Percaya atau gak, si upik abu ini abis keracunan. Kualat sama Naki...
Masih hidup tapinya,
Jgn lupa vote... 😘꥟ ꥟ ꥟
Liburan telah usai. Nggak ada hal istimewa yang perlu diceritakan. Gue udah dalam perjalanan pulang ke rumah, di anterin Kellan, naik mobil.
"Dad nggak boleh mampir ya, Dek?"
Pertanyaan yang sebenernya nggak perlu gue gubris. Memang baru kali ini Kellan nganterin gue pulang ke rumah papa. Sebelumnya gue selalu pulang sendiri atau ke rumah Bang Yoga.
"Nggak ada siapa-siapa di rumah." Ini bukan alasan, memang kenyataannya begitu.
Kellan tersenyum kecut. "Nanti kabarin Dad ya, kapan bisa lihat area kamar Adek."
Gue anggukin, walaupun dalam hati gue nggak bisa janji.
"Apa perlu Dad ijin Zeenan?"
Gue gelagapan. "Nggak perlu lah! Entar aku aja yang cari cara biar Dad bisa ke rumah."
Pada kenyataannya, gue masih keberatan membawa Kellan masuk ke ranah yang lebih dalem. Gue belum pede.
Beberapa saat hening, sebelum akhirnya gue penasaran sesuatu.
"Emang kalau sama Kak Nan, mau ijin gimana Dad?" Pertanyaan iseng ini terlintas begitu saja tanpa maksud yang jelas.
"Ya jujur aja. Minta ijin ngedeketin kamu." Jawaban Kellan bikin gue nge-freez bentaran.
Ini dia beneran mau seserius itu?
"Nggak takut Kak Nan ngamuk?" Gue memastikan. Kellan nggak tau aja, mulutnya Zeenan tuh kasar. Di balik pembawaannya yang terkesan chill, tapi sekali ngomong, Zeenan bisa ngancurin mentalnya sampai ke akar.
"Bukan nggak takut, tapi cepat atau lambat memang harus dihadapi. Bukannya lebih baik kalau Zeenan tau dari kita sendiri dari pada dari orang lain?"
"...."
"Kamu nganggepnya Dad ini apa, Dek? Mau disembunyiin sampai kapan? Logika aja, entah Dad ini pilihanmu, atau justru batu sandunganmu, seharusnya Adek tetap diskusiin sama Zeenan dan Zaara. Mereka itu walimu."
Bentar, siapa yang kapan lalu bilang suruh pelan-pelan aja? Kok kesannya sekarang kayak ngeburu-buru gue? Nggak konsisten nih!
Kellan masih serius. "Dad nggak bisa menjamin keadaan akan lebih baik semisal kita berani bicara, tapi semuanya memang harus dihadapi, bukan dibiarkan."
"Iya, tapi entar lah soal Kak Nan." Gue terkesan acuh.
Jujur, gue belum yakin tentang Kellan, dari sejak gue menyerahkan diri hingga sekarang pun keraguan gue masih sama. Gue selalu berkeyakinan kalau Kellan suatu saat nanti bosen sama gue, atau bisa jadi dia memilih perempuan dan menikah. Wajar.
Bahkan, rencananya untuk renov rumah pun nggak bikin gue tergugah. Apalagi setelah mendengar niatnya nemuin Kak Nan, jujur pikiran gue makin kompleks. Ini bukan lagi tentang gue sama Kellan, tapi tentang keluarga.
Mommy-nya Kellan waktu di Bali sempet VC, dan beliau minta ketemuan sama gue. Bukan nggak mungkin, Zeenan pun hanya pura-pura nggak tau tentang Kellan, dia cuma belum bertindak.
Gue harus apa?
Gue suka dan nyaman sama Kellan. Jelas dan pasti, tapi gue nggak berani milih dia, itu sama halnya gue bakalan menutup akses untuk bisa menjalin hubungan dengan siapapun, termasuk perempuan. Sedangkan gue masih punya angan untuk berumah tangga, entah suatu hari nanti, masih jauh tapi pengen.
YOU ARE READING
HOME ︱BL︱End
Teen FictionYANG DI DEPAN BUKAN BERARTI DIA YANG DOMINAN. BISA AJA EMANG SENGAJA DIBIARIN DI DEPAN KARENA KALAU DITINGGAL DI BELAKANG, ENTAR DIANYA ILANG... NAKELL