7 - Dia

5 4 0
                                    

Laki-laki itu. Dia.

Mata mereka bertemu beberapa saat. Ekspresi kaget tergambar jelas dari wajah keduanya, terutama Lena. Ia benar-benar tidak bisa menyembunyikan ekspresi tercengangnya.

Bagaimana bisa Lena tidak kaget? Laki-laki yang paling tidak disangka-disangkanya ternyata adalah.. secret admirernya, si cowok vanilla? Benar-benar tidak masuk akal.

Waktu seakan membeku, menghantarkan keheningan yang panjang. Lena menepuk kedua pipinya menyadarkan diri dan perlahan melepas genggaman tangannya, "so- sorry."

Ia mengelap kedua tangannya di rok, menghindari kontak mata langsung dengannya. Berbeda dengan laki-laki itu, Vicky Lionel. Matanya tidak bergeming menatap Lena, seakan ada magnet yang menariknya kepada perempuan itu.

Walau malu mengakuinya tapi Lena tampak sangat cantik hari ini. Apalagi dengan balutan busana feminin yang sangat cocok sekali dengannya.

Suasana saat ini sangatlah canggung. Jika mereka bisa berpindah planet, mungkin mereka akan kabur sekarang juga.

Tidak ada yang berani membuka pembicaraan. Mereka hanya saling curi-curi pandang berharap ada yang membuka obrolan supaya suasana super duper canggung ini bisa teratasi.

Vicky menghembuskan napas membulatkan tekad, mengambil inisiatif berbicara.

"Jadi, emm.. gini, Len. Gu- gue bisa jelasin semuanya."

Vicky ngomong dengan sedikit terbata-bata. Sungguh pemandangan yang langka! Padahal Vicky sangat jago ngomong tapi entah kenapa setiap ia berada di hadapan Lena ia menjadi canggung. Ia tidak tahu harus berkata apa, seolah semua skill berbicaranya ter-reset kembali ke setelan pabrik.

"Oh- i.. iya.." Tidak biasanya juga Lena bisa diajak berkompromi. Padahal gadis itu paling benci yang namanya berterle-tele. Memang itu bukanlah suasana yang baik bagi keduanya.

"Gu- gue bukan bermaksud apa-apa kok." Vicky melambai-lambaikankan kedua tangannya mengelak. Wajahnya tampak sangat serius, sedikit memerah seakan baru dituduh mencopet, membuat Lena merasa tidak enak.

"Ja- jadi, maksud gue, gue cuma merasa bersalah waktu itu."

"Gue salah. Jadi gue mau lo seneng," ucapnya menjelaskan.

"Gue kayak gini bukannya suka beneran sama lo."

Lena menaikkan satu alis bingung. Padahal Lena tidak berpikiran apa-apa, malah pikirannya sangat kosong saat ini. Ia hanya bingung, kenapa Vicky repot-repot melakukan ini kepadanya. Apakah siaran radio itu sepenting itu baginya sampai-sampai harus melakukan hal seperti ini.

"Eh- ta..tapi bukan berarti gue ngga suka sama lo." Lanjutnya yang membuat Lena tak sanggup menahan tawa yang disembunyikan dengan sangat baik olehnya.

Sudut bibir Lena terangkat, "oke, gue maafin."

Suasana hati Lena sedang tidak terlalu buruk jadi ia akan berbaik hati memaafkan laki-laki malang di hadapannya itu.

Wajah Vicky berubah lega, ia akhirnya bisa bernapas lega. "Jadi, lo maafin gue kan?"

Vicky bertanya sekali lagi barangkali gadis itu berubah pikiran dalam sekejap. Karena menurutnya, wanita benar-benar tidak bisa diprediksi.

"He-em," jawab Lena malas.

***

20 September 2016

Jam menunjukkan pukul 8 pagi, sebenarnya Lena sudah telat 30 menit dari jam masuk sekolah. Setidaknya sudah seminggu Lena kembali ke kampung halamannya di Jakarta setelah lama menetap di luar negeri. Jujur saja Lena masih belum sepenuhnya terbiasa dengan suasana di situ.

Lena mengitari dan melihat-lihat halaman sekolah dengan santai layaknya seorang siswa yang sedang study tour. Di gerbang Lena sempat dicegat oleh satpam karena telat, akan tetapi Lena memanfaatkan kondisinya sebagai murid baru dan berkat itu ia langsung diperbolehkan masuk.

Sekolah barunya terlihat lebih luas dari yang ia kira. Alasannya bersekolah di situ adalah karena Agatha, sahabat masa kecilnya juga bersekolah di situ. Akan lebih baik jika ia memulai awal yang baru dengan orang yang dikenalnya.

Suara decitan sepatu dan bola basket terdengar nyaring dari kejauhan. Sekelompok murid laki-laki sedang berlatih basket bahkan di jam yang masih sangat pagi itu.

Sebelum pergi ke ruang guru Lena berencana melihat pertandingan basket itu sebentar. Hanya 5 menit. Lena berdiri di pinggir lapangan sambil menggenggam berkas-berkas kepindahannya.

"Oper-oper."

"Vick, Vick!"

Tim berbaju putih sudah sangat dekat dengan ring basket. Beberapa mengangkat tangannya sebagi tanda meminta bola. Cowok itu paham dan langsung melemparkan bola kepada rekan setimnya. Sayangnya lemparan bola itu meleset karena ia dihadang tiba-tiba oleh tim hitam.

Tak disangka-sangka bola itu malah terbang ke arah Lena. Tidak sempat menghindar, bola itu langsung mengenai kepala Lena. Headshot.

Terlihat wajah panik semua anggota basket di situ. Berkas-berkas yang dibawa Lena jatuh berhamburan ke tanah, pandangannya mengabur, yang terlihat terakhir kali hanyalah pandangan panik para anggota basket yang berteriak dan berlari kearahnya. Sungguh hari pertama sekolah yang.. sialan.

"WEHH ADA YANG PINGSAN WOI!" teriak heboh salah satu cowok berbaju putih.

"Eh, pingsan, pingsan!" Cowok berbaju putih lain menunjuk Lena dari kejauhan.

Vicky Lionel, cowok kelas 10-3 yang merupakan pelaku pelemparan bola itu langsung membeku di tempat. Mulutnya menganga lebar, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja diperbuatnya.

Dengan skillnya sebagai abas alias anak basket, baru kali ini lemparan Vicky meleset dan apesnya lagi kena ke kepala orang, apalagi cewek. Dan parahnya lagi sampai pingsan!

Pasti bakal berabe kalau ceweknya kebetulan lagi pms. Vicky ketar ketir memikirkan beberapa kemungkinan yang akan dihadapinya nanti saat cewek itu bangun.

Masih bengong, Vicky langsung disikut oleh temannya. "Vick, ngapain lo? Buruan gendong ke UKS begoo!" Rendy setengah kesal melihat Vicky hanya plonga plongo kayak orang bloon.

Vicky hanya mengangguk cepat seperti orang ling lung dan berlari menggendong cewek tersebut ke ruang UKS. Vicky ditemani oleh Hadi ke ruang UKS, sedangkan sisanya dipanggil- tidak, lebih tepatnya sedang dimarahi oleh Pak Wira, pelatih basket mereka.

Entah bagaimana, rumor sudah menyebar sangat cepat. 'Anak baru pingsan setelah kena bola basket'. Mungkin itu adalah topik ghibah semua anak hari itu.

Saking populernya, anak-anak yang kepo sampai ngantri di depan UKS untuk melihat sosok anak baru yang pingsan tersebut. Mau tidak mau, para guru langsung berpatroli di dekat UKS dan memarahi mereka untuk kembali ke kelas.

Perawat sudah menyarankan Vicky untuk kembali ke kelas, bahkan Hadi sudah pergi sedari tadi. Tapi Vicky bersikeras untuk tetap berada di UKS karena merasa tidak enak.

Pintu ruang UKS terbuka sedikit, Pak Wahyu selaku wali kelas 10-1 mengintip di ambang pintu. "Vicky, kalau Lena sudah bangun bisa disuruh pulang ya. Orang tuanya sudah bapak suruh jemput."

Vicky mengangguk, "siap pak." Pak Wahyu tersenyum sambil menutup kembali pintu UKS.

Sekarang Vicky jadi agak menyesal tidak kembali saja ke kelas. Ia tidak mengira akan bertemu dengan orang tua Lena. Bagaimana kalau orang tuanya tahu kalau Vickylah yang membuat anak mereka pingsan?

Orang tua pasti sangat protektif terhadap anaknya, apalagi anak perempuan. Vicky hanya bisa berharap bahwa Lena bangun terlebih dahulu sebelum orang tuanya datang.

BERSAMBUNG

Love FMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang