Shanin duduk termenung. TV di depannya sibuk berceloteh tanpa dirinya pedulikan. Pikirannya melambung jauh.
14 Agustus adalah hari di mana ibu Shanin dikabarkan meninggal. Tidak ada satu pun pihak yang menyebut kejadian itu sebagai pembunuhan. Diperiksa pun tidak. Mereka langsung mengkremasi ibunya dan semua bukti pun lenyap, tanpa sempat Shanin bersuara. Termasuk fakta jika ibunya itu meninggal pada tanggal 13 Agustus. Tanggal yang tadi Zio gunakan sebagai sandi pintunya.
"Maaf bikin lama nunggu."
Zio menghampiri Shanin lalu meletakan secangkir teh hangat di atas meja. Zio pun duduk di samping Shanin dengan posisi sedikit miring dan menatap gadis itu.
"Nggak papa," ucap Shanin seraya oleh menyunggingkan senyum. Hal yang tidak pernah dirinya lakukan pada Zio sebelumnya.
Zio terlihat senang. Dia mengusap pipi Shanin dengan punggung jarinya.
"Tanggal itu ...." Shanin menggantungkan ucapannya, terlalu berat baginya untuk menyebutkan.
"Aku janji, tanggal itu bakal terekspos ke dunia. Kamu bisa percaya aku."
Shanin menunduk, dia menggigit bibirnya yang bergetar sementara matanya mulai berkaca-kaca.
Keadilan atas ibunya yang sudah lama tenggelam tanpa ada satu pun orang yang sadar untuk memperjuangkannya.Zio menarik tubuh Shanin ke dalam pelukannya dan mengusap-usap rambut Shanin dengan lembut.
"Aku bakal lakuin segalanya buat kamu."
Shanin mulai membalas pelukan Zio tangannya sedikit meremas kaus yang pria itu kenakan.
"Kamu sekarang nggak sendiri. Kamu cukup ingat bahwa kamu punya aku. Hanya aku."
Shanin mengangguk-angguk dengan mulai terisak.
Yang tahu tentang tanggal itu hanya Shanin dan pembunuhnya.
"Jadi, kita bakal tangkap pembunuhnya?"
Zio tertawa renyah. "Kamu bahkan bisa pegang pembunuhnya sekuat yang kamu mau, dia nggak bakal lari."
Zio mengurai pelukannya. Matanya menatap Shanin dengan sayu. Mata yang berlinang air mata dengan sorot mata yang semula kosong kini mulai terlihat binar-binar harapan.
"Jangan nangis ya." Zio mengusap air mata Shanin. Gadis itu pun mengangguk-angguk dan sekuat tenaga menahan tangisanya.
"Cantik." Zio pun mengecup kening Shanin dengan lembut.
oOo
Nada menyemburkan air dalam mulutnya begitu melihat Zio dan Shanin yang melintas di hadapannya. Bagaimana dia tidak kaget, melihat Shanin yang semula membenci Zio setengah mati, dan penuh keterpaksaan di sisi pria itu kini terlihat nyaman-nyaman saja dalam rangkulan pria itu.
Shanin bahkan terlihat tersenyum kecil. Nada akui Shanin cantik dengan raut seperti itu, wajar jika Zio pun terobsesi pada dia. Tapi mengapa seseorang bisa berubah sedrastis itu hanya dengan waktu yang singkat?
Nada memukul-mukul kepalanya. Mungkin dirinya masih mengantuk hingga tidak bisa membedakan mana kenyataan dan mimpi. Namun, apa yang dirinya lihat sama sekali tidak berubah.
"Shanin beneran masuk ke dalam perangkap Zio."
oOo
Nirina memainkan sedotan pada minumannya. Dia menatap ke arah pintu masuk lalu jam di tangannya secara bergantian. Dia pun menghela napas lelah dan kembali memainkan sedotannya. Dirinya gusar.
"Sorry, saya telat," ucap Anne yang tergesa-gesa duduk di hadapan Nirina. Dia terlihat sedikit terengah-engah, pertanda jika pernyataannya tidak berbohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled Memories
Genç KurguShanin kehilangan adiknya, satu-satunya keluarga yang dirinya punya. Hingga terkuak fakta jika adiknya ternyata bukan murni meninggal karena kecelakaan, tapi dibunuh! Sebuah bukti mengarah pada Zionathan, orang yang punya kuasa tinggi hingga mudah m...