Pagi pun tiba, semua orang sudah berada di depan meja makan. Reihan dengan tas yang di gendong di atas punggung baru saja tiba di ruang makan bersama keluarga nya. Hari ini dia kelihatan lebih dari sebelumnya, bahkan keluarga nya itu bisa menyadari hal itu.
Reihan duduk di sebelah adik perempuannya dengan porsi makanan yang sudah ada di depannya, kemudian Reihan memakan makanannya itu. Orang-orang di sana hanya memerhatikan, sebelum akhirnya sang ibu berbicara padanya.
"Aan." Panggil ibunya.
Sambil mengunyah makanannya Reihan menoleh tanpa suara.
"Lagi ada masalah?" Tanya ibunya ingin tau.
Reihan menggeleng, lalu tersenyum ke arah sang ibu. "Kenapa? Apa aku terlihat seperti sedang ada masalah?" Tanya Reihan balik pada ibunya.
Sejenak sang ibu terdiam. "Kalo ada apa-apa cerita sama ibu, ayah, atau sama kakak dan adik kamu. Jangan simpan sesuatu yang bikin kamu bakal ke siksa sendirian." Ucap sang ibu, mengelus pundak anaknya dengan lembut.
"Cuma masalah sama temen aja, gak parah juga, Aan bisa nyelesain nya sendiri." Senyum Reihan.
"Ini bukan soal anak geng yang ngeroyokin kamu hari itu kan?" Tanya ayahnya khawatir jika anaknya akan melakukan sesuatu yang buruk.
"Enggak lah, ngapain Aan berurusan sama hal itu lagi." Jawab Reihan dengan cepat.
"Siapa tau aja, kamu kan suka dendam dendaman sama orang." Jawab Sasa (kakaknya Reihan) dengan ketus.
"Enggak ya." Jawab Reihan yang kembali melanjutkan makannya.
Tidak berlangsung lama, acara makan itupun selesai. Semua orang di sana bangkit dari tempatnya untuk berangkat ke tempat tujuan masing-masing. Ayah dan adiknya berangkat lebih dulu, kedua kakaknya berangkat menggunakan angkot yang ada di jalanan bersama, sedangkan Reihan berangkat sendiri dengan motor nya.
"Kerah baju nya berantakan ini." Ujar sang ibu, memperbaiki kerah baju Reihan yang berantakan.
Reihan tersenyum ke arah sang ibu. "Makasih Bu." Ujar Reihan yang kemudian pergi dari sana, dan sang ibu hanya tersenyum melihat kepergian anaknya itu.
Di perjalanan Reihan tak sengaja melihat Reina berdiri di pinggir jalan karena menunggu angkot. Dia tidak ingin perduli ataupun berhenti di sana, akhirnya Reihan memutuskan untuk melajukan motornya lebih dulu.
Tiba di sekolah Reihan langsung memarkirkan motornya. Kemudian Reihan berjalan menuju kedalam kelasnya untuk menyimpan tasnya. Bentar lagi upacara bendera bakal segera di mulai, banyak siswa ataupun siswi yang datang awal saat hari Senin, seperti yang kalian tau, supaya tidak mendapat hukuman.
20 menit sebelum upacara di mulai, semua murid sudah berada di dalam lapangan. Mereka mulai berbaris rapi satu persatu. Ada beberapa murid yang ingin bolos juga, awalnya Reihan ingin membolos upacara hari ini, tapi karena ketahuan dengan gurunya dia harus berdiri di dalam lapangan untuk mengikuti upacara bendera.
Para guru juga mengadakan razia, seperti topi, dasi, sepatu, rambut siswa, dan lainnya. Upacara bendera pun di mulai setelah semuanya selesai di atur, semua murid patuh untuk mengikuti upacara tersebut, tak ada yang berbicara ataupun bermain-main. Walaupun ada itu hanya beberapa orang saja, jika ketahuan bakal di marahin.
Reihan yang sedari tadi fokus ke depan tanpa sadar dari kejauhan ada seorang siswi yang melirik kearahnya. Ya, itu adalah Reina. Siapa lagi orang yang berani menatap Reihan secara terang-terangan begitu? Walaupun gitu Reina masih kepikiran soal semalam, dia tidak tau bagaimana Reihan akan memikirkan hal itu.
Dan saat itu juga Reihan menoleh ke samping yang membuat Reihan melihat ke arah Reina, tapi Reina langsung cepat-cepat mengalihkan pandanganya agar tidak ketahuan kalau dia sedang memperhatikan Reihan sedari tadi. Namun Reihan juga kembali mengalihkan pandanganya ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
⟨04⟩ Bandung 1989 [END]✓
Ficção AdolescenteHai Reina, bagaimana kabar mu? Kau rindu dengan ku atau tidak? Di sini aku masih menunggumu, karena aku sendiri sangat merindukanmu. Aku payah dalam menulis sesuatu seperti ini, tapi aku harap kau bisa memahami perasaan ku melalui tulisan ku ini. ...