23. Anjing

378 34 11
                                    

.

.

.

"Menikahlah denganku."

"Haa..?"
Mendengarnya, Sean menepuk pelan pipi Yibo, memastikan bahwa pemuda yang terbaring pada ranjangnya itu sudah siuman.
"Mas Gunamel?" panggilnya lirih, lalu dahinya berkerut dalam.

Mengigau??

Sean kembali duduk di kursi samping, dengan mata yang terfokus pada Yibo.
Berpikir, haruskah ia memberitahu Wuri soal keadaan Yibo??

Lalu Sean kembali mendekat ke arah ranjang saat melihat pergerakan kecil dari Yibo.

"Mas Gunamel?" panggilnya. Namun belum sempat Sean menjauhkan diri, tangannya sudah di tarik Yibo dengan kasar. Hingga tubuhnya jatuh menimpa tubuh Yibo.

"WAA!!"
Dengan gesit Yibo menukar posisi, dan menduduki perut rata milik Sean.

Tangannya yang dingin menjulur pada leher Sean yang hangat.
"Mati, mati, mati!" desisnya dengan mata terpejam mencekik leher Sean.

"Mas Gunamel!" panik Sean saat Yibo menguatkan cekikannya.

"Mati! Dasar penghianat! Mati!"

Sean menepuk-nepuk lengan Yibo, tetapi itu sama sekali tidak berhasil.  Yang ada cekikan itu malah tambah menguat.

Tenaga Yibo cukup besar ternyata.

Tangannya meremat seprei, serta meraba benda sekitar. Lalu beralih kembali pada tangan Yibo pada lehernya.
"Sadar, Mas!!" Sean sedikit terbatuk karena pasokan oksigen dalam paru-parunya yang kian berkurang.

Tidak habis akal, Sean memelintir telinga Yibo kuat-kuat dengan tangannya yang bebas.

Memelintirnya hingga telinga itu menciut dan sangat merah.

"AAKH!!" Erang Yibo kesakitan, memegang telinganya yang terasa mau putus!
Lalu matanya membulat terkejut saat melihat Sean yang lemas di bawahnya.

Napasnya bahkan sudah senin kamis.

"Sean?!" serunya terkejut.

Sean hanya menimpali dengan satu mata yang terbuka lalu kembali terpejam, dirinya masih mengumpulkan sisa-sisa nyawanya yang hampir menguap dari raganya beberapa menit yang lalu.

"Kamu kenapa?" tanyanya.
Yibo mengamati Sean yang masih lemas, tanpa membenahi posisinya sama sekali.

Sean menempelkan jari telunjuknya pada bibirnya, sebagai insyarat untuk Yibo berhenti bicara.

Biarkan Sean menghirup udara sebanyak-banyaknya dulu, meski sedikit terganggu dengan beban berat di perutnya.

Sean menghela napasnya, lalu menatap Yibo dengan raut yang sulit di artikan.
"Turun, Mas. Berat."

Dengan raut tidak enak Yibo menyingkir dari atas tubuh Sean. Kemudian duduk bersila di sampingnya.
Pikirannya mulai berkelana, bertanya-tanya kenapa dia bisa berada dalam kamar Sean.

"Mas Gunamel tidak ingat?" tanya Sean yang sudah ikut duduk bersila menghadap Yibo.

Jujur saja, kepala Yibo masih sedikit berat.

"Mas Gunamel muntahin saya di gubuk sawah juga tidak ingat?" tuntut Sean yang tiba-tiba merasa jengkel saat di jawab sebuah gelengan dari Yibo.

Yibo menatap Sean polos. Persis seperti anak anjing yang kehilangan induknya. Membuat Sean merasa iba untuk sekian detik. Sebelum teringat kembali betapa susahnya dia membawa Yibo pulang karena tak sadarkan diri.

Merepotkan saja.

"我饿了。"(Saya lapar) kata Yibo memelas dalam bahasa Mandarin, yang sama sekali tidak dapat di mengerti oleh Sean Amerta.

"Ha? Mas Gunamel bicara apa to? Pakai bahasa Indonesia saja, Mas. Saya tidak pandai dalam bahasa inggris." omel Sean yang sudah beranjak dari kasurnya.

Yibo mendecih dengan mata malas.
"Bahasa inggris gundulmu." sungut Yibo yang juga ikut turun dari kasur.

"Kok marah-marah lagi to, Mas Gunamel.." Sean bersedekap menatap Yibo yang mengekor padanya.
"Maunya apa, hm?" tanyanya dengan nada yang super duper lembut sambil mengusap surai acak-acakan milik Yibo.

Menepisnya kasar, Yibo malah menatap sinis ke arah Sean.
"Anjing!" serunya.

"Kok ngatain saya anjing?" protes Sean tidak terima.

"Siapa yang ngatain kamu??" ujar Yibo disertai tatapan mengejek.

"Anjing dalam bahasa mandarin itu artinya diam. Pede sekali." elak Yibo.

Dahi Sean berkerut hingga alisnya hampir menyatu.
"Tapi saya tahunya anjing itu hewan, Mas Gunamel." Sean menghela napasnya sebelum melanjutkan.

"Kalau mau memakai bahasa seperti itu, ya harus sama orang yang juga mengerti. Agar tidak terjadi salah paham." terang Sean yang berusaha membawa diri agar tidak terbawa emosi.

Mengomel lagi, batin Yibo menyesal.

Percuma saja berdebat dengan Yibo yang notabenya jauh lebih muda dari dirinya, karena pada ujungnya Sean juga yang mengalah.

Musuh anak kecil memang sulit.

Tenangkan dirimu Sean. Tarik napas, hembuskan..
"Sekarang bicara dalam bahasa yang saya juga mengerti." pintanya pada Yibo yang memandangnya dengan wajah malas.
"Mas Gunamel mau apa?" tanya Sean kembali.

Belum sempat menjawab, Yibo sudah memalingkan wajahnya lebih dulu ketika tiba-tiba saja perutnya berbunyi cukup nyaring.
Membuat Sean memandangnya dengan wajah jahil yang begitu ketara. Jangan lupakan bibirnya yang terkunci rapat itu. Dia tengah mentertawakan Yibo sejadi-jadinya.

"Ohh.. Lapar.. Pantas saja marah-marah terus. Pfft!"

Sial..

Yibo malu sekali :(



Yibo malu sekali :(

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







Aaaanjiiing:🦖

Sedikit dulu, sisanya menyusul✌️✌️

Bang Sean Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang