarin. 

"Ada lagi ?" 

Aku menggelengkan kepalaku menjawab pertanyaan Angga. Selanjutnya mata kami bertemu, saling menatap satu sama lain, lalu Angga menggendongku masuk kedalam kamar menutup pintu dengan kerasnya dan membantingku di ranjang. Angga masih melihatku dengan tatapan mengerikan saat tiba-tiba melucuti pakaian yang dia pakai dan dia buang sembarangan. 

"Angga kamu mau apa ?" Tanyaku takut. 

Angga menarik kedua kakiku hingga terjatuh dilantai lalu dia mencium bibirku dengan kasar, meremas kedua payudaraku dengan kasar dan merobek bajuku begitu saja. Dia mencium tengkukku menggigit puting payudaraku dan memasukkan kejantanannya pada kewanitaanku yang belum basah dengan kasarnya. 

"Angga sakit ..... " Rintihku saat dia terus memompa kejantanannya dengan kasar hingga membuat lubang kewanitaanku terasa perih. 

Angga tidak memperdulikan rintihanku, dia terus melakukannya dengan kasar sesekali menciumku sambil menggigir bibirku hingga terasa kebas dan mati rasa. Dia masih terus memompa hingga dia mencapai puncaknya lalu melepaskan kejantanannya dari kewanitaanku begitu saja. 

"Itu hukuman buatmu yang sudah mau disentuh oleh sembarang pria ! Aku bisa melakukan hal yang lebih menyakitimu jika kamu masih mau disentuh oleh pria lain selain aku !" Kata Angga sambil menyelimuti tubuhku dengan selimut. 

MISTER POSSESIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang