Sepulang dari sekolah Reihan langsung mengganti seragam sekolah nya, kemudian turun kebawah untuk menyantap makan siang nya bersama keluarga. Di meja makan sudah ada anggota keluarganya yang berkumpul.
Sang ibu mengambil piring yang ada di depan Reihan untuk mengisi nasi di atas piring, lalu memberikannya kembali kepada Reihan. Setelah nasi itu terisi di atas piring, Reihan mengambil lauk pauk secukupnya. Satu demi satu suapan masuk kedalam mulutnya.
"Gimana sekolah nya, Rei?" Tanya sang ayah, melirik kearah sang anak.
"Baik." Jawab Reihan seadanya saja.
"Gak ada masalah kan?" Yang ayahnya lagi untuk memastikan.
Sejenak Reihan menggeleng, kemudian menjawabnya lagi. "Enggak ada."
"Baguslah."
Setelah percakapan singkat itu, suasana di sana kembali hening. Namun suasana hening itu tak berlangsung lama karena sang kakak membuka suara.
"Kamu lagi ngedeketin cewek ya?" Tanya sang kakak kepada Reihan. Sebut saja namanya Rihana.
"Enggak."
"Terus? Tadi kakak dapat telfon dari cewek katanya kamu udah bikin dia tertarik."
Mendengar ucapan sang kakak, membuat seluruh anggota keluarga melirik ke arah Reihan. Dengan ekspresi wajah yang biasa Reihan terdiam.
"Mana aku tau, di sekolah aja gak perduli sama keadaan sekitar." Jawab Reihan, kemudian melanjutkan aktivitas makannya.
"Tapi bagus ada cewek yang tertarik sama kamu, siapa tau nanti dia bakal jadi pacar kamu." Ujar sang ibu sambil tersenyum senang ketika memikirkan anaknya akan mendapatkan pacar nantinya.
"Gak, Reihan gak mau." Tolak nya secara terang-terangan.
"Kenapa? Pasti cewek yang suka sama kamu itu cantik banget, bunda yakin."
Reihan hanya melirik kearah sang ibu tanpa menjawab perkataannya. Lagian jika pun Reihan menjawabnya sang ibu tetep bakal jadi pemenang dalam debatan itu.
"Bunda, gimana kalo kita taruhan aja?"
"Boleh tuh, bunda bakal bertaruh 100 ribu kalo Reihan bakal pacaran nantinya." Ujar sang ibu dengan penuh keyakinan dan juga percaya diri.
"Kakak juga, tambah deh jadi 200 ribu."
"Kalo aku sih yakin banget Bang Reihan gak bakal pacaran, soalnya dia cuek, dingin, pendiam, ngomong aja suka irit, kasar lagi. Pasti dah gak bakal punya pacar." Jawab adiknya dengan yakin.
Ada bener juga omongan adiknya. Cewek mana yang bakal suka dengan cowok seperti itu, tidak ada lembut lembutnya sama sekali.
"Yodah, mau taruhan berapa kamu?"
"50 ribu deh, ehehe." Ujar adiknya sambil nyengir.
"Eyy udah penuh keyakinan bilang gitu malah taruhan 50 ribu, takut kalah ya?" Ujar Rihana sambil menunjukkan ekspresi julid.
"Biarin, yang penting ikut taruhan."
"Kamu, Sa?" Tanya Rihana pada saudara perempuannya yang lain.
"Gak ah, aku bagian nonton aja." Jawab Sasa.
"Kalo ayah gimana?"
"Ikut lah, ayah taruhan 500 ribu kalo Reihan bakal punya pacar juga." Ujar ayahnya sambil tertawa kecil.
"Kok ayah malah ikut-ikutan?" Sahut Reihan, tak percaya dengan apa yang dilakukan ayahnya. Bisa-bisanya si ayah juga ikut taruhan dalam soal seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
⟨04⟩ Bandung 1989 [END]✓
JugendliteraturHai Reina, bagaimana kabar mu? Kau rindu dengan ku atau tidak? Di sini aku masih menunggumu, karena aku sendiri sangat merindukanmu. Aku payah dalam menulis sesuatu seperti ini, tapi aku harap kau bisa memahami perasaan ku melalui tulisan ku ini. ...