Part 48

159 17 3
                                    

Cinta itu bukan sesuatu yang dapat digenggam atau dilepaskan seenaknya, walaupun cinta itu datang secara tiba tiba tapi bukan berarti ia bisa pergi dengan mudahnya.

Seperti yang saat ini dirasakan Michie, bukan hal mudah untuknya melepaskan cinta pertama yang sangat berkesan dihatinya bahkan cinta itu kini telah melahirkan seorang putri cantik, buah cintanya dengan si cinta pertama.

"Maafkan mama ya Gempi, harusnya kamu bisa melihat ayahmu, seandainya dulu mama dan ayahmu bisa menahan nafsu kamu pasti bisa bahagia dengan keluarga yang utuh."

Alya mengepalkan kedua tangannya, ia yang melihat Michie dibalik celah pintu sudah sangat geram mendengar apa yang Michie katakan seolah olah ia hanya berjuang sendirian membesarkan Gempi.

Alya yang sudah tak tahan lagi hendak membuka pintu kamar Michie, tapi Kevin langsung menahannya dan menuntun Alya menjauhi kamar Michie.

"Apa kamu gak dengar tadi? Michie benar benar keterlaluan Vin."

"Engga kak, aku yang keterlaluan."

Alya menatap tak percaya pada lelaki yang lebih muda darinya itu, ia tak habis pikir dengan cara kerja otak Kevin, bagaimana bisa dia menyalahkan dirinya sendiri sedangkan hatinya kini benar benar terluka.

Aldi langsung berdiri dari duduknya saat melihat Kevin dan Alya berjalan ke arahnya.

"Bagaimana? apa Michie masih marah?" Alya langsung menatap tajam Aldi.

"Pertanyaan lo seolah olah ini semua bukan lo penyebabnya. Dasar goblok." Aldi langsung menunduk, ia sadar karena memang ini ulahnya.

"Maaf." hanya kata itu yang saat ini mampu ia ucapkan.

"Antar aku ketemu kak Adel." ucap Kevin, Alya langsung mengangguk.

"Tunggu sebentar."

Dengan langkah yang pincang, Kevin berjalan menuju meja telpon yang terdapat sebuah notebook, ia menulis beberapa kalimat disana sebelum akhirnya ia berjalan keluar rumah diikuti Aldi yang berjalan di belakangnya.

Alya yang merasa penasaran langsung mendekati dan membaca tulisan Kevin itu.

"Gue harap lo gak menyesal Chie."





Baru saja Kevin membuka pintu, aroma obat obatan langsung tercium ke hidungnya.

Ia benci bau seperti ini, terlebih lagi pada kondisi seseorang yang kini masih betah tertidur dengan peralatan medis sebagai penopang hidupnya.

Kevin membungkukkan sedikit badannya agar ia bisa melihat dengan jelas kondisi Adel walaupun ia tau Adel dalam keadaan jauh dari kata baik.

"Aku disini kak, jadi bangunlah kak." ucap Kevin dengan lirih, dadanya benar benar terasa sesak.

Alya masih setia mengelus punggung Kevin, berharap itu bisa mengurangi kesedihan lelaki yang dicintainya ini.

"Ya, obati dulu luka Kevin." bisik Aldi pada Alya.

Alya tersenyum tipis, ia tau Aldi masih merasa bersalah. Sekeras apapun Aldi, Alya tau kalo sahabatnya itu adalah orang yang berhati lembut.

"Kevin, aku obati luka kamu dulu ya."

Kevin menggeleng lemah, ia masih betah menatap Adel yang masih enggan membuka matanya. Alya menarik pelan tangan Kevin agar Kevin melihat padanya.

"Jangan keras kepala deh, luka kamu itu harus..."

"Kak, aku laper."

Alya menghela nafas kasar, mau tak mau ia harus menuruti bocah tampan di hadapannya ini, apalagi saat Kevin menunjukkan tampang memelas di hadapannya.

"Yaudah, aku beliin kamu makan."

"Aku ikut." Kevin merengek sambil menarik narik jas dokter yang dipakai Alya, membuat Aldi langsung menatap jijik Kevin.

"Iya iya kamu boleh ikut." Alya tersenyum gemas melihat Kevin.

"Aldi, tolong lo jagain Adel, kalo ada apa apa panggil suster aja."








To Be Continue.....

Cinta Luar Biasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang