23. Shanin

168 35 25
                                    

[Beberapa bulan yang lalu, hari kematian Seria]

"Snowy, kamu di mana?"

Shanin melirik sekitar, tubuhnya sedikit membungkuk-bungkuk mencari kucing gembul berwarna putih yang ikut dirinya bawa pulang ke rumah ini.

Shanin tinggal istirahat sebentar setelah mengusir semua pegawai di sini. Tadinya kucing itu bermain di ruang tengah, tapi sekarang malah hilang entah ke mana.

"Snowy mamam dulu yuk? Nanti Mami ajak main, tapi Snowy-nya harus kuat dulu."

Shanin terus mencari sembari menggoyangkan toples berisi makanan kucing kering. Biasanya kucing itu akan langsung datang jika mendengar suaranya.

"Apa dia tersesat ya?" Shanin menegakkan tubuhnya, merilekskan pinggangnya yang sedari tadi dibawa membungkuk untuk mencari di kolong-kolong.

"Harusnya aku nggak langsung lepas dia. Dia pasti bingung karena di tempat baru."

Shanin pun berjalan ke arah balkon. Mungkin dari atas jangkauan pandang Shanin meluas dan bisa menemukan kucing itu.

"Snowy?" panggil Shanin seraya menggoyang-goyangkan toplesnya. Shanin menatap setiap sudut di halamannya dan akhirnya menemukan kucing masih itu sedang bermain dengan tanaman.

"Snowy!" Shanin memanggil lebih kencang, kucing itu pun menoleh. Shanin menggoyangkan toples makanannya dengan semangat. Kucing itu pun segera berlari. Bisa dibilang Snowy itu obesitas. Hingga larinya tidak bisa sekencang kucing pada umumnya.

Shanin memasang senyum lebarnya. Menikmati pemandangan yang menggemaskan itu. Hingga tiba-tiba sebuah mobil menabrak kucing gembul yang tengah berlari itu.

Shanin terdiam mematung. Bisa Shanin lihat kucing putih itu kini berwarna merah dan kejang-kejang sebelum akhirnya terdiam kehilangan nyawa.

Shanin berkedip lalu tatapan yang semula cerianya hilang, terganti dengan tatapan yang kosong yang kelam.

Shanin membuka tutup toplesnya. Dia meraih beberapa keping makanan kucing itu lalu memakannya. Sementara itu tatapannya tidak terlepas dari dua orang yang kini menuruni mobil itu.

Seria dan seorang pria yang tidak Shanin kenal.

"Kucingnya mati."

Shanin bisa mendengar pria itu berucap. Dia berjongkok dan melihat Snowy yang mengenaskan itu.

"Nggak papa, kucing liar paling juga," ucap Seria dengan gestur yang cuek. Merasa tidak perlu untuk merasa bersalah.

"Mereka pacaran?" gumam Shanin seraya mengunyah makanan kucing itu.

"Nanti pembantu aku yang urus. Kamu pulang aja. Makasih karena udah nganterin."

Pria itu mengangguk sebelum masuk kembali pada mobilnya. Seria terlihat melambai mengiringi kepergian pria itu.

Melihat Seria yang mulai melangkah ke arah rumah, Shanin pun bergegas turun ke lantai satu, suara kakinya yang nyaring saat menuruni tangga mengambil perhatian Seria dan gadis itu pun mematung di tempat.

"Sha-Shanin ...." Gadis itu bergumam dengan tidak percaya.

"Hai!" sapa Shanin dengan penuh ceria. Dia melambai dengan heboh. Menghampiri Seria dengan langkah centilnya.

"Tara ... aku pulang." Shanin berputar di depan Seria. Dia bahkan melebarkan roknya.

Seria hanya mengernyit, apalagi saat Shanin mengunyah makanan kucing itu, dia berekspresi jijik.

"Mau?" tawar Shanin seraya menyodorkan toplesnya.

Seria terlihat hendak menepis, tapi Shanin lebih gesit menarik tangannya kembali, hingga Seria hanya menepis angin saja.

Untitled MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang