3. Gue Punya Pacar!

4.6K 411 57
                                    

Vote and happy reading ....

꥟ ꥟ ꥟

Masih perkara si uzur Kellan dan segala tingkah polahnya.

Gue udah berupaya agar Kellan menjauh, tapi agaknya gue kurang garang. Lagi dan lagi dia semakin berani masuk ke ranah pribadi gue. Contohnya sekarang, dia dengan pede jemput gue ke kampus.

Jangan buru-buru mengira Kellan lancang mengusik ruang privasi gue. Dia nggak salah. Jujur, kedatangannya ke kampus ini pun secara nggak langsung atas ijin gue juga kok. Semalem dia chat minta jadwal gue, ya gue kasih aja lah, tinggal motoin doang. Siapa yang menyangka kalau dia berinisiatif jemput gue ke kampus.

Untung pas jemput Kellan sempet chat, jadi gue bisa arahin dia nunggu di pintu keluar timur. Biarpun gue jadi jalan lebih jauh, tapi setidaknya gue bisa menghindar dari pergunjingan temen-temen gue yang super kepo.

Seperti biasa, begitu lihat gue datang, Kellan keluar mobil dan bersiap bukain pintu. Entah ini attitude yang udah nempel sama dia, atau cuma ke gue doang. Gue udah terbiasa.

"Capek?" tanyanya begitu kita duduk di mobil. Pandangannya menelisik gue dari ujung rambut ke ujung kaki. Kayak pengen mengkoreksi.

Berhubung gue kemarin dikasih slippers sama dia, entah kenapa gue merasa berkewajiban memberi penjelasan. Ya mana tau dia mikir gue nggak menghargai pemberiannya.

"Ke kampus itu wajib bersepatu, Pak. Slippers kemarin tuh cocoknya buat dipakai main atau pas di rumah doang wara-wiri dari kamar ke dapur."

Eh, reaksinya malah ngaco!

"Kode kah ni?" Aslik! Komuknya pengen gue tampol.

"...." Gue diem tapi penuh prasangka.

Kellan makin ngegodain, segala mukanya dideketin ke gue banget. "Naki minta diajak jalan, atau minta disamperin ke rumah aja?"

"Diiih." Dasaar oon, bisa-bisanya guenya malah salting.

Sukar sekali rasanya mencerna pola pikirnya Kellan. Kok Bisa ya ada manusia pinter modus kek Kellan gini? Bisa ae nyempil dimana-mana, kayak upil.

Sambil gas ngeng mobilnya, Kellan bilang lagi, "Setidaknya PAP ya nanti, saya mau kasih tunjuk Mami."

Gimana? Gimana? PAP apaan?

"Saya ke Singapore sama Mami, beliau yang pilihin slippers itu. Couple, punya saya warna black-broken white."

Degh! Mampus gue!

"Mami-nya Pak Kellan??" tanya gue ragu-ragu.

"Iya," Kellan senyum, "mau ketemu?"

Seketika gue geleng kepala kuat. Serem ish, segala bawa-bawa mami. Kata udah gede, kok mengintimidasi pakai nama mami.

Kellan makin terkekeh. "Kalau belum mau ya nggak papa. Sekarang, kita cari makan aja dulu. Mau kan?"

Gue kasih anggukan, karena dari awal pun gue udah bisa nebak si Kang Ubet ini emang bukan cuma sekedar jemput nganter pulang. Pasti gue diajakin melipir kemana dulu. Okelah, setidaknya dikasih makan.

Sayangnya, pikiran gue mulai kacau. Sepanjang jalan ke tempat makan, kepala gue berisik banget. Gue mendadak sensitif setelah mendengar kata 'mami' dari Kellan tadi. Gue jadi panik, merasa buta arah dan takut terjebak semakin dalam sama tipu muslihatnya Kellan.

Please, Apa gue mainnya udah kejauhan sama Kellan? Serem bener bawa-bawa emak.

Mungkin karena gue jadi mendung, Kellan notice. "Naki, risih kah sama saya?"

HOME ︱BL︱EndWhere stories live. Discover now