Gengsi Amat!

896 127 42
                                    

Shera merebahkan tubuhnya dengan perlahan setelah menyelesaikan kegiatan skincare routine-nya. Ia membenamkan diri di kasur yang empuk setelah melewati hari yang panjang.

Entah mengapa tetiba dia merasakan campur aduk dalam pikirannya. Bayangan Rian yang akhir-akhir ini berubah sikap, menjadi lebih posesif, menghantui benaknya.

Sejujurnya, ada sebersit rasa senang ketika Rian menunjukkan perhatian yang lebih terhadap dirinya. Akan tetapi di sisi lain, Shera tak bisa mengabaikan ketakutannya akan kemungkinan kehilangan. Shera masih meyakini kenangan Rian tentang Bianca, mantan yang masih menyisakan jejak di hati lelaki itu, selalu berhasil membuatnya merasa cemas.

"Arrghh... Gatau, jadi sebel gini sih!" Seru Shera mengacak rambutnya.

Lalu ia meneguk segelas air dingin dari gelas yang ada di nakas samping tempat tidurnya. Saat Shera mencoba meredakan pikirannya, ucapan Sean di mall kembali terlintas di benaknya.

"Loe gak mau ambil beasiswa LDPP ini? Fully funded loh!" Ucap Sean, yang menawarkan kesempatan kuliah S2 kepada Shera. Pertanyaan ini berhasil membuat gadis itu merenung lebih dalam.

"Gue tau, loe sama Rian emang udah memutuskan buat lanjut. Tapi kan gak ada salahnya buat tetep ambil kuliah lagi. Menikah gak bakal menghentikan buat loe kejar impian." Lanjut Sean memberi jalan tengah.

Gadis  itu tersenyum, Shera tahu bahwa kesempatan tersebut bisa menjadi jalan untuk meraih cita-citanya, tetapi dia juga tahu bahwa keputusan itu akan mempengaruhi banyak hal dalam hidupnya.

Dengan berusaha untuk menenangkan pikirannya, Shera menutup matanya dan membayangkan masa depannya.

Di satu sisi, dia menginginkan hubungan yang stabil dan penuh cinta dengan Rian. Namun disisi lai, dia juga merindukan kesempatan untuk berkembang secara pribadi dan profesional. Mungkin, keputusan yang harus diambil bukan hanya tentang memilih antara cinta dan karier, tetapi tentang bagaimana menyeimbangkan hidupnya yang penuh tantangan.

****

Rian duduk di ruangannya yang gelap, menatap foto Shera yang dia ambil diam-diam beberapa waktu lalu. Foto itu menampilkan senyum cerah Shera. Rian ikut menyunggingkan senyumnya, seolah muncul sebersit harapan untuk bisa bersama Shera seumur hidup.

Namun, tiba-tiba pikirannya kembali melayang ke Bianca, gadis yang pernah mengisi hari-harinya. Dia bertanya-tanya di mana Bianca sekarang dan apa yang sebenarnya terjadi padanya.

"Ck. Gue kenapa sih?!" Seru Rian frustasi. Setiap kali dia mencoba untuk fokus pada hubungannya dengan Shera, bayangan Bianca terus menghantui. Setiap kali dia berusaha untuk menetapkan komitmen, dia dihadapkan pada rasa ragu dan ketidakpastian.

Rian juga meragu dengan sikap Shera yang sering kali terlihat menolaknya. Seolah kehadirannya hanyalah angin lalu, membuat Rian semakin sulit untuk mengetahui perasaan Shera.

Rian merasa terjebak di antara keinginan untuk melangkah maju dengan Shera dan ketidakmampuannya untuk sepenuhnya melepaskan masa lalu.

"Ya Tuhan... Gue harus gimana, sih?! Ah elah..." Gumamnya lagi. Entah mengapa segala ketidakpastian ini membuatnya ingin mencari kepastian, tetapi sikap Shera yang selalu menolak untuk membahas masalah secara mendalam membuatnya semakin frustrasi.

Rian tahu dia perlu keputusan yang jelas, namun situasi yang penuh emosi ini membuatnya semakin bingung dan kesulitan untuk melangkah maju.

"Gue perlu validasi deh!" gumamnya pada diri sendiri. Rian mengambil gawainya, lalu secepatnya menekan nomor Shera, ada perasaan tidak yakin gadis itu akan menyambut panggilannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WEDDING IMPOSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang