28. Murah dan mahal

320 28 6
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sean, maaf ya ngerepotin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sean, maaf ya ngerepotin.." ucap Wuri yang kini sudah berpenampilan cantik sambil menenteng tas ditangan kirinya.

Sean mengangguk dan tersenyum ramah seperti biasanya.

Iya, ini sangat merepotkan. Batin Sean menangis.

"Nggeh.. Tidak merepotkan kok mbah Wuri.." ucapnya halus.

Wuri tersenyum.
"Tidak keberatan kan menemani cucu gantengku di rumah??"

Sean tersenyum karir kali ini, diiringi kekehan halus. Lelaki manis itu mengangguk sopan.
Tentu saja dia sangat keberatan. Tapi mana bisa ia menolak???
"Nggeh.. Tidak sama sekali mbah wuri. Saya malah sangat senang."

Bohong! Itu bohong. Batinnya menjerit.

Wuri tersenyum senang. Bersyukur karena Sean sangat peduli pada cucu kesayangannya. Wuri memang memilih orang yang tepat.
"Terima kasih ya, Sean."

Mbak Yun datang dengan satu tas besar ditangannya, kemudian mengangguk tersenyum kepada Sean.
"Mari, mas Sean.." sapanya lembut.

Alis Sean naik dengan mata membulat.
"Mbak yun ikut toh?" tanyanya yang diangguki wanita itu.

Wuri menepuk bahu Sean gemas.
"Ya jelas ikut to Sean.." Wuri menggeleng.

"Masuk saja Sean, kamu belum sarapan, kan?"

Sean mengangguk sopan.
"Nggeh.. Hati-hati mbah.."

"Iya.. Sana masuk. Bangunin Yibo."

Setelah kepergian Wuri, Sean masuk ke dalam rumah dengan perasaan berat. Bukan apa-apa, hanya saja ia masih enggan berdekatan dengan Yibo.
Bocah puber itu benar-benar mengerikan di mata Sean.
Ia sampai bergidik jika mengingatnya.

Sean masuk ke kamar Yibo. Tapi lelaki itu tak menemukannya di atas tempat tidur. Yang berarti cucu tersayang itu sudah bangun.

Sean duduk sambil memainkan ponselnya. Hingga tak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka. Menampilkan sosok lelaki dengan tubuh basah tersenyum miring ke arahnya.
"Oma sudah berangkat?" tanyanya sambil berjalan menuju lemari pakaian.

"Sudah." jawab Sean tak acuh dan kembali fokus pada ponselnya. Tapi siluet orang lain di dalam kamar itu menggoyahkan fokusnya dari ponsel. Lelaki itu menoleh, hingga detik berikutnya ia menyesal.

"Mataku yang suci." gumamnya.

Yibo yang mendengarnya mendecih.
"Kau menunggu di kamarku bukannya memang menanti momen ini?" cibir Yibo yang tengah mengobrak-abrik isi lemarinya. Ia tengah mencari celana dalam miliknya yang entah terselip di mana.
"Bantuin."

"Apa?" tanya Sean yang matanya bergerak kesana kemari. Melihat apa saja, asal tak melihat Yibo yang tak tahu malu itu.

"Ck! Cepat kesini."

"Pakai handuk dulu gitu, Mas.. Pantatnya kelihatan itu.." tegur Sean yang tak digubris Yibo sama sekali.
Yang ada lelaki itu malah menghadap ke arah Sean tanpa tahu malu. Membuat Sean yang melihatnya tersedak ludahnya sendiri saking terkejutnya.

Kalau wanita naked sih, Sean sudah biasa. Sangat terbiasa malah. Tapi kalau cowok naked?? Itu pertama kali untuk Sean Amerta.

"WOW!" ucapnya setelah berhenti dari acara, mari tersedak bersama.

Yibo berkacak pinggang dengan wajah angkuh.
"Kenapa? Terpukau??"

Sean terkekeh sambil menganggukkan kepalanya.
"Benar," ucapnya sambil mengacungi jempol.
"Tapi sayang. Tidak pernah digunakan." sambungnya sambil menatap kasihan ke arah Yibo yang tengah memasang wajah garang itu. Pria muda itu sepertinya tersinggung.

"Kon*** lo aja yang murahan. Masuk sana, masuk sini. Kon*** saya kon*** MAHAL!!" ucapnya tanpa disaring.

Sean meringis mendengarnya.
"Mulutnya mas.. Iya-iya yang mahal iya.. Saya salah.." tegur Sean yang malu mendengar ucapan gamblang Yibo.

Yibo mendengus.
"Cepat ambilkan celana dalam saya. Atau saya gunakan ini dalam mulutmu." ancamnya sambil menunjuk ke bagian bawah tubuhnya.

Sean meliriknya dan bergidik ngeri. Apa gak sobek mulutnya jika benda itu dipaksa masuk?
Itu saja belum bangun, bagaimana kalau sudah bangun? Hiiii...

Lalu Sean mulai mencari di dalam tumpukan yang sudah berantakan. Tak menemukan yang dicari, Sean melirik laci di bagian paling bawah. Biasanya CD itu di letakkan dalam laci, Kan?

Dan benar saja. Setelah Sean membukanya, di dalamnya terdapat tumpukan CD yang terlipat rapi.
Sean menoleh ke arah Yibo yang masih berdiri di sampingnya sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.

Sial.. Matanya tidak bisa fokus dalam posisi ambigu seperti ini. Siapapun, tolong bawa Sean pergi dari sini.

Yibo melihatnya, melihat Sean dari posisinya saat ini. Jika saja seseorang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. Pasti orang  itu akan mengira mereka tengah melakukan hal tidak pantas.
Senyum jahil terbit dari bibir tebalnya.
"Jika kau terus melihatnya, aku takut ia akan bangun. Mau tanggung jawab?"

Mendengarnya, Sean mendengus dan meraih fokusnya kembali.
"Mau yang warna apa, Mas?" tanya Sean sambil melihat satu persatu motif celana dalam itu.

Yibo mendaratkan bokong telanjangnya pada kasur miliknya.
"Terserah." jawabnya cuek.

Sean menarik satu CD berwarna kuning.
"Ini mas."

Yibo miliriknya dan menggeleng.
"Ganti."

Sean melipatnya kembali, kemudian menarik warna merah.
"Ini?"

"Ganti."

"Yang ini?"

"Nggak."

"Kalau ini?"

"Yang lain."

"Ini?"

"Yang benar saja. Ganti."

"Hmm..."

Sabar...

Dan mereka terus seperti itu hingga waktu sarapan telah lewat.
Kesarabaran Sean terbukti sangat tebal untuk meladeni bocah tantrum seperti Yibo Gunamel. Bocah yang tengah kebelet kawin.







Aloooo : 🦥🦥🦥

Maaf ya lama.. Saya tengah fokus pada book Yizhan lain yang berjudul Amarok. Hingga melupakan yang ini🥲.

Terima kasih sudah membacanya, meski karya saya masih banyak kurangnya.



Bang Sean Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang