Shanin menggigit bibirnya untuk ke sekian kali. Dia mengambil gelas untuk kembali minum dan melegakan tenggorokannya yang terasa tidak benar dalam menyalurkan makanan. Entah benar begitu, atau pengaruh dari perasaannya.
Shanin menatap Zio. Pria itu makan dengan baik dengan raut yang terlihat nyaman. Dia tak terpengaruhi oleh ekspresi Shanin yang jelas menunjukkan perasaan buruknya.
"Nggak enak?" Zio membuka suara. Dia mengambil muffin lalu menyodorkannya pada Shanin. Mengganti menu gadis itu tanpa meminta persetujuan sama sekali.
"Mungkin ini lebih cocok buat lidah kamu."
Shanin meletakkan alat makannya, dia menggeleng kecil.
"Kenapa kamu invest?" tanya Shanin mengeluarkan kalimat yang mengganggunya sedari tadi. Entah sengaja agar Shanin yang memulai, Zio belum menyinggungnya sama sekali sedari tadi. Padahal dia yang bilang akan membahasnya.
"Nggak sabaran ternyata."
Zio ikut mengakhiri sesi makannya, dia mendongak. "Perusahaan kamu lagi kacau, sebagai pacar, apa salahnya bantu?"
Zio mengambil satu helai tisu lalu membersihkan bibir Shanin yang terkotori makanan. "Aku udah bilang, liat orang jatuh karena harapannya yang nggak sesuai itu seru."
"Harapan siapa yang kamu maksud?" Shanin menatap lurus pada Zio.
"Siapa aja yang pengen perusahaan kamu itu hancur, aku nggak pandang bulu kok." Zio tertawa kecil.
"Bisa aja itu kamu. Atau kalau bukan, artinya aku nolong kamu. Nggak ada yang buruk kok, tetap nguntungin dari keputusan aku itu."
"Lalu di masa depan, kamu bakal hancurin dan liat aku yang jatuh? Itu yang kamu maksud?" Rahang Shanin terlihat mengetat menahan marah.
"Aku cuma bercanda." Zio tertawa renyah. "Kenapa kamu anggap seserius itu. Alasannya karena aku pengen bantu kamu, sesederhana itu. Jadi, tolong diterima ya."
Shanin tidak bisa menjawab. Dia kembali mencoba mencerna semuanya. "Jadi, apa yang kamu inginkan?"
"Nggak ada. Karena pacar yang baik nggak perlu balasan."
Shanin mengerti, Zio ingin dirinya menjadi kekasih yang baik bagi pria itu.
oOo
Zio membawa Shanin entah ke mana. Mereka turun dari mobil lalu melangkah di jalan yang tidak terlalu lebar. Ada banyak pohon-pohon. Tidak terlalu ditata dengan baik, seperti sengaja tumbuh liar agar seperti alam pada mestinya. Atau memang ini bukan tempat yang dikelola. Shanin tidak yakin.Shanin masih fokus mengamati sekitar saat tangan Zio tiba-tiba meraihnya. Raut bingung Shanin tak bisa ditutupi apalagi saat Zio memasukan jemarinya ke sela-sela jemari Shanin. Mereka bertaut dengan begitu erat.
Shanin menatap Zio. Masih dengan tatapan bertanyanya. Zio memberi senyuman sebagai jawaban lalu membawa Shanin untuk melangkah lebih dalam pada tempat itu. Mungkin di sini Shanin memulai perannya sebagai pacar yang baik, seperti yang pria itu inginkan. Meski egonya tetap saja menentang.
Shanin menengok ke sana kemari. Mungkin ini sejenis hutan. Shanin mulai mengira-ngirakan hal buruk hingga matanya menangkap Nirina dan Ryan di kejauhan. Pasangan itu terlihat duduk di pinggir danau seraya memegangi pancingan.
"Mereka pasti udah banyak dapet ikannya."
Zio sedikit mempercepat langkahnya. Mau tak may Shanin pun berlari kecil untuk menyeimbangkan langkahnya.
"Hai, Shanin," sapa Nirina dengan lambaian kecil. Memakai pakaian biasa membuatnya terlihat seperti seumuran dengan yang lain. Pembawaannya yang ceria juga percaya diri itu sungguh mengagumkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled Memories
Teen FictionShanin kehilangan adiknya, satu-satunya keluarga yang dirinya punya. Hingga terkuak fakta jika adiknya ternyata bukan murni meninggal karena kecelakaan, tapi dibunuh! Sebuah bukti mengarah pada Zionathan, orang yang punya kuasa tinggi hingga mudah m...