8 - Akhir

5 4 0
                                    

Vicky mengajak Lena masuk ke dalam Cafe lagi, tidak enak rasanya membiarkan Lena berdiri panas-panasan di luar. Sebelum mempersilahkan duduk, Vicky menjulurkan tangannya.

"Oke, jadi gue akan perkenalin diri gue lagi." Vicky merapihkan baju dan mengelap tangannya yang tidak basah ke saku celananya.

"Halo, penulis Hexagon. Kenalin nama gue Vicky Lionel, DJ Radio Love FM." Vicky tersenyum berharap usahanya kali ini dapat membuka awal yang baru dengan cewek itu.

Lena menatap lama uluran tangan Vicky, mengingatkannya akan kali pertama mereka bertemu. 7 tahun yang lalu, di ruang UKS yang sepi hanya ada mereka berdua.

Hal pertama yang Lena lihat saat bangun adalah pemandangan cowok tidak dikenal sedang menatapnya antusias serta takjub. Cowok itu terlihat familiar, dimana ia pernah melihatnya? Kepalanya masih pusing. Ia berusaha mendudukkan badannya yang dibantu perlahan oleh cowok itu.

Setelah beberapa menit akhirnya ia ingat dimana ia melihat cowok itu. Ia adalah anak basket yang latihan tadi, lebih tepatnya yang melempar bola mengenai dirinya.

"Halo, anak baru. Kenalin nama gue Vicky Lionel, anak basket 10-3." Cowok dihadapannya itu memberikan cengiran sambil menjulurkan tangannya.

Lena tersenyum tipis sambil menjabat uluran tangan tersebut, "Allena Natasya, biasa dipanggil Lena." 

Ingatan 7 tahun lalu itu samar-samar terputar dalam benak Lena. Lena tersenyum tipis serasa menghadapi deja vu. Ia menerima uluran tangan Vicky, "Allena Natasya, biasa dipanggil Lena."

Vicky membalas senyum Lena saat mendengar jawabannya. Bagaimana bisa jawabannya sama persis dengan 7 tahun yang lalu? 

Mereka akhirnya duduk dan memesan minuman sebagai peneman ngobrol. "Lo setiap hari dateng ke sini ya?" Vicky membuka topik sambil menyeruput es tehnya.

Lena menatap Vicky datar, "bukannya lo udah tau jawabannya ya? Lo kan stalker gue." Lena menjawab blak-blakan sambil tersenyum sarkas.

"Ehh ngga ya! Enak aja!" Elak Vicky.

"Masaa?" Goda Lena memicingkan mata.

"Iya benerannn!" Vicky menghela napas kesal.

"Yaudah iya." Lena terlihat sangat puas menggoda Vicky. Senyuman penuh kemenangan terlihat di wajahnya, padahal ia sangat jarang tersenyum.

Vicky lupa kalau Lena sangat jago dalam hal menggoda dan membuat orang kesal. Vicky pun mengalihkan topik pembicaraan.

"Btw gue udah baca novel pertama lo. Congrats ya udah jadi penulis best seller." Vicky memberikan applause kecil dengan kedua tangannya.

"Makasih." Lena tersenyum kecil.

"Oh yaa, kalo boleh tau nih.." Vicky agak ragu-ragu ingin melanjutkan perkataannya.

"Lo mau nggak jadi guest di radio gue?"

Lena sebenarnya sudah memprediksi pertanyaan itu akan dilontarkan oleh Vicky. Bukannya tidak mau, tapi Lena tidak ingin mengekspos dirinya ke media.

Ia sangat tidak ingin berhubungan dengan orang-orang dari masa lalunya. Untuk Vicky sendiri sebenarnya Lena berencana untuk mengakhirinya hari ini. 

"Nggak mau." Lena dengan tegas menolak ajakan Vicky. 

Vicky tersenyum masam, "kalo boleh tau apa alasannya ya, Len?"

"Gue nggak mau ketemu sama lo." Kata-kata itu terucap begitu saja dari mulut Lena.

Jlebb. Jawaban Lena itu sedikit menyakiti hati Vicky. Ia pikir Lena sudah mau memaafkan dan berbaikan dengan Vicky. Tapi mungkin itu semua hanya khayalan Vicky belaka.

Seperti menambah garam di atas luka, Vicky kembali melontarkan pertanyaan demi keingintahuannya semata. "Kalo misalnya bukan gue yang jadi DJ nya, apa lo mau jadi guest radio, Len?"

Lena berpikir sejenak, "hmm.. ya bisa dipikirin sih." Entah kenapa Lena berusaha sekeras itu untuk menyakiti hati Vicky agar ia berhenti mengusik kehidupannya.

Vicky menangguk pelan berusaha terlihat tegar menerima jawaban Lena. Untuk terakhir kalinya Vicky ingin bertanya pertanyaan yang selama ini dipendamnya.

"Kalo gitu, kenapa lo buat gue jadi karakter brengsek di novel lo? Emang gue ada salah apa sama lo, Len?" Vicky bertanya to the point karena sudah terlanjur lelah dan sangat kecewa. Suaranya mulai terdengar dingin, tak berniat untuk berbasa basi lagi.

Lena menatap Vicky datar dan menantang, "lo mau dengerin jawaban kayak gimana, Vick?"

Vicky menghembuskan napas lelah. Bukannya menjawab cewek itu malah balik bertanya.

"Semua jawaban yang lo pikirin itu bener, Vick." Lanjut Lena.

"Emangnya gue mikir apaan?" Vicky bertanya dengan wajah heran dan melas.

"Hari itu. Semua karena hari itu." Jawab Lena menegaskan.

Vicky menjadi paham. "Oke kalo gitu. Ternyata lo selama ini nganggep gue orang yang kaya gitu ya, Len."

Lena heran menatap Vicky yang berubah menjadi dramatis. Rasa kecewa tergambar jelas di wajah Vicky.

"Oke, Len. Gue bakal jadi orang yang kaya gitu bagi lo mulai sekarang." Tatapan mata Vicky berubah seketika. Auranya menjadi sangat dingin dan tidak bersahabat layaknya orang asing.

"Lo harus jadi guest di radio gue, titik. Lo gaboleh nolak, Len." Ucapan tegas Vicky itu membuat Lena menaikkan alis bingung. Ia tidak mengerti maksud perkataan Vicky.

"Kalo lo nolak, gue bakal sebarin semua rumor di media sosial tentang lo. Gue juga bakal bikin artikel yang mengekspos semua data diri lo." Vicky mendeklarasikan bendera perang.

Lena benar-benar tak habis pikir. "Lo ngancem gue?"

"Iya," jawab Vicky enteng.

"Kenapa? Lo marah? Lo juga nyeritain kehidupan gue di dalem novel lo tanpa bilang-bilang kan, bukannya sekarang kita impas?" lanjutnya masih dengan nada dingin dan amarah yang menggebu-gebu.

Lena tidak menyangka bahwa Vicky juga bisa menjadi selicik ini. "Iya deh, iya!" Lena ikut muak dan bangkit untuk segera meninggalkan Vicky.

Vicky mencegat Lena, "kontak," suruhnya sambil mengulurkan HPnya ke hadapan Lena. Dengan malas Lena menyambar hp Vicky dan mencatat nomornya di kontak. 

Setelah selesai, Vicky tak segera melepas Lena, ia menelepon kontak tersebut barangkali cewek itu mempermainkannya. Sudah benar, Ringtone HP Lena berbunyi.

"Nanti gue hubungin masalah kontraknya. Jangan lupa bales, kalo nggak gue bakal cari dan datengin rumah lo." Ancam Vicky kedua kalinya tanpa belas kasihan.

Lena menatap Vicky sinis dan meninggalkannya tanpa menjawab. Sesampainya di mobil Lena memukul setirnya frustasi, "dasar cowok brengsekkk!" Lena mengacak-acak rambutnya dan menghela napas panjang. 

Lena kembali pulang ke rumah dengan mood yang berantakan, sedangkan Vicky masih menetap di Cafe itu selama beberapa menit. Mood Vicky juga sedang tidak bagus. Padahal Vicky termasuk orang yang sangat ceria, tapi ia mungkin tidak akan pernah lagi menunjukkannya keramahannya pada cewek itu.

Cewek itu sudah menguras banyak jiwa dan raganya, semua senyum dan usaha yang diberikannya terasa sia-sia. Bagaimana bisa ada cewek yang benar-benar jahat dan tidak punya hati seperti itu? Tidak akan mudah bagi Vicky untuk mengembalikan mood dan persepsinya mengenai cewek itu.

Sebelum pulang Vicky menginformasikan kepada Pak Haris bahwa ia berhasil mengajak Lena sebagai guest tetap di radionya. Untungnya Pak Haris sangat fast respon, ia mengusulkan rapat untuk membahas kelanjutan acaranya besok.

BERSAMBUNG

Love FMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang