"Jaden kemarin malam tidak pulang juga?"
Yuri hanya menganggukkan kepalanya pelan saat Mingi bertanya. Sembari membersihkan meja di dapur, ia berbincang dengan Mingi yang memang selalu menyempatkan diri untuk datang di pagi hari. Berbeda dari biasanya, kini mereka hanya sedang berdua saja di rumah. Tanpa adanya Sebastian dan Jaden di antara mereka.
"Maaf, aku tidak sempat membuatkan makanan," ucap Yuri, "kukira Mingi-ssi tidak datang. Mengingat kalau Sebastian tidak akan pulang selama dua hari."
"Astaga, aku cuma datang untuk memeriksa keadaan nona dan memastikan kalau suplai darahmu cukup. Jadi tidak perlu repot-repot."
Setelah sekian lama duduk diam di ruang makan, akhirnya Mingi mulai menyentuh roti panggang yang dibuatkan oleh Yuri secara mendadak. Gadis itu tidak membuat sarapan seperti biasanya karena memang tidak ada siapapun di rumah selain dirinya. Sebastian sudah berpamit untuk pergi menyelidiki kasus bersama pihak kepolisian dan ia diperkirakan tidak akan pulang selama dua hari. Mingi mengira kalau Jadenlah yang akan menemani Yuri di rumah. Namun pemuda itu rupanya juga tidak pulang sejak kemarin malam.
"Anak itu memberi kabar sebelumnya?" tanya Mingi, "tumben sekali tidak pulang. Biasanya dia selalu di rumah kalau tidak ada keperluan."
"Jaden hanya mengirim pesan. Katanya dia menginap di rumah teman, dan langsung pergi ke sekolah tanpa pulang dulu."
"Wah, dia punya teman?" Mingi agaknya sulit memercayai apa yang dia dengar. "Merupakan suatu kemajuan untuknya."
Yuri terkekeh pelan di sela kegiatannya. Ia juga merasa lega karena pada akhirnya, Jaden mulai menikmati masa mudanya dengan bersosialisasi. Walaupun sebenarnya ia merasa kesepian juga karena sejak kemarin, rumah terasa begitu sepi tanpa kehadiran mereka berdua. Biasanya Yuri akan melihat Jaden yang bermain game di ruang keluarga, atau melihat Sebastian yang sibuk menghitung pendapatan di ruang tamu.
Padahal baru ditinggal selama satu malam. Ternyata pengaruhnya sebesar ini kah terhadap suasana di rumah?
Kalau diingat-ingat, jadwalnya juga akan kosong selama tiga hari ke depan. Anak SD yang merupakan murid lesnya meminta libur sementara karena sakit. Tidak ada pula pekerjaan tetap yang harus dilakukannya. Kesibukan yang dapat mengalihkan perhatiannya dari rasa kesepian hanyalah mengajar les.
Lantas bagaimana Yuri menghabiskan waktu di saat rumah saja sesepi ini?
"Baiklah, sudah waktunya bekerja."
Usai menghabiskan sarapannya, Mingi melirik arlojinya yang ternyata sudah menunjukkan pukul 08.00 pagi. Ia pun segera menenteng tasnya seraya bangkit.
"Maaf sudah membuat nona repot-repot memasak sarapan. Suplai darahnya sudah kuletakkan di ruang tamu," jelas Mingi, "aku pamit dulu. Semoga harimu menyenangkan."
"Sama sekali tidak repot. Hati-hati di jalan, Mingi-ssi."
Usai mengucapkan selamat tinggal, nyatanya Yuri tidak seikhlas itu ditinggal sendirian di rumah ini. Sepasang manik kemerahannya menatap dengan sendu kepergian Mingi. Walaupun agak canggung juga saat hanya berdua dengannya, setidaknya ada seseorang yang mengajak bicara daripada hanya sendirian di rumah seperti ini. Selama menyayangkan kehadiran Mingi yang hanya berlangsung sebentar, Yuri mulai tersadar akan sesuatu yang berbeda dari dirinya.
Sejak kapan Yuri jadi mudah merasa kesepian seperti ini?
Dulu, bukankah ia sudah terbiasa sendiri? Sejak lahir tidak mendapatkan peran ayah dan ibu yang mengayominya, bahkan saat hidup dengan kaki pincang pun ia terbiasa tidak memiliki teman. Yuri tumbuh menjadi seorang introvert yang sangat menyukai kesendirian dan ketenangan. Tapi entah sejak kapan, kesunyian yang dulu didambakannya ini menjadi terasa mencekik walau hanya berlangsung sebentar.
![](https://img.wattpad.com/cover/364039592-288-k192127.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Little Monster
Vampiri[SEQUEL OF INTO THE BEAST LAND] Setelah pembantaian kaum vampir membawakan perdamaian, kehidupan pun berjalan dengan damai tanpa adanya peperangan lagi. Tak terasa, manusia sudah memasuki kehidupan modern pada abad ke-20. Jaden Johanson, mendapati...