Shera mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Sebuah lagu mengalun pelan, menemaninya berjibaku dengan kemacetan ibu kota.
Jika bukan karena janjinya dengan Tiara di Bandung waktu itu. Ia pasti sudah menolak mentah-mentah untuk mendatangi rumah Rian seorang diri.
Kini saat akhirnya kendaraan roda empat itu berhasil masuk gerbang rumah Rian. Shera merapal ribuan doa dalam hati, agar tidak di pertemukan dengan lelaki itu.
Shera mencoba percaya pada pesan singkat dari Tiara, yang mengatakan kalau Rian hari ini ada kegiatan di kampusnya.
"Tante Sella..." Seru gadis kecil yang sudah menunggu di pelataran rumah itu sembari berlari ke arah Shera yang baru turun dari mobilnya.
"Haloo... Apa kabar Cilla?" Tanya Shera yang spontan berjongkok menerima pelukan hangat gadis kecil di hadapannya.
"Cilla udah bisa nyanyi 'aku anak mandili' loh, Tante..." Pamernya ke arah Shera dengan wajah menggemaskan.
"Oh ya?! Wah... Hebat dong..." Sambut Shera yang memilih membawa Cilla ke dalam gendongannya.
"Nanti dengelin aku nyanyi ya... Kalna aku anak mandili... Mandili... Gitu pokoknya..." Lanjut Cilla menyanyikan sepenggal syair lagu itu. Shera terkekeh sembari mencubit pipi gembul Cilla yang berseri-seri.
"Hai... Gimana kabarnya?" Tiara memeluk Shera dengan lembut setelah Cilla turun dari gendongan gadis itu. Lalu Tiara membawa Shera bercengkrama di ruang tengah.
"Mama lagi sibuk arisan nih... Suami gue lagi keluar kota sama Papah... Jadinya gue cuma bertiga sama Jeno dan Cilla doang." Ucap Tiara, Shera hanya tertawa kecil mendengarkan curahan hati calon kakak iparnya itu dengan sesekali menjahili Jeno di gendongan Tiara.
"Tapi lagi gak sibuk kan kalau gue ajak shoping bareng..." Tanya Tiara memastikan.
"Santai Kak... Gue udah beres UTSnya. Jadi bisalah refreshing..." Ujar Shera jujur.
"Tapi sorry kalau bakal gue repotin kalau-kalau Cilla rewel..." Ucap Tiara lagi.
"Ih, gapapa kali kak. Malah seru tau! Ya kan, Cill..." Jawab Shera sembari menjahili Cilla yang terkekeh senang di pangkuan Shera.
"Ya udah... Ayok!" Ucap Tiara yang di setujui Shera.
****
Rian menghembuskan asap nikotinnya ke udara. Dia sedang duduk seorang diri di sudut rooftop gedung kampusnya. Lelaki itu tampak sibuk menggulir gawainya. Meneliti satu persatu kenangannya bersama Bianca, lalu menghapusnya.
Ingatan Rian berlari pada kejadian beberapa hari yang lalu di rumah Shera.
"Om... Saya benar-benar meminta maaf. Tapi saya ingin memperjuangkan Shera..." Ucap Rian penuh harap.
Meskipun harus mendapatkan label buruk dari kedua orang tua Shera. Rian memilih jujur mengatakan seluruh kesalahannya kepada mereka. Setelah kesekian hari ia tak pernah berhasil menemui Shera.
Gadis itu selalu berhasil menghindarinya.
"Om tau... Marah dan kecewa yang kamu lakukan itu wajar, Rian. Kamu tidak benar-benar bersalah di situasi ini..." Ucap Papa Shera sembari menatap langit-langit rumahnya setelah mendengar penjelasan Rian.
"Sebelum kamu meminta maaf dengan Shera... Kami selaku orang tua Shera juga minta maaf... Karena kita telah menempatkan kamu di waktu yang salah dengan melegalkan sebuah hubungan dengan Shera putri kami..." Lanjut Papa Shera. Rian hanya diam, tak tahu harus menanggapi bagaimana.
"Tapi Rian... Shera adalah putri kami yang sangat berharga. Jadi, saat kamu dengan terang-terangan menyakiti dia dengan tuduhan tak beralasan artinya kamu juga menyakiti kami..." Ucap Papa Shera lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
WEDDING IMPOSSIBLE
Romance"Gak boleh nyerah! Kalau gagal harus maksa buat jadian! Nangis hanya milik cewek-cewek lemah!" Shera Khanza "Loe bisa berhenti gangguin gue gak sih?! Gue gak akan pernah putus sama Bianca! Gue harap pertunangan kita gak pernah terjadi!" Rian Pratama