Vicky masih memeluknya erat bagaikan perisai pelindung. Lena yang panik langsung berusaha bangun perlahan meskipun badannya terasa sedikit sakit.
"Lo gapapa, Vick?" Lena menoleh ke arah Vicky yang masih terkapar di tanah, yang dibalas anggukan pelan oleh Vicky.
Terlihat luka beset di tangan Vicky akibat goresan aspal dan ranting dedaunan. Pasti seluruh tubuh Vicky terasa sakit. Lena tak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya itu.
Lena membantu Vicky bangun, mendudukkan dirinya perlahan. "Aww," Vicky merintih kesakitan. Wajahnya tampak menahan sakit di sekujur tubuhnya.
Vicky melihat Lena dalam-dalam, "kalo lo gapapa kan?" Masih sempat-sempatnya menanyakan kondisi gadis itu.
"Gue gapapa," jawab Lena tak fokus.
"Habis gini kita ke rumah sakit ya, Vick." Lena memaksa Vicky untuk memeriksakan dirinya ke rumah sakit.
"Cuma gini doang ngapain ke rumah sakit. Udah lah gapapa," tolak Vicky enteng sambil menunjukkan tangannya yang hanya luka ringan.
Lena masih tetap saja tidak enak. Ia kemudian bangkit, "yaudah, lo tunggu di sini. Gue beliin obat dulu."
Vicky mencegat Lena, "daripada itu, sepedanya gimana?" Vicky menunjuk ke arah sepeda yang sudah rusak menabrak pepohonan akibat terjun bebas.
Lena mendengus kesal menoleh ke arah sepeda itu sedangkan Vicky malah nyengir menatap Lena yang sedang kesal. Sejujurnya Lena malah tidak kepikiran sama sekali akan hal itu.
"Bisa-bisanya lo masih mikirin sepeda?" ujar Lena tak habis pikir sambil memegang kepalanya pusing.
"Ya, nanti kan bisa diganti. Lo pikirin diri lo dulu deh!" lanjut Lena kesal bukan main.
Bukannya memikirkan kondisinya sendiri ia malah memikirkan hal lain. Memang pemikiran Vicky itu sangat ajaib dan diluar nurul.
Vicky masih menahan Lena meyakinkan, "gue beneran ngga papa, Len."
Lena akhirnya mengalah menatap wajah Vicky yang memelas. "Tapi pokoknya setelah ini lo harus diobatin ya." Lena menatap Vicky tajam tidak menerima penolakan.
Vicky hanya mengangguk cepat pertanda paham. Mereka mengambil sepeda yang tergeletak beberapa meter di depan mereka.
Kondisi sepeda itu sungguh mengenaskan. Ban depannya penyok, rantainya copot dan gagang sepedanya patah.
Melihat hal itu mereka jadi gundah apakah seharusnya mereka kabur saja daripada harus kena omel sang pemilik sepeda. Sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Saat jalan ke tempat penyewaan sepeda, mereka mendapatkan tatapan dari berbagai macam arah. Yah bagaimana tidak? Penampilan mereka sungguh menyita perhatian. Baju tidak beraturan penuh debu, tangan lecet penuh luka dan sepeda yang tidak berbentuk.
Rasanya Lena ingin menghilang saja dari bumi. Untungnya ia bisa menyembunyikan wajahnya dibalik topi yang dipakainya. Berbeda dengan Vicky, ia berjalan dengan biasa saja, malahan tidak peduli akan pandangan orang lain. Memang dari awal ia terlahir dengan rasa percaya diri yang tinggi.
Sesampainya di tempat penyewaan sepeda para pegawai yang ada tampak tercengang melihat mereka, tidak sanggup berkata-kata lagi. Bagaimana bisa sepeda yang tadinya bagus bisa berubah hancur seperti itu hanya dalam beberapa jam.
Tidak ingin memperpanjang urusan, mau tak mau mereka harus membayar biaya ganti rugi sepeda. Vicky yang mengurus semuanya sedangkan Lena disuruh menunggu di depan oleh Vicky.
Mereka sepakat untuk membagi dua biaya ganti ruginya. Meskipun menurut Lena itu adalah kesalahannya, tapi menurut Vicky ia juga ikut andil karena telah memaksa Lena untuk naik sepeda.
Setelah semuanya beres mereka kembali ke mobil dalam keadan letih untuk pulang. Cuaca yang tadinya terik kini berubah menjadi gelap gulita. Suara rintik-rintik hujan membuat perjalanan pulang menjadi hening dan menenangkan.
Setelah kurang lebih 1 jam akhirnya mereka sampai di depan rumah Lena. Jejak hujan yang telah berhenti membuat banyak genangan air di jalanan. Sebelum turun dari mobil Lena menyuruh Vicky untuk ikut masuk sebentar.
"Ayo, gue obatin dulu luka lo." Lena berpesan sambil membuka pintu mobil.
Vicky kembali menolak, "gausah gapapa."
"Udah cepetan atau luka lo mau gue buat lebih parah?" ujar Lena geram sambil menutup pintu mobil yang setengah terbuka.
Vicky langsung menelan ludah kicep. Mau tidak mau ia ikut turun dari mobil mengikuti Lena patuh. Sebenarnya Vicky sendiri tidak menyangka Lena akan mengundangnya masuk ke dalam rumah. Ia pikir Lena hanya akan membelikannya beberapa obat luka di minimarket.
Lena mempersilahkan Vicky masuk ke dalam rumahnya. Tampilan rumahnya tampak minimalis dan rapi, sangat mencerminkan sifat Lena. Vicky duduk di sofa selagi menunggu Lena mengambil obat luka.
Setelah melihat-lihat sekitar ada hal yang menurut Vicky menarik. Kebanyakan orang akan memajang foto keluarga di ruang tamu namun ia tidak menemukannya foto sama sekali di rumah Lena.
Perhatian Vicky kembali fokus saat Lena kembali dengan membawa secangkir teh hangat dan obat luka. "Minum dulu masih anget."
Vicky mengangguk dan menerima teh itu dari tangan Lena. Setelah meniup beberapa kali Vicky mulai menyeruput teh itu. Saking panasnya, teh itu langsung muncrat dari mulut Vicky.
"Makanya pelan-pelan!" Lena dengan sigap menyodorkan tissue dan mengelapnya ke bagian dagu dan baju Vicky yang basah.
"Ma- makasih." Vicky masih merasakan mulut dan tenggorokannya terasa terbakar, bahkan matanya mulai berair.
Selagi Vicky minum, Lena mulai mengoleskan obat luka dengan hati-hati ke tangan Vicky. Ia mengecek beberapa kali untuk memastikan apakah Vicky kesakitan atau tidak.
Setelahnya ia memplester semua luka itu dengan handsaplast. Kini kedua tangan Vicky yang tadinya mulus terhias penuh oleh handsaplast.
Vicky telah menghabiskan semua tehnya, kini tidak ada lagi hal yang bisa dilakukan. Tidak ingin membuat situasi canggung, Vicky langsung bangkit dari sofa. "Udah kan? Gue pulang dulu ya, Len."
Lena ikut berdiri, "oke."
Lena mengantarkan Vicky sampai ke depan mobil. Vicky menurunkan kaca mobilnya dan berpamitan. Lena membalas melambaikan tangan.
Setelah mobil Vicky menjauh, Lena kembali masuk ke dalam rumah. Lena benar-benar ingin rebahan saking capeknya. Lena sendiri bukanlah tipe orang yang suka beraktivitas di luar jadi energinya sudah terkuras habis hari ini.
Lena tidak pernah tidur di kasur sebelum memastikan badannya benar-benar bersih. Lena mulai mandi dan berendam menggunakan air hangat. Kamar mandinya kini penuh dengan aroma lavender yang menenangkan.
Setelah selesai, Lena memakai piyamanya dan menjatuhkan dirinya di kasur yang empuk. Badannya langsung bereaksi terhadap kasur yang nyaman itu.
Lena sudah ngantuk parah tapi ia masih berusaha untuk tetap bangun. Di samping bantalnya, hp Lena bergetar mendapatkan notif. Dengan cepat ia meraih dan memeriksa hpnya.
Vicky :
Gue udah sampe rumahSudut bibir Lena terangkat setelah mendapatkan pesan dari Vicky. Ia mematikan layar hpnya dan mulai memejamkan mata. Nah, kini Lena sudah bisa tidur dengan tenang.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Love FM
רומנטיקהVicky, seorang DJ radio yang dengan pedenya mengusulkan mengundang Hexagon sebagai guest saat usulan rapat. Hexagon, author novel best seller itu tidak pernah mempublikasikan informasi pribadinya sama sekali, bahkan menolak interview dari media apa...