Anne keluar dari mobilnya. Suara ketukan dari heels-nya terdengar menggema mengikuti langkahnya tergesa-gesa. Raut wajah Anne adalah campuran dari panik juga kalut. Hal yang tidak terduga tiba-tiba terjadi. Kepalanya terasa terbentur karena harus menerima fakta besar yang tidak diperkirakan.
"Shanin?"
Anne memanggil keponakannya itu. Wajahnya menengok ke sana kemari memeriksa setiap ruangan di rumah yang besar itu.
"Kamu di mana?" Berkali-kali Anne membuka-tutup pintu, mencari keberadaan gadis itu.
"Di sini, Tante."
Anne berbalik dan mengikuti suara, dia pun menemukan Shanin yang baru saja menutup pintu perpustakaan di belakangnya. Wajahnya terlihat kebingungan mengetahui tantenya yang bisa ada di sini.
"Maaf, tadi Shanin ketiduran. Tante malah jauh-jauh ke sini, padahal bentar lagi Shanin juga pulang kok," jelas gadis itu dengan raut bersalah. Apalagi melihat Anne yang sepertinya kelelahan.
"Nggak papa, ini salah Tante juga karena pengen cepet-cepet tau."
Anne meraih kedua tangan Shanin lalu membawanya duduk pada kursi yang ada di lorong. Anne menatap keponakannya itu dengan serius.
"Apa yang terjadi antara kamu sama Zio?" tanyanya tanpa berbasa-basi.
Shanin pun tergagap, tidak siap akan pertanyaan mendadak itu. "Eu, itu." Shanin ragu untuk mengatakan jika Zio memaksanya untuk pacaran. Shanin takut Anne semakin kepikiran tentang dirinya terlalu jauh.
"Ini sebenarnya bisa dibilang kabar baik, tapi Tante nggak bisa setuju sepenuhnya."
Kening Shanin berkerut, sepertinya yang Anne maksud bukan tentang hubungan Shanin dan Zio. Yang hendak Shanin sembunyikan itu. "Shanin nggak ngerti." Gadis itu menggeleng kecil.
"Perusahaan keluarga Zio tiba-tiba mau investasi besar-besaran."
Shanin terlihat kaget.
Anne membasahi bibirnya dengan bingung. "Ini bisa jadi penyelamat kita, tapi Tante nggak tau apa motif mereka. Nggak mungkin tanpa tujuan, investasi ke perusahaan kita di kondisi sekarang itu punya resiko besar. Terlebih dari dulu pun papa kamu nggak pernah mau berurusan sama mereka."
Anne mencengkeram kepalanya. "Gimana kalau tujuan mereka buat hancurin kita, Nin? Tante rasa mustahil tiba-tiba mereka pengen bantu."
Shanin terdiam mencoba mencerna baik-baik segala informasi yang Anne utarakan itu.
Anne menunduk. Dia terlihat beberapa kali menarik napas. "Tante rasa keputusan kamu buat deket langsung ke Zio itu kurang tepat. Zio mungkin tau rencana kamu, dia marah dan nyoba hancurin kita. Perusahan kita kondisi butuh banget, kalau nolak mereka, mereka bakal ngira kita kurang ajar dan bisa aja labelin sebagai musuh. Kita yang udah compang-camping gampang buat dihancurin. Sementara kalau diterima pun, mereka justru punya kesempatan buat semakin hancurin kita dari dal--"
"Gimana kalau Zio emang niat ngebantu?" sela Shanin.
Anne terbungkam. Perlahan wajahnya kembali mendongak dan menatap pada Shanin. Sorot matanya penuh sekali pertanyaan.
Shanin membasahi bibirnya, tangannya meremas-remas gugup. "Sebenarnya Shanin pacaran sama Zio." Meski semula tak berniat membongkarnya pada Anne, tapi situasi sekarang sudah berubah.
Bibir Anne terbuka. Dia tidak bisa berkata-kata. Secara bertubi hari ini dia dihadapkan pada kekagetan yang besar.
"Zio mungkin beneran suka sama Shanin, makanya dia bantu dan--"
"Nin?" Anne memanggil gadis itu untuk menegaskan jika yang barusan dirinya dengar itu tidak benar.
"Ingat alasan kenapa kamu masuk ke kehidupan Zio dulu? Kenapa jadi senaif ini, Nin?" Suara Anne terdengar lebih merendah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled Memories
Teen FictionShanin kehilangan adiknya, satu-satunya keluarga yang dirinya punya. Hingga terkuak fakta jika adiknya ternyata bukan murni meninggal karena kecelakaan, tapi dibunuh! Sebuah bukti mengarah pada Zionathan, orang yang punya kuasa tinggi hingga mudah m...