Bab 14

3K 118 6
                                    

"Ay.. aku nggak mau cerai dari kamu. Apalagi nanti ada anak aku.. anak kita."

"Aku yang mau cerai. Kamu nggak mau, itu terserah kamu. Yang pasti kamu HARUS tandatangan surat cerai itu setelah anak ini lahir."

"Kamu nggak kasihan sama anak kita? Nanti dia cari aku gimana?" Ayra menatap Adrian dengan kesal.

"Kamu ngomong gitu harusnya mikir. Siapa yang buat ini terjadi? Siapa yang buat anak aku nggak punya Ayah?"

"Ayra, berapa kali aku harus bilang kalau kamu salah paham."

"Aku nggak butuh penjelasan. Aku mau cerai!" Ucap Ayra dengan menggebu.

Dia benar-benar marah kepada Adrian dan kembali mengusirnya sama seperti sebelum-sebelumnya.

"Keluar.. aku nggak butuh kamu. KELUAR!" Teriak Ayra.

Setelah teriakan itu, perut Ayra tiba-tiba terasa sakit. Bahkan dia sampai mengerang kesakitan sambil memegang perutnya.

Adrian langsung menghampiri dan membantu Ayra duduk di kursi.

"Kenapa, Ay? Apanya yang sakit?" Tanya Adrian khawatir.

Lagi, untuk kesekian kalinya, Ayra menepis tangan Adrian agar tidak menyentuhnya.

"Aku nggak mau lihat kamu." Adrian mendengus kesal.

"AYRA." Panggilnya lantang, membuat Ayra sempat terlonjak karena kaget dengan suara tinggi Adrian yang baru pertama kali didengarnya.

"Jangan egois. Kamu lagi mengandung anak kita di dalam perut kamu." Ayra terdiam tapi wajahnya masih terlihat sama kesalnya.

Perutnya kembali terasa sakit yang membuatnya merintih. Tangan Ayra menggenggam erat tangan Adrian.

"Sakit lagi?" Ayra mengangguk.

"Kita ke dokter sekarang. JANGAN PROTES!" Ucap Adrian lebih tegas.

Dia takut terjadi hal yang tidak diinginkan pada Istri dan calon anaknya. Adrian langsung memesan taksi dan pergi ke dokter kandungan Ayra.

"Gimana keadaan istri dan anak saya, dok?" Tanya Adrian saat sudah berada di ruang praktek dokter kandungan Ayra.

Dia tak henti mengusap punggung Ayra agar istrinya merasa nyaman.

"Tadi hanya kontraksi palsu. Tidak apa. Tapi kalau bisa tolong jangan sampai stres. Kasihan nanti calon bayinya lahir sebelum waktunya. Bobotnya pun masih kurang sedikit lagi. Si Ibu harus mulai dibanyakin lagi asupan sayur dan buahnya." Jelas Dokter.

Setelah penjelasan panjang lebar dari sang dokter, Adrian dan Ayra kembali pulang ke apartemen. Ayra yang sudah diduduki di tepi kasur hanya diam. Sejak dari dokter dia tidak berbicara sama sekali.

"Kamu mau makan?" Tawar Adrian. Ayra menggeleng.

"Tadi kan kata dokter harus banyakin makan sayur. Aku beliin makanan ajah ya?" Ayra kembali menggeleng.

"Maaf kalau kamu jadi stress gara-gara aku, Ay." Adrian menghela nafas agak panjang.

"Tapi setidaknya aku mau kamu sehat, biar kamu lahirin anak kita sehat juga. Kalau kamu bisa jaga kehamilan kamu tanpa aku disisimu.. aku.. akan turuti permintaanmu." Mereka berdua saling menatap.

"Aku akan ceraikan kamu setelah anak kita lahir."

***

"Kamu nggak nemenin istri kamu di apartemen?"

Adrian baru saja tiba dirumah orang tuanya dengan lesu. Ibunya yang melihat kedatangan Adrian malam-malam langsung bertanya.

Pasalnya dia tahu kalau anaknya sedang berusaha mendekati istrinya kembali, apalagi saat ini sedang hamil besar. Adrian menggeleng.

Love ExpiredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang