Part 6

240 14 1
                                    

Saat ini Kevin berada di perpustakaan, tempat yang sebenarnya jarang ia kunjungi tapi mengingat pertengkarannya dengan Michie kemarin semakin memotivasi Kevin untuk segera menyelesaikan skripsinya.

"Hai Kevin."

Kevin menoleh ke arah samping kanannya.

"Hai juga Anin." sapa Kevin lalu ia kembali fokus pada laptopnya.

Anin merasa kesal saat Kevin mengacuhkannya, ia sengaja menyandarkan kepalanya di bahu Kevin.

"Berat Nin."

"Biasanya juga gapapa kalo aku nyender gini."

"Tapi aku lagi ngetik Nin."

Karena kesal, Anin langsung mengangkat kepalanya dari bahu Kevin.

"Nyebelin banget sih! kamu berubah tau gak?!" kesal Anin.

"Oh ya?"

Hanya itu yang keluar dari mulut Kevin tanpa ia berniat melirik Anin sedikitpun.

"Hiks..."

Kevin langsung menghentikan aktivitasnya dan memiringkan badannya menghadap Anin.

"Kamu kok nangis?" tanya Kevin bingung.

"Kamu masih nanya aku kenapa nangis?!"

Kevin kaget dan melirik ke orang-orang di sekitarnya yang terlihat memandangi mereka berdua dengan tatapan kesal karena terganggu teriakan Anin.

Kevin menghela nafas lalu membereskan barang-barangnya dan menarik tangan Anin keluar dari perpustakaan.

"Duduk sini."

Suruh Kevin pada Anin saat mereka sampai di salah satu bangku taman kampus. Anin menurut lalu duduk di bangku itu disusul Kevin yang duduk di sebelahnya.

"Kamu kok diem sih?" tanya Anin dengan nada kesal saat Kevin hanya memandangnya tanpa berkata atau melakukan apapun.

"Emangnya kamu berharap aku mau ngapain?" tanya Kevin dengan tampang tak berdosanya.

"Memangnya tujuan kamu bawa ke sini untuk apa?" tanya Anin yang sudah sangat geram dengan ketidakpekaan mantannya itu.

"Nemenin kamu nangis, kalo kamu nangis di perpus kamu pasti dimarahi banyak orang, makanya aku bawa kamu kesini supaya kamu lebih leluasa nangisnya." jawab Kevin polos.

Anin menghentak-hentakkan kakinya kesal, marah dan gemas bercampur jadi satu. Ia lupa kalo mantan pacarnya itu benar-benar polos dan sangat tidak peka, tapi justru itu yang sangat ia suka dari Kevin.

"Kamu kenapa sebenarnya?" tanya Kevin dengan nada lembutnya sambil mengelus pelan rambut Anin.

Anin menatap wajah tampan Kevin, ia sungguh sangat merindukan sikap perhatian Kevin yang seperti ini.

"Aku kangen kamu Vin." lirih Anin.

"Sekarang aku kan di depan kamu, berarti kangennya udah terobati dong." jawab Kevin.

Anin cemberut sambil menggelengkan kepalanya.

"Belum." ucap Anin dengan nada yang sengaja ia buat manja.

"Terus aku harus ngapain?" tanya Kevin.

"Peluk aku, baru kangennya hilang." rengek Anin, Kevin terkekeh pelan.

"Gak boleh Nin, aku udah punya istri jadi gak boleh peluk-peluk cewe lain apalagi kalo itu mantanku sendiri, dosa itu namanya."

"Ck, kenapa sih kamu harus nikah secepat ini, bahkan kamu tega putusin aku cuman buat nikah sama cewe itu." gerutu Anin.

Kevin terdiam, ia tak mungkin memberitahu Anin kejadian yang sebenarnya.

Sebenarnya ia pun tak tega dan merasa jahat pada Anin, bahkan perasaannya ketika berdekatan dengan Anin saat ini sepertinya belum berubah sedikitpun tapi ia juga tak menyangkal sedikitpun kalo wajah Michie mulai sering terbayang di benaknya.

"Aku hanya merasa dia benar-benar jodoh yang dikirim Tuhan untukku dan aku rasa kamu akan menemukan pria yang lebih baik dari aku. Aku sayang kamu Anin."

"Kalo sayang sama aku, kenapa kamu malah nikah sama cewe lain?"

Anin kembali menangis. Kali ini Kevin terdiam, ia hanya menunduk tak berani menatap wajah Anin yang menangis.

Anin menghela nafas lelah lalu menyerahkan kartu undangan pada Kevin.

"Nanti malam ada acara ulang tahun aku, aku harap kamu datang Vin."

"Aku pasti datang." ucap Kevin dengan mantap.

"Tapi, kamu gak boleh bawa istri kamu." tegas Anin.

"Kenapa?"

"Pokonya gak boleh!"

Kevin mengangguk membuat Anin tersenyum lebar lalu pergi meninggalkan Kevin.

"Yesss, makan malam tanpa lihat wajah jutek papa mertua!!"










To Be Continue.....

Cinta Luar Biasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang