1. Naik Pitam

11.1K 532 65
                                    


Happy reading, jangan lupa vote.

꥟ ꥟ ꥟

"Si anjir!!" mulut gue lepas kontrol. Sumpah, branding anteng gue sirna seketika gegara notifikasi email masuk.

Sekarang, mata seluruh penghuni ruangan tertuju sama gue. Mereka melongo, si bocah yang biasanya kalem bersahaja ini mendadak mengumpat memekik telinga.

"Jariku kejepit, Kak. Kelepasan, maaf." Gue bikin alibi sambil mengedarkan pandangan ke banyak mata yang menatap gue, sekalian nunjukin jari tengah tangan kiri, yang konon kejepit ─padahal enggak. Setelahnya, gue emut jari, biar makin berasa realistis. Untungnya mereka percaya, atensi langsung pindah ke tempat semula.

Gue pun sama, balik lagi ke soalan yang bikin gue teriak tadi. "Nekat banget si dedengkot kirim email ke sini? Cari mati!" Gue ngedumel sendiri.

Yakali, udah gue cuekin call-nya, gue skip chat-nya. Bukannya nyerah, malah berani-beraninya kirim pesan ke email kantor. Kurang ajar banget!

Namanya Kellan Vilbert, si yang paling sering bikin gue naik pitam akhir-akhir ini. Panggil aja Ubet, kek biasa gue manggil. Lebih gampang di lidah dan jempol. Toh dianya kagak protes. Malah berasa panggilan kesayangan, katanya. Idih, najis!!

Nama Ubet sungguh sangat mendiskripsikan karakternya yang banyak tingkah polah. Ya tapi, gue berani manggil dia begitu cuma sebatas di batin aja. Selebihnya, hanya sesekali di saat udah geregetan sama tingkahnya dia. Itupun lirih. Bukan tanpa alasan, soalnya dia tuh kolega di tempat kerja gue.

Iya, harusnya gue menghormati sosok Kellan Vilbert, tapi dianya sendiri makin lama berasa tak beradab sama gue. Kan guenya jadi ogah.

Pesan pribadi yang masuk ke email kerjaan ini salah satu bukti betapa dia suka bikin gue naik pitam dadakan. Gue langsung hapus email dia tanpa pengen baca entah apa isinya, soalnya gue takut ketauan sama orang lain. Yang jelas ini urusan pribadi, wong dianya pakai akun pribadi kok. Orang gila mana yang berani kirim chat pribadi ke email kantor. Dia doang keknya yang se-enggak tau diri itu.

Beberapa saat ruangan hening, karena sedang jam istirahat makan siang. Tinggal gue sama Kak Suci, itupun duduknya berjauhan. Gue nolak ajakan para kakak-kakak untuk makan siang bareng, karena gue sekalian nunggu revisian kerjaan. Setelah itu gue udah bisa pulang.

Sembari gabut, gue baru niat mau buka chat-nya si Ubet di Whatsapp sebelum dianya spam call lagi. Buset dah, panjang umur banget.

"Iya, Pak Kellan?" Suara gue setengah bisik-bisik.

"Buka email, Dek!" Kan, suara di seberang sana langsung merintah.

"Udah aku hapus!" Jawab gue ketus. Pengennya maki-maki, tapi sikonnya lagi nggak tepat.

Kellan nimpalin lagi. "Kalau gitu, buka chat WA-mu. Isinya sama."

"...." Kalimat penolakan yang jleb apa sih? Emang gue tadi niat mau buka chat-nya, tapi kalau disuruh kok berasa nggak rela.

"Buruan, Dek!" Susul Kellan.

Gue jadi sedikit terintimidasi, mau nggak mau gue buka chat-nya dia yang gue arsipin. Ternyata si Ubet ini kirim foto beberapa pasang slippers. Iya gitu doang, mananya yang penting?

Gue laporan. "Udah. Terus kenapa?"

"Mau yang mana? Bagus warna apa?" tanyanya.

"Pink!" Jawab gue asal. Gue cuma lihat sekelebat doang tadi. Nggak minat juga.

HOME ︱BL︱EndWhere stories live. Discover now