1. Letter

25 7 0
                                    

Kota bandung adalah kota yang romantis. Banyak hal menarik yang terjadi di sana, tapi tak berlaku untuk ku. Aku hanya menjalani hidup ku yang penuh dengan bosan itu, tak ada yang spesial.

Aku lebih sering menghabiskan waktu ku dengan bermain basket, lapangan di dekat rumah ku, gak dekat banget dan gak jauh banget juga. Di sana aku hanya sendirian sambil melatih kemampuan ku. Selain menghabiskan waktu untuk bermain basket, aku juga belajar di kamar.

Orang-orang mengenalku sebagai laki-laki pendiam, cuek dan juga dingin. Yang tak perduli pada keadaan sekitar. Tapi itulah sikap ku, yang terkadang bisa saja jahat kepada siapapun tanpa perduli apapun.

Tapi sifat ku bisa kian berubah ketika aku bertemu dengan gadis itu. Yang awalnya cuek, pendiam dan juga dingin... Kini berubah menjadi lelaki hangat dan yang paling lucu di matanya.

Sebelumnya aku juga bersikap kasar kepada nya, yang akhirnya berhasil buat dia kecewa dan marah terhadap perlakuan ku. Tapi itu emang tujuan awal ku, karena aku tidak menyukai gadis itu terus-menerus mengganggu di dekat ku. Namun anehnya aku malah merasa kesepian tiap kali dia tidak mengganggu ku lagi.

Dan dari situ perasaan bingung mulai mengisi jiwa ku, sampai akhirnya tumbuh lah rasa aku menyukai dan mencintai nya.

~ • ~


Bandung, 12 April 1989.
Reina meletakkan kembali buku paket itu di atas rak buku. Setelah selesai dia keluar dari dalam perpustakaan bersama dengan Erika. Di tengah sedang berjalan, satu bola basket berguling tepat di depan mereka. Hal itu membuat mereka berdua langsung menoleh ke arah bola tersebut yang kemudian menoleh ke arah lapangan. Di sana terlihat seorang siswa, dan ternyata itu adalah Reihan.

"Bisa tolong lemparkan bola itu kemari?"

Reina dengan cepat mengambil bola tersebut dan berlari kecil ke arah Reihan. Dengan tatapan datar Reihan hanya melihat kearah Reina.

"Ini bola nya." Memberikan bola tersebut kepada Reihan.

Reihan mengambil bola tersebut, yang kemudian membuka suara. "Kenapa gak di lempar aja?"

"Biar pas aku lempar bolanya gak kena kamu." Senyum Reina.

"Aku punya tangan, bisa buat nangkap bolanya." Saut Reihan datar, membalikkan badannya untuk kembali bermain bola basket bersama teman-temannya yang lain.

Reina tak mempermasalahkan Reihan bersikap cuek dan dingin padanya. Yang dia pikirkan saat ini... Dia hanya perlu menghancurkan gunung es itu saja. Jika dia berhasil melakukannya Reina yakin Reihan tidak akan pernah bersikap cuek dan dingin kepadanya lagi.

Kini Reina kembali ketempat Erika berada. Mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju kedalam kelas.

Jam pelajaran pun berganti, semua murid kelas 11 IPA 1 saat ini tengah berada di dalam ruang seni. Di sana mereka tidak belajar, hanya saja di suruh gotong royong untuk membersihkan ruang seni, karena sudah beberapa mingguan ruangan itu tidak di bersihkan, jadi sudah banyak debu dimana-mana.

Selama membersihkan ruang seni itu, pandangan Reina terus berada di luar jendela sambil mengelap kaca jendela. Dia pikir Reihan gak bakal ada di lapangan lagi karena jam pelajaran olahraga nya pasti udah bergantian sejak tadi. Tapi nyatanya Reihan masih berada di lapangan, yang tengah bermain bola basket bersama dua temannya.

Reihan yang sudah kelewahan bermain basket pun akhirnya pergi meninggalkan lapangan bersama teman-temannya. Menyadari hal itu membuat Reina langsung dengan cepat berlari menuju kearah pintu ruang seni, ternyata Reihan menuju kearah kantin.

Riska yang sedari tadi memerhatikan gerak-gerik Reina langsung mendekat sambil menepuk pundak Reina. Hal itu membuat Reina terkejut.

"Intip apa sih?" Tanya Riska penasaran.

"Reihan." Jawab Reina secara terang-terangan.

"Apa? Kamu beneran suka sama dia nih?" Ujar Riska ya g terkejut.

"Baru juga seminggu dia masuk sekolah, kok bisa kamu suka sama dia?"

"Suka itu gak harus ada alasan kan?"

"Iya sih, tapi kok bisa??"

"Udah, mending kamu bantuin aku gimana?"

"Bantuin apa?"

Seketika tatapan Reina menjadi aneh yang membuat Riska merasa agak gimana-gimana. Riska merasa Reina akan melakukan semacam hal gila, tapi entahlah, semoga bukan.

~ • ~

Di kantin sekolah, Reihan bersama kedua temannya itu saat ini tengah menyantap makanan dan minuman mereka karena lapar habis berolahraga. Pasti energi mereka terkuras banyak dan harus di isi kembali sampai penuh. Di tengah mereka sedang makan, tiba-tiba seorang siswa datang ke arah mereka.

"Kamu yang namanya Reihan ya?" Tunjuk siswa itu pada Reihan.

"Iya " jawabannya dengan singkat.

"Ini ada titipan surat." Menyodorkan sebuah surat kepada Reihan.

Reihan mengambil surat tersebut dengan tatapan heran. "Dari siapa?" Tanyanya penasaran.

"Katanya rahasia." Setelah ujaran terakhirnya itu, siswa tersebut pergi meninggalkan tiga orang di kantin itu.

Kedua teman Reihan yang menyaksikan hal itu hanya bisa merayu Reihan.

"Ciee yang dapat surat."

"Kiw kiw."

"Apaan dah." Tatapan Reihan datar, tak menyukai ketika teman-temannya bersikap seperti itu.

"Buka coba, penasaran kita nih."

"Gak usah, gak penting." Ujar Reihan sambil bangun dari tempatnya.

Dia berjalan kearah tong sampah sambil melipat kertas yang dia terima tadi, lalu kertas tersebut dia buang kedalam tong sampah sebelum dia membacanya. Kemudian Reihan kembali ketempat duduknya tanpa perasaan apapun setelah membuat surat itu. Kedua temannya hanya saling menatap dan ujung-ujungnya mereka juga tak ingin peduli lagi.

Hal itu bukan pertama kali juga, jadi mereka berdua udah terbiasa melihat kelakuan Reihan seperti itu.

~ • ~

Rabu, 29 Mei 2024

⟨04⟩ Bandung 1989 [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang