Tak terasa waktu berlalu dengan begitu cepat.
Setelah kejadian di halaman belakang dua hari yang lalu, Yuri mulai merasakan adanya perbedaan pada sikap Sebastian dan Jaden padanya. Dua kakak-beradik itu sempat berbicara secara empat mata di malam hari setelah kedatangan Ben. Entah apa yang mereka perbincangkan, sampai membuat keduanya serempak menunjukkan sikap yang berbeda. Awalnya Yuri mengira kalau itu hanyalah prasangkanya saja, sehingga ia memilih untuk mengabaikannya, meskipun rasanya cukup jengah juga. Namun seiring dengan berjalannya waktu, Yuri semakin yakin akan perubahan mereka.
Seperti di akhir pekan ini, Jaden tiada hentinya mengikuti langkah Yuri kemanapun ia pergi, meski gadis itu hanya beraktivitas di rumah seharian. Bahkan saat sedang membersihkan rumah, Jaden tetap mengikutinya seraya memeluk Yuri dari belakang. Walaupun anak itu memang suka bergelayut manja kepadanya, Jaden biasanya masih memberikan ruang untuk Yuri beraktivitas sendirian. Barulah saat dia sedang bersantai atau hanya sekadar duduk tanpa melakukan apapun, Jaden akan menyempatkan diri untuk menemaninya. Itupun tidak selalu dilakukan dengan memeluknya seperti ini.
Tapi sekarang, anak itu enggan melepaskannya barang sedetikpun.
"Kau tidak lelah mengikutiku terus?" tanya Yuri dengan jengah.
"Tidak sama sekali," jawabnya dengan acuh.
Pernyataan sarkas itu sama sekali tidak digubris. Jaden justru semakin menyamankan diri dengan menyandarkan dagunya pada bahu Yuri. Membuat gadis itu mendengus kesal lantaran harus merasakan beban di pundaknya, padahal kedua tangannya sedang sibuk mendorong vacum cleaner untuk membersihkan lantai. Rasanya sangat risih kalau diikuti seharian seperti ini. Terlebih lagi, cuaca sedang panas-panasnya, tapi Jaden malah menempel padanya seperti perangko. Punggungnya jadi terasa berat sekali, seperti ditempeli oleh anjing berukuran besar yang mengekorinya kemana-mana.
Tapi kalau dipikir-pikir, Jaden memang semirip itu dengan seekor anjing.
"Jaden."
Anak itu menyembulkan kepala ketika Yuri tiba-tiba memanggilnya.
"Duduk," sambungnya.
Jaden menatapnya dengan heran ketika Yuri memberikan perintah seraya menunjuk ke arah sofa. Gadis itu tidak pernah memerintahnya seperti ini sebelumnya, apakah sikapnya sudah berlebihan?
"Tapi aku sedang tidak mau duduk."
"Kalau begitu, aku tidak mau bermain game denganmu lagi."
Kedua mata Jaden melebar mendengarnya. Tanpa membutuhkan waktu lama, anak itu segera melepaskan rengkuhannya dari pinggang Yuri, kemudian berjalan menuju ke sofa untuk duduk di sana. Jaden tetap menurutinya meskipun ia memanyunkan bibir seraya menatapnya dengan sebal.
"Tetap duduk di situ sampai aku selesai ya?"
"Tapi nanti tetap main game kan?"
"Kalau kau berhenti mengikutiku."
"Baiklah, baik."
Diam-diam Yuri menahan tawanya. Ia benar-benar mirip seperti seekor anjing. Terus menempel padanya, mengikutinya kemana-mana, tapi tidak bisa menolak saat Yuri memberikan perintah. Meskipun biasanya pembawaan Jaden terlihat tenang dan lebih dewasa dari anak seusianya, tetap saja tidak bisa dipungkiri kalau dia hanyalah anak berusia 12 tahun yang bisa bersikap menggemaskan seperti ini.
Dasar, sebenarnya apa yang Sebastian khawatirkan dulu? Sampai memperingatkan Yuri untuk berhati-hati pada anak selucu ini.
"Kau tidak mau sarapan dulu?" tawar Yuri di sela kegiatannya, "aku membuatkan bacon dan telur mata sapi di atas meja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Little Monster
Vampire[SEQUEL OF INTO THE BEAST LAND] Setelah pembantaian kaum vampir membawakan perdamaian, kehidupan pun berjalan dengan damai tanpa adanya peperangan lagi. Tak terasa, manusia sudah memasuki kehidupan modern pada abad ke-20. Jaden Johanson, mendapati...