Sora melempar ponselnya dengan kesal ke atas kasurnya. Dia baru saja mendapatkan foto dari seseorang tentang Zio dan Shanin yang berciuman di lobi apartemen. Dadanya terasa amat panas sekarang.
Padahal beberapa waktu ke belakang ini Sora berpikir jika semuanya baik-baik saja. Setelah dikeluarkan dari sekolah, orang tuanya menyuruh Sora fokus saja ke sekolah modeling. Selain karena di sana juga minat Sora, setelah kematian Seria, Sora pikir tidak akan ada benalu yang mendekati Zio. Sora merasa tenang
Siapa sangka dia justru orang yang kemungkinannya tidak pernah Sora pikirkan sedikit pun. Menyebalkannya sampai foto kedekatan mereka terekspos begini. Perasaan Sora terluka, egonya tertampari dengan kencang.
"Shanin, kenapa lo harus muncul sih?" Sora mengepalkan tangan kuat. Giginya merapat menahan marah.
"Tapi bagus sekarang wajah lo cacat. Luka itu nggak mungkin nggak ninggalin bekas. Itu emang yang pantes buat lo, Nin."
Sora duduk pada bangku riasnya. Ia menatap pantulan diri pada cermin oval di depannya. Tangannya menangkup kedua sisi pipinya.
"Liat Sora, lo cantik. Shanin yang udah cacat itu bukan hambatan lo. Cepat atau lambat Zio pasti buang dia. Zio nggak mungkin terus bertahan sama cewek cacat kayak gitu."
Sora menarik napas kemudian mengangguk pasti. Yakin jika Shanin akan tersingkir dan Zio pun menjadi miliknya.
Sora hendak mengambil botol serum begitu lampu di kamarnya tiba-tiba mati. Keadaan menjadi sangat gelap. Pekat hingga Sora tak bisa melihat apa pun.
"Ma, kan Sora udah bilang nggak suka lampunya dimatiin."
Sora kemudian menggerutu tidak jelas hingga dirinya sadar bahwa sekarang dirinya berada di apartemen, bukan di rumahnya. Sora secara spontan berbalik lalu melihat cahaya di celah pintunya. Di luar terang.
"Lampunya mati?" Sora menatap ke atas, masih ada bias-bias cahaya samar dari bola lampu di kamarnya itu.
Sora mendengkus kesal. "Kenapa sih dunia lagi seneng banget bikin gue kesel."
Sora mengingat-ingat di mana tadi dirinya meletakkan ponsel. Sora tidak suka tidur dengan lampu yang dimatikan, ia harus segera memanggil orang untuk menggantikan lampunya.
Prang!
Sora menahan umpatan. Dirinya tidak sengaja menjatuhkan botol serumnya. Cairan mahal itu pun harus terbuang dengan sia-sia.
"Kenapa gue sial banget sih? Ini gelap, kalo gue injak pecahan kacanya gimana." Sora mengurungkan niatnya, dia bahkan sedikit mengangkat kakinya agar tidak terkena pecahan kaca itu.
"Siapa pun, tolong kasih gue keajaiban," gumamnya dengan nada jengkel.
Srek!
Sora sontak menoleh begitu gorden jendelanya dibuka. Hanya lapisan tebalnya, lapisan tipisnya masih menghalangi jendela kacanya. Hanya saja lapisan tipis itu mampu membawa cahaya dari luar masuk dan menampilkan seseorang berjubah panjang dengan tudungnya yang menutupi kepala.
Sora berusaha tidak panik, meski dalam hatinya sudah sangat ketakutan. Harusnya dia cermat saat kamar ini menjadi gelap tadi. Tidak mungkin seluruh lampu di kamar ini habis masa pemakaian dalam jangka waktu bersamaan. Sora tidak perlu membuang waktu dengan berpikiran positif, orang itu jelas punya niat jahat padanya. Sora harus segera melarikan diri.
Keadaan yang tidak terlalu gelap membuat Sora kini bisa melihat, dia segera berlari dengan melewati kasur lalu menuju pada pintu kamarnya. Kakinya tertusuk pecahan kaca, tapi itu tidak lebih penting dari melarikan diri sekarang juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled Memories
Teen FictionShanin kehilangan adiknya, satu-satunya keluarga yang dirinya punya. Hingga terkuak fakta jika adiknya ternyata bukan murni meninggal karena kecelakaan, tapi dibunuh! Sebuah bukti mengarah pada Zionathan, orang yang punya kuasa tinggi hingga mudah m...