"Tuan Jake .... Bangunlah ...."
Ah, lagi-lagi mimpi itu. Setiap kali Jaden memejamkan mata untuk tidur, mimpi tidak jelas itu pasti akan datang kembali untuk membayanginya. Diawali dengan suara-suara yang memanggil nama "Jake" dengan nada mendayu. Entah nama milik siapa itu, namun Jaden dapat merasakan bahwa semua panggilan itu tertuju kepadanya. Mimpi aneh ini pun kemudian berlanjut dengan menampakkan dirinya sendiri yang tengah berbaring di atas ranjang berukuran king size. Ranjang yang begitu mewah, seperti tempat tidur seorang bangsawan. Jaden kemudian dapat melihat dua orang wanita cantik tanpa sehelai kain pun yang menutupi tubuh mereka tengah bergelayut manja di kedua lengannya.
Jaden benar-benar risih, apalagi sensasi ketika kedua wanita itu menyentuhnya terasa begitu nyata. Ia ingin mendorong mereka menjauh, namun anehnya mimpi itu sama sekali tidak bisa dikendalikan olehnya. Tubuhnya bergerak sendiri mengikuti skenario, bahkan ia tampak menikmati setiap sentuhan mereka di luar kendalinya.
Seolah pernah ada sisi lain di dalam dirinya yang menyukai semua ini.
Mimpi aneh itu tak cukup hanya menampakkan adegan vulgar semacam ini saja. Jaden juga bisa melihat dirinya bergerak dengan sendirinya untuk menjalani rutinitas seorang bangsawan. Ia memiliki jadwal padat untuk menuntut ilmu dan mengembangkan diri layaknya bangsawan pada umumnya, namun Jaden justru mengabaikan jadwalnya dan pergi untuk melakukan tindakan kriminal di luar sana.
Dan tibalah bagian yang paling Jaden benci dari mimpi itu.
Di saat ia memasuki sebuah gereja yang dipenuhi oleh para pengikutnya, kemudian dirinya melakukan ritual aneh berupa menumbalkan seseorang di atas altar. Jaden akan membunuh tumbal itu dengan sadis, lalu meminum darahnya di hadapan para pengikut yang menyembahnya. Sungguh, Jaden secara sadar ingin sekali berhenti melakukannya, namun lagi-lagi ia merasa ada sisi lain di dalam dirinya yang menyukai hal ini.
Mimpi aneh itu sangatlah menyiksa batinnya, namun setidaknya ada suatu pemandangan yang membuatnya merasa begitu nyaman untuk tetap bermimpi. Bukan hanya merasa nyaman, ia bahkan sampai kecanduan. Meskipun Jaden harus melewati segala adegan mengerikan di luar kendalinya, namun pemuda itu masih saja menyempatkan diri untuk terlelap dan berharap bisa memimpikan hal ini lagi.
Alasannya untuk tetap bermimpi adalah eksistensi seorang gadis yang terus muncul di dalam bunga tidurnya.
Gadis itu begitu cantik, dengan rambut pirang bergelombang yang berkilau di bawah sinar mentari. Meskipun selalu melemparkan tatapan tajam ke arahnya, Jaden tetap tidak bisa melepaskan pandangan darinya. Seolah pesona gadis itu telah menghipnotisnya. Di dalam mimpi, Jaden akan datang untuk menjemputnya, kemudian membawanya pergi dengan kereta kuda miliknya. Walaupun hanya bisa duduk bersebrangan dengannya di dalam kereta, Jaden sudah merasa begitu bahagia. Entah siapa gadis bermanik kemerahan itu, Jaden pun bertanya-tanya, namun ia ingin sekali melihatnya setiap hari di dalam mimpi ini.
Hingga di alam bawah sadarnya sendiri, Jaden mulai menganggap eksistensi gadis misterius itu sebagai penyemangat hidupnya.
"Kau ini kenapa? Berhentilah menatapku!"
Jaden terjingkat, tiba-tiba gadis bersurai pirang itu menghardiknya ketika mereka duduk berdua di dalam kereta kuda. Lagi-lagi, gadis itu menatapnya dengan penuh kebencian. Jaden hanya bisa menghela napas lantaran pemandangan itu sudah merupakan hal yang biasa ia lihat di dalam mimpinya. Memang benar, mereka berdua bertemu hanya untuk saling beradu mulut, tidak pernah sekalipun berdamai walau hanya sekali.
Meski begitu, Jaden tidak merasa kesal padanya. Ia tetap tersenyum dan terus-menerus berlayar ke alam mimpi demi bisa berjumpa dengannya.
"Nona manis," panggil Jaden, yang entah kenapa ia bisa mengendalikan dirinya di dalam mimpi, "kuharap kita bisa bertemu di dunia nyata. Mau kau mencaciku sebanyak ribuan kali dan mencoba mengusirku seperti sekarang, aku tetap tidak akan melepaskanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Little Monster
Vampire[SEQUEL OF INTO THE BEAST LAND] Setelah pembantaian kaum vampir membawakan perdamaian, kehidupan pun berjalan dengan damai tanpa adanya peperangan lagi. Tak terasa, manusia sudah memasuki kehidupan modern pada abad ke-20. Jaden Johanson, mendapati...