Terik mentari waktu siang tidak menyurutkan semangat seorang anak kecil untuk pulang sekolah. Anak berusia sepuluh tahun bernama Garvin Reviano.
Sejak memasuki masa sekolah banyak mendapatkan ledekan bahwa dia anak haram. Tapi dia tidak tahu mengenai arti panggilan tersebut.
Seragam Garvin sedikit kebesaran dengan ukuran tubuhnya. Tumbuh besar dalam tekanan kemiskinan membuat segala kebutuhan Garvin tidak terlalu tercukupi.
Dia sebagai anak kecil hanya memaklumi saja segala kesulitan yang dia terima selama ini.
Dengan langkah kaki kecil Ano panggilan akrabnya bersiul memandang segala hal.
Dari kejauhan dia melihat ada seorang anak kecil bersama kedua orangtuanya. Jujur dirinya amat iri menatap pemandangan tersebut.
Sejak bayi dia hanya tinggal di panti asuhan pinggir kota. Bahkan sekarang panti tersebut terancam akan bangkrut.
Semakin dekat dengan tempat tinggal dia selama ini semakin cepat juga dia melangkah. Baru saja Ano tiba disana sebuah tamparan mengenai pipi kurus Ano.
Kedua mata Ano berkaca-kaca mendapatkan perlakuan kasar dari sang pengurus panti.
"Kau lebih baik mencari uang saja!" pekik sang pengurus bernama Gea.
Wanita muda berumur sekitar dua puluh lima tahun mendorong tubuh kecil Ano. "Mengemis sana! Jangan pulang sebelum mendapatkan uang yang banyak!" ancam Gea.
"Ano lapar kakak. Boleh tidak aku makan dulu," ujar Ano meremat perut dia yang sejak kemarin belum terisi makanan apapun.
"Ck makanan habis! Maka dari itu lebih baik kau cari uang agar kita bisa membeli makan!" usir Gea.
"Ano ganti baju dulu," ujar Ano.
Anak kecil itu masuk ke dalam anehnya ada makanan di piring teman-teman panti dia. Sejak dulu perlakuan Ano dan anak panti lain sedikit berbeda. Entah apa kesalahan Ano hingga mendapatkan perlakuan seperti itu.
Dia menuju ke kamarnya untuk berganti baju. Hanya ada dua pasang baju tidak layak pakai untuk Ano. Anak kecil itu tidak mengeluh sama sekali. Malahan seringkali bersyukur atas semua yang dia dapatkan.
Selesai menggunakan baju dan celana yang sedikit longgar untuknya. Ano keluar dari kamar untuk memulai mencari uang.
Suara keributan anak-anak panti lain menghentikan kaki kecil Ano melangkah. Dia menatap dalam diam semua anak panti makan dengan sangat senang.
Merasa sudah cukup dia berlari pergi begitu saja untuk segera mencari uang demi makan.
Di sisi lain ada seorang pria dewasa dalam diam sebuah kuburan bertuliskan nama seseorang yang dia cintai. Dia mengelus batu nisan tersebut lantas menciumnya sebelum beranjak pergi.
"Bos meeting selanjutnya akan dilaksanakan beberapa menit lagi," ujar seorang pria dewasa yang nampaknya asisten pribadi sang pria berstatus bos.
"Aku akan salat dulu. Biarkan klien menunggu. Waktu dengan sang pencipta tidak bisa ditunda sama sekali," sahut sang bos.
Bos bernama Theodoro Marvin sosok pria dewasa yang sedang mengunjungi makam istri sang tercinta. Mendiang istrinya tiada saat kelahiran putra pertama dia, dan sang putra juga tiada beberapa jam kemudian.
Kehidupan Theo sangat monoton tidak ada cahaya kehidupan dalam dirinya. Sejak kehilangan sang istri bernama Nuri Aisyah sifat dia banyak berubah. Bahkan sudah terhitung lima tahun berlalu dia belum bisa melupakan mendiang sang istri sama sekali.
Meninggalkan area pemakaman dia pergi ke mobil pribadinya. Dia menyuruh sang supir untuk menuju masjid terdekat.
Theodoro merupakan seorang mualaf. Dia mempelajari islam sebelum mengenal sang istri. Sebelumnya Theodoro tidak mempercayai apapun bahkan tentang sang pencipta. Ketika dia mendengar suara adzan hati dia tergerak untuk mempelajarinya.
Pria berusia tiga puluh tahun itu sibuk menscroll tab dia. Tak terasa dia tiba di sebuah masjid terdekat. Baru saja sampai ada pemandangan yang membuat dia tertarik.
Seorang anak kecil kemungkinan berusia delapan tahun tengah memperhatikan orang salat. Theo menepuk pundak sang anak membuat dia sedikit terkejut.
"Kamu lucu juga ya," ujar Theo kepada anak kecil tersebut.
"Om jangan deket-deket Ano anak haram tahu," ujar sang anak kecil.
"Tidak ada anak haram di dunia ini," ujar Theo mengelus rambut anak itu.
Yah itu Ano sosok anak kecil itu memang sering melihat orang salat. Hanya saja dia tidak pernah melaksanakan dikarenakan pakaian dia sangat kotor.
"Kenapa di luar?" tanya Theo.
"Baju Ano kotor lihat." Tunjuk Ano kearah baju dia yang sangat kotor dan tidak layak pakai. "Gak boleh masuk ke dalem," jawab Ano polos.
"Mau ikut om salat?" tanya Theo.
"Aku gak tahu caranya," jawab Ano.
"Kedua orangtuamu tidak mengajarkan hal itu?" tanya Theo.
"Ano yatim piatu sejak bayi," jawab Ano.
"Maafkan om," ujar Theo merasa bersalah.
"Gak papa kok," sahut Ano.
Theo mengelus pipi Ano yang sedikit kotor dikarenakan debu. "Pipi kamu bengkak, kamu sakit gigi?" tanya Theo kepada Ano.
"Ano jatoh ke selokan," ujar Ano.
"Allah Subhana Wa Taala tidak suka dengan orang yang berbohong lho," ujar Theo.
"Allah siapa siapa?" tanya Ano.
"Dzat yang menciptakan om dan Ano," jawab Theo.
"Ano bisa melihatnya?" tanya Ano.
"Dia bisa dirasakan, tapi tidak bisa dilihat," sahut Theo.
Theo menjelaskan secara detail kepada Ano. Dia sedikit gemas akan tingkah anak kecil di depannya ini. Mungkin apabila dia memiliki seorang anak akan menjadi suatu hal menarik bagi kehidupan dia.
"Mau ikut salat bareng om?" tawar Theo kepada Ano.
"Ano disini saja," sahut Ano.
Theo mengelus rambut Ano dan pergi menuju tempat wudhu. Anak kecil itu diam saja membiarkan langkah kaki dia menjauh dari masjid.
Ano hanya singgah di masjid untuk berteduh sejenak sekaligus mengistirahatkan kaki dia. Kedua kaki Ano sangat kepanasan dikarenakan hanya dibungkus dua plastik. Dia tidak memilih sepasang sandal sama sekali.
Semua hasil jerih payah dia mencari uang harus disetorkan ke pengurus panti. Lebih anehnya dia tidak mendapatkan apapun. Pernah dia tidak memberikan uang miliknya berakhir dia disiksa habis-habisan.
Menahan rasa panas Ano mulai mengamen dengan suaranya bersama anak lain. Jujur saja dia iri melihat mereka menggunakan sebuah sendal sementara dia menggunakan plastik. Sepatu dia untuk sekolah menurutnya lebih baik begitu saja.
Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan agar penulis semakin bersemangat menulis
Sampai jumpa
Sabtu 29 Juni 2024
Cerita baruku tentang duda lagi semoga kalian suka ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah Untuk Ano
General FictionNot BL/Only Brothership. Ini hanya kisah ayah dan anak saja tidak lebih. Sejak dia bayi hingga berusia sepuluh tahun. Tidak ada sosok kedua orangtua mendampingi hidupnya. Seringkali dia dihina anak haram. Suatu hari seorang pria memberi dia sebuah a...