10. Arogan

261 47 1
                                    

Shanin itu seperti buronan yang diincar oleh semua orang. Sementata Zio adalah titik buta yang bisa membuat Shanin aman. Karena hal itu Shanin tidak bisa pergi jauh-jauh dari Zio, bahkan untuk urusan ke belakang pun Shanin harus menunggu hingga jam pulang. Menunggu sampai mereka pergi terlebih dulu.

"Tungguin," ucap Shanin dengan nada yang cenderung ketus dibanding dengan meminta. Dia pun bergegas pergi dan menuntaskan keinginannya.

Toilet tentu sepi. Shanin pikir. Karena begitu dirinya keluar dari salah satu bilik, Stella dan teman-temannya sudah menanti dengan tangan terlipat di dekat wastafel. Mereka mengintai Shanin tanpa celah sedikit pun.

"Zio ada di deket sini," ucap Shanin pada mereka. Shanin benci Zio, tapi untuk situasi seperti ini hanya pria itu yang bisa membantunya. Mereka hanya takut pada Zio.

Stella tergelak tawa. "Terus apa? Lo pikir karena lo ada di samping Zio, Zio cabut semua aturan bahwa lo nggak boleh diganggu gitu? Padahal dulu Zio cukup tegas buat lindungin cewek yang deket sama dia, lo tau kenapa?"

Stella berjalan mendekat hingga Shanin harus mundur dan punggungnya mengenai pintu bilik.

"Lo itu cuma jalang yang dipake Zio buat have fun. Nggak usah sok, Zio cuma nggak mau liat, tapi bukan bener-bener dia nggak mau lo diganggu. Lain kali jangan dulu ngerasa spesial ya? Justru lo cuma jadi kacung yang harus selalu tunduk di bawah telunjuk Zio. Lo bahkan jauh lebih menyedihkan dari semua yang pernah jadi mainan Zio."

Shanin menatap Stella. Di situasi seperti ini dirinya tidak boleh terlihat lemah. Justru Stella akan semakin percaya diri untuk merundung. "Rahang kamu nggak sakit karena banyak ngomong?"

Tangan Stella mengepal kuat. Dia sudah mengangkat tangannya begitu pintu salah satu bilik terdengar terbuka.

"Ternyata anak SMA hobinya ngobrol di toilet ya? Aneh banget," ucap Nirina yang mendekat ke arah wastafel lalu mencuci tangannya. Dia yang tidak memakai seragam seperti mereka, langsung menarik perhatian.

"Kenapa orang luar ada di sini?" tanya Stella.

"Kenapa remahan kayak kalian berani banget ganggu cewek yang lagi deket sama Zio?" Nirina balik bertanya dengan berani. Sudut kiri bibirnya bahkan terangkat.

"Lo!" Stella terdengar menahan emosi.

"Hanya karena Zio nggak bilang jangan ganggu Shanin? Kenapa Zio harus laporan sama kalian soal apa yang dia mau atau nggak sama kalian? Padahal kalian nggak sespesial itu tuh." Nirina menggeleng-geleng dengan raut jijik yang merendahkan.

"Nggak usah ikut campur! Lo bahkan cuma cewek miskin yang nebeng hidup ke Ryan. Hanya karena lo pacar dari temen Zio, lo pikir kasta lo langsung terangkat tinggi gitu? Lo bahkan bukan apa-apa dibanding gue!"

Shanin menatap Nirina. Pasti tidak enak dikata-katai seperti itu. Namun, tanpa sedikit pun tersinggung, Nirinya justru menunjukkan senyuman manis pada Shanin.

"Shanin, Zio udah nungguin." Nirina mengedipkan sebelah matanya pada Shanin dengan gaya yang centil.

Shanin terlihat bingung, meskipun begitu dia pun berlari keluar dan berhasil lolos dari teman Stella yang hendak mencegatnya.

"Beraninya lo!"

Nirina mendengkus dengan raut ramahnya yang kini susah lenyap kembali. "Sumpah ya, nggak ada banget sopan santun sama yang lebih tua. Padahal gue baru aja nyelametin kalian." Nirina berdecak kecil dia mengambil tisu lalu mengeringkan tangannya.

Sudut mata Nirina menangkap jika Stella berjalan mendekat. Nirina pun berbalik dengan cepat, menyilangkan lengan pada leher Stella lalu mendorongnya hingga mengenai tembok. Tangannya yang lain menjejalkan tisu bekas pada mulut Stella.

Untitled MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang