Sejak ingatan Jaemin perlahan mulai pulih, sikap pemuda itu kembali berubah. Bukan mencari perhatian tapi menjauh, menatap ketiga pria itu dengan tatapan takut.Membuat pria tampan berusia empat puluh sembilan tahun itu menghela nafas, Jaemin tak mau dekat dengannya. Meski makan malam ikut bergabung, tapi pemuda manis itu memilih menjauh duduknya.
Bukan hanya Siwon, tapi Sehun dan Jaehyun pun sama. Jaemin sering kali mengatakan ingin bertemu keluarga Minho, entah itu bermain atau menginap tapi Siwon tak pernah mengijinkan.
"Nana mau bibu!" Teriak Jaemin, pemuda manis itu menatap Siwon dengan tatapan tajam.
Tapi Siwon menatap Jaemin dengan tersenyum tipis, menggemaskan sekali.
"Berhenti tersenyum, ayah jelek! Nana benci ayah!"
Raut wajah Siwon berubah, pria itu menatap Jaemin dengan tatapan yang sulit diartikan.
Menjalan mendekat membuat Jaemin meneguk ludahnya kasar juga memundurkan langkahnya, takut.
"Menjauh." Ucap Jaemin, pemuda manis itu benar-benar takut.
Padahal sudah menjadi rencananya, tapi kenapa ia malah takut sendiri?
Manusiawi, batin Jaemin.
"Akh!"
Jaemin memejamkan matanya saat dirasa tubuhnya akan jatuh, tapi ia juga merasakan ada tangan yang memegang pinggangnya.
"Kau tak apa?" Tanya Siwon, Jaemin membuka matanya.
Menggeleng pelan, berusaha melepaskan tangan Siwon yang berada di pinggangnya. Sekuat tenaga, tapi tenaga ayahnya itu benar-benar kuat.
Jaemin pasrah, mau bagaimana lagi?
Membiarkan Siwon menggendongnya dan berjalan entah kemana, sementara dirinya menaruh kepalanya pada bahu Siwon dengan wajah cemberut.
Bahkan sampai Siwon duduk pun Jaemin tak bergerak, pemuda manis itu benar-benar kesal.
Kenapa tidak boleh bertemu dengan Taemin dan Jungwoo? Jaemin ingin main, kalau bermain dengan Sehun dan Jaehyun itu tidak menyenangkan.
Jaemin bermain atau menonton kartun sendiri sementara mereka sibuk dengan kerjaan masing-masing, di tambah Jaehyun yang baru saja memegang perusahaan sang ayah setelah lulus kuliah.
Tidak menyenangkan, membosankan sekali.
Bermain dengan Siwon pun sama saja, harus berada di pangkuan sang ayah sementara dirinya sudah sangat amat bosan.
Pemuda manis itu diam, hingga sedikit ide yang muncul. Menatap sang ayah membuat yang di tatapan bingung.
"Ayah." Siwon berdehem pelan, tangannya terulur merapihkan surai Jaemin.
"Di mana Minjae?" Tanya Jaemin membuat Siwon menghentikan acara mengusap surai Jaemin.
"Ruang bawah tanah." Jawab Siwon.
"Kapan Minjae akan keluar? Ini sudah terhitung 3 hari, ayah." Tanya Jaemin lagi.
"2 hari lagi."
"Lama sekali, kasihan Minjae."
"Itu hukuman untuknya."
Jaemin mengangguk pelan.
"Nana menginginkan sesuatu, ayah mau menurutinya tidak?"
"Tentu."
Jaemin tersenyum senang.
"Nana mau ayah menyelesaikan hukuman pada Minjae, boleh?"
"Kenapa?"
"Kasihan, Nana tidak mau Minjae merasakan sakit di punggung bekas cambukan. Itu sakit sekali ayah, dulu nana menangis dan tak bisa tertidur karena merasakan perih." Jawab Jaemin, menatap Siwon dengan tatapan sendu.
Siwon mengalihkan pandangannya, apa Jaemin sering menangis dan tak bisa tertidur? Kenapa Siwon tak tahu?
Karena yang Siwon lihat, anak itu tampak ceria. Selalu tersenyum bahkan saat mereka memarahi, membentak atau tak sengaja bermain tangan.
Jawaban Jaemin selalu sama, katanya tak apa-apa. Selalu seperti itu, ia tak pernah melihat raut wajah Jaemin yang lain selain tersenyum manis kearahnya.
Pria tampan itu menarik Jaemin ke dalam pelukannya, mengusap punggung Jaemin dan mengecup kening anaknya beberapa kali.
Rasa bersalah terus ada membuat Siwon merasakan sakit setiap mengingat, jika dulu hanya senyum yang Jaemin berikan. Sekarang berbeda, anak itu memasang raut apapun sesuai dengan apa yang ia rasakan.
"Ayah sesak!" Marah Jaemin, memukul dada Siwon beberapa kali membuat Siwon sedikit merenggangkan pelukan mereka.
"Nana tidak mau dengan ayah!"
Jaemin bangkit, pemuda manis itu berlari kecil menuju kamar setelah meminta susu pada maid.
Siwon melihat itu menggelengkan kepalanya, tersenyum tipis menatap punggung Jaemin yang menjauh.
"Jangan lari." Ucap Sehun saat melihat Jaemin yang berlari menaiki tangga.
Jaemin menghentikan langkahnya, kemudian berjalan tanpa menatap kearah Sehun membuat pria tampan berusia dua puluh lima tahun itu menatapnya bingung.
Karena kesal, pria itu menggendong Jaemin yang tentu saja membuat pemuda manis itu memekik pelan.
"Nana mau ke kamar, turunkan nana!"
"Tidak."
"Huaaaaaaaaa."
"Berisik."
Jaemin menatap Sehun marah, menepuk bahu pria tampan itu beberapa kali.
"Tak terasa, seperti di pukul bayi."
"ABANG!"
Jaemin cemberut, pemuda manis itu kesal bahkan kembali menangis kecil.
Sehun turun di tangga terakhir bertepatan dengan salah satu maid yang membawa susu, maid itu langsung memberikannya pada Sehun.
Karena Jaemin masih menangis, pria tampan itu langsung menyumpal mulutnya dan tangisan itu mereda.
Jaemin langsung diam, bahkan tak menyadari jika Sehun berjalan keluar rumah dan masuk ke dalam mobil.
Jaemin mendongak menatap Sehun, melepaskan dot nya.
"Mau kemana?"
"Minimarket." Jaemin mengangguk dan kembali meminum susu.
Di dalam minimarket Jaemin membeli apapun yang pemuda manis itu mau, hampir membeli semua satu persatu kalau saja ia sadar jika troli yang ia dorong sudah penuh.
"Sudah?" Tanya Sehun, Jaemin mengangguk.
Membiarkan Sehun mendorong troli sementara dirinya mengikuti dari belakang dengan senyum manis, senang karena membeli banyak sekali cemilan yang ingin coba juga beberapa susu dan minuman.
Tak lupa mengambil untuk anggota keluarganya, tenang saja sudah Jaemin beli kan.
Maksudnya Jaemin ambilkan karena yang membayar semua itu Sehun.
...
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
transmigrasi nana [✓]
FanficHuang Jaemin, pemuda manis yang tak sengaja tertidur setelah pulang sekolah tiba-tiba saja bangun di dalam kamar yang tak Jaemin tau milik siapa. [⚠️ Mengandung unsur bxb/BL]