- Enam -

19 4 0
                                    

- Selamat Membaca -

Dipikir Aretha pembahasan tentang gosip bahwa Aretha ini istri sah ketua BEM hanya berakhir sampai hari itu saja. Masih ingatkan ketika pihak kampus NTU University datang ke sekolah Aretha untuk bersosialisasi? Nah, disitulah awal mula si senior menjengkelkan dan sok itu mengata-ngatai Aretha. 

Baru dua hari menjadi Mahasiswi Baru rupanya sudah membuat seisi kampus tahu beritanya. Mula-mula memang tidak ada yang percaya tapi lama kelamaan mereka membenarkan gosip itu. Padahal siapa mereka coba, kenal dan bahkan punya masalah aja nggak, kan? Mereka malah seenaknya berkata demikian.

“Nggak usah ladeni mereka, cantik,” ujar seseorang yang tiba-tiba saja menyodorkan sapu tangan kepadanya. 

Bukan sombong, tapi Aretha selalu memegang prinsipnya. Jika dia menyukai seseorang, apapun rintangan dan tantangannya ia akan melakukan segalanya. Tidak akan Aretha menerima atau mendekatkan dirinya dengan laki-laki lain, terkecuali orang yang dia sukai sendiri. 

Aretha menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Dia berdiri dan langsung pergi dari tempat duduknya, tapi tiba-tiba langkahnya dicegah oleh beberapa orang seniornya dan hendak melepaskan cadar yang selama ini menutupi wajahnya. Begini-begini walaupun tingkah Aretha sedikit beda dari perempuan lain pada umumnya yang mana selalu lemah lembut dan penurut, tidak melawan, Aretha tetaplah Aretha—si kecil yang menggemaskan di mata seseorang.

Yang menjadi dirinya tak peduli dengan ucapan orang lain.

Ups. Rupanya anak Maba ini sok kecantikan pake nolak seorang cowok tampan modelan Ikram loh,” sahut si senior berambut pirang. 

Si perempuan bermake-up menor yang posisinya di tengah pun menambahkan, “Gue tahu sih, kayaknya ni cewek mau sok lugu, di depan kita nggak terima dan gak dekat-dekat sama cowok. Tapi di belakangnya?”

“Simpanan om-om dong?” 

Semua orang yang ada di sana tertawa terbahak-bahak ketika tiga ratu buli di kampus mereka mengejek Aretha. Satu pun tidak ada yang membantu atau melawan mereka. Oh iya, omong-omong tentang Rafia Nirwana Meldin memang dia satu kampus dengan Aretha tapi beda jurusan, sehingga membuat mereka berdua meski terpisah. 

“Tolong, ya, Kakak-kakak tersayang, tercantik dan ter-paling-paling minggir dong! Anak Maba ini mau masuk kelas. Dosen sudah datang loh ini,” kata Aretha masih berbaik hati menggunakan nada bicara santai, tapi tiba-tiba saja seseorang mendorongnya hingga membuat dirinya tersungkur ke depan, semua orang semakin menertawakannya, “astagfirullah, Ya Rabb. Mereka kelewatan. Benar-benar kelewatan. Tapi di mana Kak Emran? Di mana dia sekarang? Bukankah tugas suami melindungi istrinya ketika sedang mendapatkan bulian seperti ini? Kenapa tidak ada? Oh, atau jangan-jangan berita aku udah nikah sama dia justru dia yang buat?”

Ups. Sorry, sengaja. Hahahaha.” 

“Uy, Galang. Cabut yuk, Pak Presiden menuju ke sini,” ajak salah satu senior dari tiga orang yang membuli Aretha. 

Nasib Aretha ini benar-benar sangat menyedihkan sekali. Seumur-umur tidak pernah mendapatkan kebahagiaan baik dari keluarganya maupun di lingkungan di mana dirinya berada. 

Ingin rasanya berontak dan menjadi manusia paling kejam membalas perbuatan mereka terhadap dirinya selama ini. Namun, kembali lagi dia berpikir kalau dilawan dengan kejahatan bukankah dia sama saja dengan mereka? Tapi Aretha juga tidak bisa begini terus. Dia ingin kebahagiaan, dia ingin rumah sebagai tempat dirinya kembali dan mengadu. 

Sekarang semakin dia dewasa dan menginjakkan kakinya ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Aretha semakin mendapatkan perlakuan tidak adil. Contohnya ya seperti ini. 

“Biar saya bantu, Aretha,” kata seseorang mengulurkan tangannya. 

Dari suaranya dapat dia dengar kalau itu orang yang sejak tadi dia cari. Kenapa sih? Kenapa mesti baru muncul setelah semua orang puas menertawakannya dan membuat dirinya dipermalukan di depan semua orang, kenapa? 

Aretha gegas berdiri tanpa menerima uluran tangan dari si pemilik. Ia berbalik badan niatnya untuk kuliah mendadak pudar dan kini sekarang dia malah memiliki rasa kesal sekaligus kecewa karena sebelum menginjakkan kakinya di kelas sudah mendapatkan perlakuan tidak adil begini. 

“Thata!” seru si pemilik mata sipit sembari meninggikan suaranya agar Aretha mendengar panggilan dirinya.

Gadis itu benar-benar tidak peduli dan langsung terus berjalan tanpa melirik ke kanan dan ke kiri. Sampai tepat di depan gerbang fakultas sasing, dirinya mencoba menyendiri sambil menunggu taksi pesanannya. Si pemilik mata sipit berhasil menemukannya dan dia mengurung tubuh si kecil Aretha. 

Dia yang sedang berjongkok berdiri dan memasukkan ponselnya ke saku gamis. “Ya Allah, tidakkah salah hamba mengharap kepada-Mu tentang hamba yang ingin sekali hidup dengan tenang dan damai? Apa salah jika hamba menyukai salah satu mahluk-Mu, tapi orang-orang tiba-tiba saja meng-klaim hamba memang memiliki hubungan lebih dari sekedar kata suka. Benarkah?”

Bola mata hitam legam nan sipit itu terus menatap iris mata cantik milik Aretha Zayba—-si kecil kesayangannya dan seseorang yang telah resmi menjadi salah satu mahasiswi baru di kampus mereka. Tak lama dia menarik tangan Aretha yang dilapisi oleh handshock.

“Hei, Pak Presiden! Anda mau ke mana, Pak? Sebentar lagi kita akan mengadakan rapat loh?” teriak seseorang.

Tidak peduli awalnya tapi orang itu menarik lengan si pemilik mata sipit, tapi segera menepisnya. “Jangan sentuh saya sembarangan!” katanya penuh penekanan.

“Lah. Anda aneh banget. Katanya nggak boleh menyentuh, tapi Anda sendiri sentuh-sentuh si anak MABA ini, gimana sih? Hum, apa jangan-jangan benar apa kata berita yang beredar itu, ya? Gitu anak MABA—-”

“Anda senior di kampus ini, tapi tata bahasa dan etika Anda terhadap seorang junior minim sekali, ya? Anda sepertinya tidak pantas diberi penghormatan, eh maksudnya tidak pantes dihormati kalau seniornya modelan begini,” potong Aretha dengan cepat, setelahnya langsung pergi.

“Weh! Dasar cewek munafik lo!” 

Si pemilik mata teduh itu tidak lagi menanggapi. Langsung pergi menyusul dan mendekap erat Aretha setelah berhasil menangkap tangan Aretha. “Biarkanlah seperti ini sementara. Maaf karena sebagai suami saya tidak bisa melindungi istrinya.”

Sudah cukup! Hentikan. Muak rasanya mendengar ocehannya yang menganggap bahwa Aretha istrinya. Omongan saja terus tidak ada bukti dan hal lainnya. Aneh. 

Aretha menitikkan air matanya. Si pemilik mata sipit mengusap lembut puncak kepala Aretha sembari tangan satunya mengepal erat. Berusaha menenangkan hatinya sebelum akhirnya dia berjanji setelah pulang dari sini akan menjelaskan tentang cerita atau anggapan orang-orang juga dia terhadap Aretha.

“Belum juga ngegoda Kakak biar mau sama aku, eh semua orang nganggep tanpa ngegoda pun aku emang udah milik Kakak. Gimana ceritanya? Nikah aja belum, baru juga lulus sekolah dan kuliah belum ada hitungan dua hari dah dapet masalah aja.”

“Kita pulang. Aku akan jelaskan semuanya!” ajak si pemilik mata teduh.


- Bersambung -

Meraih Cinta Senior Dingin [Marriege Life ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang