24

193 10 3
                                    

"Tuan," panggil seorang pria membuat langsung Arthit terhenti.

"Iya? Apa ada masalah di markas?" Tanya Arthit, ia mengenal semua anak buah yang ada di markas.

"Iya tuan," ujar Daniel

"Kenapa memberitahuku? Bukan itu urusan Phi Weir?" ujar Arthit bingung.

"Tuan Weir tidak dapat di hubungi, jadi saya ke sini." ujar Daniel membuat Arthit mengangguk faham.

Apa yang di buat Weir sehingga tidak membuka ponsel sama sekali. 

"Tunggu di sini, aku akan memanggilkan phi Weir," ujar Arthit, ia pergi ke arah dorm miliknya. 

Arthit terus berjalan sehingga ke depan pintu kamarnya, ia membuka pintu. Kamarnya gelap, ia membuka lampu dan langsung terlihat kongpop dan Weir sama-sama tidur pulas di atas rajang.

"Phi.." ujar Arthit sembari menepuk bahu Weir. Langsung sahaja Weir menggeliat dan membuka matanya perlahan, cuba untuk menyesuaikan dengan cahaya yang masuk ke dalam matanya.

"Jam berapa?" Tanya Weir

"Jam 7, itu ada Daniel di bawah. Katanya ada masalah," ujar Arthit

Dengan malas Weir berganjak dari rajang dan langsung keluar dari kamar Arthit dengan rambut yang masih teracak.

Arthit melihat Kongpop yang masih tidur pulas, ia duduk di samping rajang.

"Kong.." panggil Arthit lembut, cuba membangunkan kekasihnya. Mereka perlu makan malam sekarang.

Senyum tipis melintas di bibirnya, melihat wajah tenang Kongpop yang terlelap.

Arthit tersenyum, membisikkan kata-kata manis yang hanya mereka berdua yang bisa mendengarnya.

"Bangun, sayangku," bisik Arthit dengan lembut, membelai rambut Kongpop dengan lembut.

Kongpop, meski masih dalam keadaan setengah sadar, merasakan sentuhan lembut itu. Dia menggeliat pelan dan membuka mata, disambut oleh senyum lembut Arthit.

"Maafkan aku, sayang tapi kita harus makan malam bersama. Apa kamu tidak lapar?" ucap Arthit.

Kongpop tersenyum, matanya yang masih setengah terpejam. Bukan bangun Kongpop malah memeluk pinggang Arthit dan membenamkan wajahnya di perut Arthit.

Akhirnya Arthit ikut merebahkan tubuhnya di rajang membalas pelukan Kongpop. Kongpop mendusilkan wajahnya ke arah dada bidang Arthit.

"Bangun sayang," ujar Arthit mengecup pucuk kepala sang kekasih.

"Sebentar.. masih ngantuk," ujar Kongpop

"Baiklah.." ujar Arthit membiarkan Kongpop memeluk dirinya.

Di sisi lain,

Weir sudah berada di bar, ia mendapat tahu pria yang mencari masalah dengannya berada di sini sekarang.

Mata Weir melihat sekeliling, mencari targetnya malam ini dan tersenyum puas melihat pria itu.

Dengan santai, ia berjalan ke arah pria yang sibuk meneguk minumannya.

"Hai tuan," ujar Weir dengan nada menggoda dan duduk di samping pria itu.

Weir memakai kemeja milik Arthit membuat bahunya terekspos kerana bajunya cukup besar di badannya.

Awalnya ia tidak tertarik, tapi melihat wajah Weir membuatnya terpesona.

"Tuan, mahu habiskan malam denganku?" Bisik Weir menggoda membuat pria itu tertarik.

"Baiklah, ayo," ujar pria itu ia bangun dan merangkul pinggang ramping Weir membawa ia pergi dari situ.

Tanpa Weir sedari, Korn sedari tadi melihatnya tidak percaya. Ia hanya meneka sahaja jika Weir akan ke bar ini, tempat pertama kali ia melihat Weir.

Apa ini penyebab Weir dengan mudah mengatakan putus padanya? Siapa pria yang bersama dengan Weir ?

Korn langsung mengikuti mereka dalam diam, ia ingin melihat sendiri apa yang mereka lakukan.

Langkah Korn terhenti saat melihat Weir sudah masuk ke dalam kamar tersebut.

Sedangkan di dalam kamar, Weir berdiri dengan tenang sementara pria itu menutup pintu di belakang mereka.

Weir tersenyum menggoda, matanya yang tajam memeriksa ruangan, mencari tanda-tanda ancaman atau bahaya.

"Kau terlihat tegang," ucap pria itu, mendekat dengan senyum licik. "Santai saja, kita hanya akan bersenang-senang."

Weir mendekat, membiarkan dirinya dirangkul dengan erat. "Tentu, mari kita mulai," bisik Weir, memanfaatkan momen ini untuk mendekati targetnya.

Sementara itu, Korn cuba mendekat ke arah pintu saat ia lihat tiada sesiapa di situ.

Ia menempelkan telinganya ke pintu namun tidak mendengar apapun, sepertinya kamar ini kedap suara sehingga ia tidak akan tahu apa yang terjadi di dalam.

Korn dalam dilema, sama ada ia ingin mengetuk pintu ataupun pergi dari situ. Tangannya mengepal kuat, hatinya dipenuhi kecemburuan dan rasa penasaran.

Kembali di dalam kamar,

"Tuan, kau ingin minum sesuatu?" tanya pria itu, mencoba menarik perhatian Weir.

Weir mengangguk, memanfaatkan momen itu untuk mengambil botol dari meja.

"Tentu, tapi aku punya sesuatu yang lebih baik," katanya sambil membuka botol, menyembunyikan senjata kecil di dalam bajunya.

Pria itu tersenyum, tidak menyadari bahaya yang mengintai. "Apa itu?" tanyanya penasaran.

Weir mendekat, senyum manis di wajahnya berubah menjadi tatapan serius. "Ini," katanya, mengeluarkan senjata dan mengarahkan pada pria itu.

Pria itu terkejut dan mencoba melawan, tetapi Weir lebih cepat. Dalam hitungan detik, pria itu jatuh ke lantai, tidak berdaya tapi masih hidup. Weir lebih suka jika ia mati secara perlahan.

Weir mendekat ke pintu dan terkejut melihat Korn yang berada tepat di depan kamarnya. "Korn, apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya dingin.

Korn, yang masih terkejut, mencoba menenangkan dirinya. "Aku... melihatmu dan mengikuti mu," ujar Korn gagap.

"kau seharusnya tidak mengikuti aku." Ujar Weir datar

"Kenapa tidak boleh?" Ujar Korn, ia cuba melihat ke dalam kamar kerana penasaran di mana pria itu.

Weir menarik Korn dengan cepat dan menutup pintu di belakang mereka, ia tidak ingin ada salah faham nantinya. Korn tercengang melihat pria yang terbaring di lantai, berusaha memahami situasi yang terjadi.

"Aku tidak selingkuh dan phi tidak seharusnya berada di sini," Weir berkata dengan nada tegas, tapi ada ketegangan yang jelas di matanya.

Korn memandang Weir dengan kebingungan, ia tidak menyangka Weir bisa membunuh orang tanpa reaksi. "Apa yang terjadi di sini, Weir? Siapa pria ini? Kenapa kau melakukannya?"

Weir menghela napas dalam-dalam, meletakkan senjatanya di atas meja.

"Dia adalah musuhku, orang yang sudah lama aku cari." ujar Weir singkat, ia tidak mungkin menjelaskan semuanya pada Korn. 

Pria di lantai mulai mengerang kesakitan, menarik perhatian Korn kembali padanya. "Apa yang akan kau lakukan padanya sekarang?" Korn bertanya pelan.

Weir menghela napas lagi, melangkah menuju pria itu. "Aku akan menyerahkan pada anak buahku."

Bertepatan dengan itu, pintu kamar di ketuk. Weir langsung membukanya dan beberapa pria mula masuk. 

Korn langsung bergerak ke arah Weir, entah mengapa ia merasakan pria-pria yang datang semua menyeramkan.

Sedangkan anak buah Weir hanya membiarkan Korn berdekatan dengan tuan mereka. Mereka semua sudah mengetahui siapa Korn, jadi mereka membiarkan sahaja saat melihat Korn di depan pintu kamar tadi.

"Kalian urus dia, aku ada urusan dengannya," ujar Weir datar menunjuk pada Korn. 

Mungkin mereka perlu terbuka antara satu sama lain kali ini. Saran Kongpop teriang di dalam kepalanya. 








Tbc...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 04, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang