21 - Love FM : Canvas

2 3 0
                                    

ON AIR

Vicky : Halo guys, balik lagi nih di Love FM! Oke, so today's topic adalah Love is a Canvas. Kalau menurut kita nih, cinta itu bisa diibaratin sebagai canvas putih yang polos. Kehadiran cinta bisa menjadi kuas yang mewarnai hidup kita, bisa menjadi warna warni atau malah hitam putih

Eh, tapi kalau diinget-inget ini agak mirip sesuatu ngga sih? Eh itu loh, judul novel Hexagon. Bener ngga sih?

Hexagon : Eh iya bener banget, Vick! Cinta juga bisa diibaratin sebagai novel Hexagon hahah

Vicky : Oke guys, kalo kalian mau tau cinta, buruan yuk kepoin novel Hexagon. Bukan promosi ya guys hahahah. Oke sebelum kita masuk ke sesi QnA mari kita dengerin lagu Canvas berikut

Lagu : Canvas + Commercial Break

Vicky : Okay welcome back semuanya. Kita lanjut aja nih ke sesi tanya jawab. Nah, ada pertanyaan nih dari kodok_kuyang untuk Kak Hexagon.

Halo kak, gimana sih awal mula pembentukan novel Canvas ini? Terus apa inspirasi dari novel kakak?

Hexagon : Okay. Kalo dijelasin sih sebenernya panjang banget ya.

Jadi let's go back to 2017

Angin berhembus kencang pertanda akan hujan, udara mendung dengan awan yang bergerombol. Lena menatap setumpukan kertas berisi karangan cerita novelnya yang digenggamnya erat-erat.

Baru seminggu yang lalu ia pindah sekolah dan harus hidup dengan masa depan yang tak pasti. Tumpukan novel itu adalah satu-satunya harta karunnya yang tersisa dan juga kesalahan terbesarnya.

Kalau saja novel itu tidak ketahuan oleh Vira, pasti Lena tidak akan dihadapkan pada keputusan yang berat ini. Lena memutuskan untuk menerbitkan novel itu pada penerbit yang merupakan teman dekat papanya.

Saat itu, Lena sedang tidak dalam situasi yang bisa membuat pilihan. Mau tidak mau ia harus melakukan itu agar bisa bertahan hidup.

Akan tetapi, ada beberapa alasan mengapa Lena tidak mau novel ini diterbitkan. Pertama, novel ini merupakan hasil karya perpaduan antara diary dan bumbu fiksi.

Kisah tokoh utama cowoknya dibuat dari sejarah pertemuannya yang pertama sampai 'hari itu' dalam hidup Lena. Lena bahkan menambahkan bumbu-bumbu supaya karakternya lebih hidup dan menyebalkan.

Kedua, novel ini terlalu real. Segala kejadian dalam novel ini mengarah pada 1 orang, yaitu orang yang selalu membuatnya kesal setiap saat. Siapa lagi kalau bukan Vicky.

Ketiga, Vicky Lionel. Keberadaan novel ini benar-benar tidak boleh terdeteksi atau dibaca sama sekali oleh Vicky. Intinya semua alasannya berhubungan dengan Vicky.

Novel Canvas itu Lena buat selama satu tahun yang ia catat bagaikan diary kemudian ia kembangkan menjadi sebuah cerita yang menarik. Mulai dari pertemuan awalnya di UKS kelas 10 sampai dengan kelas 11.

Keberadaan Vicky adalah kunci utama dalam novel Canvas. Meskipun pengembangan karakternya Lena ubah menjadi cowok brengsek, tidak bisa dipungkiri bahwa tanpa Vicky tidak akan ada novel Canvas ataupun Hexagon.

***

Lena dan Vicky sedang duduk bersama di taman, kini giliran Lena yang membelikan Vicky minuman. Lena membuka sedotan susu dan memberikannya kepada Vicky.

"Sorry," ujar Lena tiba-tiba. Ucapannya barusan terdengar sopan dan tulus.

Vicky menoleh heran, "kesambet lo?" Vicky agak geli mendengar Lena tiba-tiba menjadi kalem seperti itu.

"Harusnya gue minta ijin dulu dari lo," ujar Lena menyesali perbuatannya dulu.

Vicky menghembuskan napas perlahan, "yah namanya juga hidup, Len. Santai aja udah, gapapa." Vicky kini agak memahami alasan Lena jadi ia sudah tidak terlalu mempermasalahkannya.

"Harusnya waktu itu di cafe gue ceritain jujur sama lo." Lena kembali membahas hal-hal lampau yang seharusnya dilakukannya.

"Kalo itu gue agak setuju sih," jawab Vicky agak menyindir.

Lena menatap Vicky kesal, "katanya tadi gapapa."

"Heem," gumam Vicky.

"Eh, tapi emangnya lo gapapa nyeritain semua itu, Len?" Vicky baru teringat akan hal itu. Lena sendiri tidak suka privacynya diganggu jadi apakah tidak apa dia mengumbarnya seperti ini.

"Di ngga papa-ngga papa in aja," jawab Lena asal.

"Seriusss," balas Vicky kesal.

"Iya, ngga papa. Malahan gue ngerasa plong banget akhir-akhir ini, seakan beban hidup gue keangkat semua." Lena menghirup udara sekitar dan menghembuskannya banyak-banyak.

Lena masih menatap Vicky dengan senyum baik-baik sajanya, meyakinkan.

"Bagus lah." Sudur bibir Vicky ikut terangkat menatap senyuman manis Lena.

Setiap selesai siaran radio, Lena dan Vicky akan mengobrol di taman selama 15 menit kemudian pulang ke rumah mereka masing-masing.

***

"Len." Suara Vicky terdengar dari kejauhan membuyarkan fokus Lena.

"Kalo lo mau gue jadi kuas yang apa?" Vicky menatap Lena dalam-dalam.

"Warna-warni atau item putih?" Lanjutnya meminta jawaban jelas.

Pertanyaan di luar dugaan Vicky itu membuat Lena menghentikan aktivitasnya. Untuk apa Vicky bertanya seperti itu?

"Seriusan lo Vick nanyain begituan?" Lena tak habis pikir. Kenapa ia malah bertanya pertanyaan tidak berbobot seperti itu.

"Seriuss," jawab Vicky tidak sabaran. Ia tampak sangat serius mengenai pertanyaannya.

Lena berpura-pura berpikir sejenak sebelum tersenyum licik, "bukannya lo dari dulu itu kuas item ya, Vick?" Lena memegang kepalanya seolah baru teringat sesuatu.

Vicky berdecih dan lanjut menatap Lena sebal setelah mendengar jawaban tidak memuaskannya itu.

"Emang kalo gue warna apa?" Lena ikut-ikutan bertanya.

"Transparan," jawab Vicky setengah ngambek.

Lena tak sanggup menahan tawanya. "Lo ngambek, Vick?"

"Omaigat seorang Vicky Lionel bisa ngambek juga?" Lena masih menertawakan komuk Vicky yang cemberut. Jarang-jarang ia melihat pemandangan Vicky sedang ngambek.

"Terus kalo Kak Dito kuas warna-warni ya?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Vicky.

Lena sebenarnya agak malas menjawabnya tapi jika tidak dijawab maka cowok itu akan ngambek terus-terusan.

"Kalo menurut lo gimana?" Lena kembali bertanya, tidak ingin memberikan jawaban dengan mudahnya.

"Iya, pasti." Jawaban Vicky 100% yakin.

"Hmmm," Lena berguman ambigu, membuat cowok itu semakin penasaran akan jawabannya.

"Jadi apa jawabannya?" Cowok itu semakin tidak sabar.

"Sini-sini." Lena mengisyaratkan Vicky untuk mendekatkan diri.

Lena berbisik pada Vicky, "kalo itu... rahasia." Vicky benar-benar tertipu.

Lena tertawa renyah setelah menjahili Vicky. Wajah Vicky sudah semerah tomat yang hampir mau meledak. Lena kemudian meninggalkan Vicky sendirian dalam dilema dan amarahnya untuk kembali fokus pada pekerjaan di laptopnya.

BERSAMBUNG

Love FMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang