Vicky mendapatkan spam chat dari Diana, Miranda dan Milla. Mereka menyuruh Vicky untuk mengajak Lena berkeliling kantor.
Vicky terpaksa kembali ke kantor dengan mulut komat kamit. Jika mereka begitu inginnya mengajak Lena berkeliling kenapa tidak mereka saja yang mengantarnya?
Vicky melihat Lena sudah menunggunya di depan pintu masuk kantor. Vicky menghela napas sebelum berjalan menghampiri Lena.
Tampaknya Lena menyadari kehadiran Vicky, tanpa sambutan apa pun keduanya langsung berjalan berdampingan mengelilingi kantor.
"Inii namanya ruangan ini.. Lo bisa baca sendiri kan," ujar Vicky menunjuk papan nama ruangan satu per satu dengan malas.
Lena melihat satu per satu papan nama ruangan yang ada. Dalam hatinya ia mencibir cowok yang tidak ikhlas mengantarnya berkeliling itu.
"Itu.. itu.. itu." Vicky masih menunjuk beberapa papan nama ruangan yang ada.
Lena menghela napas kesal. Tidak ingin berdebat, Lena hanya ikut berjalan tanpa mengucapkan apa-apa.
Mulai dari lantai 1-7, tiap kali Vicky berjalan pasti ada saja yang menyapanya. Rupanya Vicky cukup terkenal dan memiliki banyak kenalan di kantor. Ya, Vicky memang merupakan tipe orang yang friendly sejak dulu.
Tibalah mereka di lounge, lantai paling atas. Di lounge ada berbagai macam makanan ringan dan minuman serta sofa yang nyaman untuk beristirahat.
Malas kembali, Lena berinisiatif untuk menetap di lounge saja. "Gue disini aja, lo duluan." Lena melambaikan tangannya keluar sebagai gestur mengusir.
Sebenarnya ada hal yang belum Vicky beritahukan pada Lena mengenai lounge, tapi melihatnya mengusir Vicky dengan kasar membuatnya malas memberitahunya. Biarlah itu urusan dia. Pasti nanti ada orang yang memberitahunya.
Vicky meninggalkan Lena untuk kembali ke mejanya, sedangkan Lena memilih tempat yang nyaman di lounge untuk bekerja.
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, satu per satu rekan Vicky mulai meninggalkan kantor. Yang tersisa hanyalah beberapa tim yang memiliki korner radio malam.
"Vick, Lena udah pulang kan?" Andi bertanya memastikan.
Vicky menaikkan kedua bahunya tak acuh, "mana gue tau."
"Dari tadi gue nggak liat dia soalnya," lanjut Andi khawatir.
"Ohh- tadi dia di lounge si," jawab Vicky baru ingat.
"Di lounge? Lo kasih dia kartu identitas lo kan?" Andi bertanya memastikan.
Vicky terdiam sesaat, "nggak."
Ekspresi wajah Andi terlihat kaget nan heran, "terus kalo ngga pake kartu identitas dia keluarnya gimana, Vick?"
"Pasti ada yang bantuin dia keluar lah, Ndii! Yakali dia masih ada sampe jam segini," jawab Vicky sedikit panik tapi masih berusaha positive thinking.
"Beneran? Coba lo cek deh, Vick. Gue ada urusan, cabut dulu ya." Andi bergegas meninggalkan kantor.
Vicky mengacungkan jempolnya. Dengan cepat ia merapikan barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas.
Yakali, masa dia di situ terus sampe jam segini? Ga mungkin lah ya. Vicky berusaha meyakinkan dirinya bahwa Lena sudah pulang, tapi perasaannya tetap tidak enak.
Ia mengambil tasnya dan bergegas naik ke lift. Sesampainya di lantai 8, tampak suasana lounge yang sepi dan gelap. Tampak tidak ada orang, Vicky lega bukan main.
Percuma aja gue ngecek. Iya kan beneran ga ada.
Saat hendak kembali ke lift, Vicky mendengar suara isakan tangis wanita dari sekitarnya. Sekujur tubuhnya langsung merinding.
Ngga mungkin setan lah ya? Selama dua tahun ia bekerja di situ tidak pernah sekalipun ia mendengar berita tentang setan.
Sebagai pria ia tidak boleh takut, ia memberanikan diri mendekati lounge. Dadanya membusung sok berani. Dengan langkah sedikit demi sedikit, ia mengeluarkan kartu identitasnya dan menempelkannya pada pintu lounge.
Lampu dan ac di lounge otomatis menyala, betapa kagetnya Vicky melihat sosok Lena sedang duduk meringkuk di pojokan sembari menangis. Itu pertama kalinya Vicky melihat gadis itu menangis.
Tergambar jelas ketakutan dalam wajahnya, perlahan Vicky mendekati Lena. Bingung harus apa, Vicky ikut berjongkok dan menyadarkan Lena.
Lena menaikkan wajahnya yang penuh air mata, menatap Vicky. Air matanya yang sudah berhenti kembali deras. Canggung bukan main, Vicky menepuk-nepuk pundak gadis itu, membiarkannya menangis di dekapannya hanya untuk kali itu saja.
Vicky tidak tahu pasti bagaiman Lena bisa terkurung di sini, tapi pastinya ini adalah kesalahannya. Setelah tangisannya cukup reda, Vicky mulai bertanya dengan lembut.
"Lo kok bisa di sini sampe jam segini?" Kenapa ngga telfon?" Vicky menatap gadis yang masih terisak-isak itu.
"Ta- taadi oraang oraaang padaa puulangg. Te-teeruss," Lena masih terisak yang menyebabkan suaranya tidak terdengar begitu jelas.
Vicky masih dengan sabar mendengarkan Lena. "Hape guee loowbatt.. gue kiraa gue bakaal disini teruus sampeee besook." Tangis Lena semakin menjadi-jadi.
Vicky merasa sangat bersalah. Meskipun hubungan keduanya memang tidak baik seharusnya ia tetap memberitahukan hal-hal penting kepada Lena. Jika ia memberikan kartu identitasnya, maka Lena tidak akan terkurung dalam gelap sampai jam segini.
Vicky melepas jaketnya dan memakaikannya kepada Lena. Ia membantunya berdiri dan membantunya keluar dari lounge.
"Gue anterin pulang ya," ujar Vicky kepada gadis itu.
Sesampainya di mobil, Vicky menyuruh Lena untuk menunggu sebentar di mobil. Lena menarik lengan Vicky karena tidak ingin ditinggalkan sendirian.
Vicky tersenyum tipis, "cuma bentar kok." Ia melepas tangan Lena dan menggenggamnya sebentar, memberikan isyarat bahwa semua akan baik-baik saja.
Vicky pergi ke toko bubur seberang kantor dan memesan bubur untuk dibawa pulang. Lena harus memakan makanan hangat supaya bisa mengisi kembali energinya yang hilang.
Setelah selesai, Vicky kembali ke mobil dan memberikan bubur itu kepada Lena, "nanti di makan ya."
Lena hanya menatap bubur itu dalam, mengangguk pelan tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun. Perjalanan panjang dihabiskan di mobil dalam hening.
Saat di toko bubur, Vicky melakukan searching lagu-lagu yang menenangkan hati dan pikiran. Setelah membuat playlistnya, ia memutarnya di mobil agar Lena bisa menjadi lebih tenang.
Tak disangka-sangka Lena tertidur selagi mendengarkan lagu itu. Ya, itu adalah hari yang sangat panjang dan berat bagi Lena tentunya.
Setelah perjalanan cukup panjang, mereka akhirnya sampai di rumah Lena. Vicky tak kuasa membangunkan Lena yang masih tertidur lelap. Ia berpikir untuk membiarkannya tidur beberapa menit lagi.
Niatnya hanya istirahat sebentar, Vicky malah ikut ketiduran di mobil bersama dengan Lena. Matanya sudah tidak kuat lagi menahan kantuk.
30 menit berlalu, 1 jam, 2 jam, hingga 5 jam! Lena membuka matanya perlahan, melihat pemandangan mobil yang tidak pernah dilihatnya. Pikirannya masih belum begitu jernih.
Ia meluruskan badannya yang pegal, kemudian menoleh ke samping. Vicky?! Dengan cepat ia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Apakah itu berarti ia tertidur bersama Vicky sampai pagi?!
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Love FM
RomantiekVicky, seorang DJ radio yang dengan pedenya mengusulkan mengundang Hexagon sebagai guest saat usulan rapat. Hexagon, author novel best seller itu tidak pernah mempublikasikan informasi pribadinya sama sekali, bahkan menolak interview dari media apa...