- Dua Puluh -

31 0 0
                                    

- Selamat Membaca -

|| Nyatanya sekuat apa pun aku menghindar, mereka menemukanku. Jalan takdirku menikah dengan seseorang yang tidak pernah kucinta.

Dinar Nadheera

———

“Lakukan apa yang lo ingin lakuin sama gue, tapi buat seolah-olah gue ini kek seneng atas tindakan lo. Cuma masalahnya lo posisinya ngadep ke belakang, biar gue ambil gambar dari belakang. Supaya kesannya lo itu Emran,” ungkap Dinar pada seseorang yang beberapa jam lalu telah berhasil membawanya keluar dari rumahnya.

Dinar sedang berada di sebuah apartemen milik seseorang. Bersama orang tersebut merencanakan sesuatu untuk membuat si bocah yang katanya istrinya Emran itu frustasi dan menceraikan Emran. Namun, tanpa Dinar ketahui kalau ternyata di balik tingkahnya yang mau diajak kerja sama. Seseorang tersebut memang telah menginginkan Dinar sejak dulu, tapi terhalang oleh sesuatu.

Mendapatkan lampu hijau dari Dinar agar dia melakukan apa yang ingin dia lakukan pada Dinar. Siapa pun, laki-laki normal pastinya akan sangat mau sekali menyantap sesuatu makanan lezat di hadapannya. 

Tanpa membuang waktu lebih lama laki-laki itu langsung menyerang Dinar brutal. Layaknya seekor kucing yang disodori ikan kesukaannya. Laki-laki itu pun benar-benar berbuat sesuai perintah Dinar. Serangannya benar-benar brutal dan sukses membuat dia melakukannya lagi dan lagi hingga dia mengambil kesempatan masuk melalui jendela kamar Dinar demi meminta kemauannya.

Bayangan kelam beberapa hari yang lalu membuat Dinar tidak menyangka, meneguk ludahnya susah payah saat yang dia ajak untuk menghancurkan bocah istrinya Emran, malah sekarang mendadak jadi tunangannya dan saat ini mereka berdua tengah berdiri di depan para tamu undangan.

Dari sekian tamu undangan yang hadir untuk acara pertunangan dan peresmian tanggal pernikahan antara Dinar dan Ikram ini telah hadir Aretha dan Emran di sana. 

Hati Dinar semakin hancur. Melihat kebahagiaan Emran—orang yang disukainya bersama istri kecilnya—-sementara dirinya sendiri malah akan menikah dengan seseorang yang tidak ia cintai.

“Ayo, Sayang. Pasangkan cincin ke jari calon suamimu!” titah mamanya Ikram.

Dari arah Dinar—-mamanya Dinar pun memberi peringatan kecil berupa bisikan supaya Dinar secepatnya memasangkan benda kecil itu ke jari calon suami putrinya—-mamanya Dinar mengancam untuk mengambil semua aset milik Dinar dan mencoret dirinya dari kartu keluarga apabila bertindak memalukan.

Oh astaga. Bukannya untung, malah buntung. Dia yang jadi partner buat ngancurin hubungan pernikahan Emran dan Aretha malah bakal jadi suami gue. Nasib,’ batinnya, bahunya seketika merosot. 

Terpaksa. Ingat! Hanya dia hanya terpaksa menyematkan cincin untuk Ikram ini. Dia sama sekali tidak punya rasa cinta apalagi sayang. Hanya Ikram ini teman saja tidak lebih perasaannya.

“Yee. Akhirnya. Terpasang juga.” 

Mama Dinar dan Mama Ikram saling memeluk satu sama lain. Sedangkan, papa Dinar dan papanya Ikram memeluk dengan gaya bagaimana seorang laki-laki memeluk. Mereka senang akhirnya kedua anak mereka sudah resmi tunangan. 

Aaargh, Jeng. Selain kita bestian, sebentar lagi kita akan jadi besan loh.” 

Mama Ikram mengangguk setuju, “iya, Jeng. Saya senang sekali rasanya.” 

Tak lama kemudian, Ikram menarik Dinar untuk mendekat kepadanya. Ikram merengkuh pinggang Dinar possesive sekali. Setahunya padahal dulu Ikram ini sempat naksir pada Aretha tapi ternyata Ikram akan menikah dengan Dinar.

“Ma! Nikahnya minggu depan aja, ya. Nggak usah dilamain?” 

“Lah ngapa?” tanya Dinar.

“Pengen cepet jadi suami lo, Nar.” 

***

Emran mengajak istri kecilnya untuk pulang setelah mereka berdua mengucapkan selamat kepada Ikram dan Dinar. 

Awalnya Emran enggan menghadiri undangan pesta pertunangan Dinar, tetapi Aretha memaksanya dengan alasan menghargai seseorang yang sudah mengundangnya. Jadilah, Emran menurutinya dan sekarang Emran meminta izin untuk pergi menemui si pelaku yang membuat uang perusahaan milik Emran dibawa. Hampir raib.

“Boleh pergi, tapi Kakak makan siang dulu gimana? Tadi kita di sana nggak makan atau apa pun, sebelum berangkat ke pesta Kak Dinar juga Kak Emran belum isi perutnya. Jadi, makan dulu, ya! Baru aku izinin?” 

“Baiklah, Habibati. Aku mau.” 

Mereka sudah berada di mansion. Aretha meminta izin untuk membuatkan makanan untuk suaminya. Sementara, Emran sendiri masih duduk di sofa sembari memberikan arahan pada asisten pribadinya agar menjaga sebentar si pelaku itu. Emran mengatakan lima belas menit lagi akan sampai di sana setelah dia menyelesaikan urusannya.

Urusan makan siang berdua dengan istri kesayangannya, maksudnya.

Emran menyelesaikan pengarahannya ke asisten pribadinya. Secepatnya Emran berdiri dari tempat duduk, melihat sang istri kecil di dapur. 

Begitu langkah kakinya sudah berada di dapur. Emran takjub melihat pemandangan di sana. Di meja makan telah tersedia makanan kesukaan Emran, balado telur, ayam goreng krispi dan sambel terasi dan pandangan matanya beralih pada Aretha yang sedang membersihkan meja kompor dan bagian-bagian yang tadi digunakannya untuk memasak.

Sehingga tidak ada lagi terlihat dapur kotor, cucian piring numpuk bahkan yang Emran lihat ini sekarang dapur kinclong. Rapi sekali. Semua benda yang ada di sana tertata rapi di tempatnya.

Emran mendekat dan melingkarkan tangannya dipinggang ramping istri kecilnya. Ketika Areth sedang mencuci tangannya, hendak melepas apron tapi nyatanya dia urung karena Emran melakukan sesuatu kepadanya. Emran semakin mengeratkan pelukannya. Dia menaruh dagunya di pundak kanan sang istri.

“Kamu pasti lelah, Habibat. Ayok, makan sekarang!” 

Emran mengangkat tubuh kecil Aretha dan mendudukkannya di pangkuannya sendiri. “Udah nyaman begini. Kita makan berdua, ya? Dosa loh nolak suami.” Baru saja protes begitu tapi Aretha malah menggerak-gerakkan tubuhnya membuat Emran kelepasan mengerang.

“Eh, Kak Emran kenapa?”

Emran menggeleng, tapi di satu sisi dia ingin mengungkapkan isi hatinya. Namun, rasanya rada malu-malu gimana gitu kalau Emran tiba-tiba menginginkan hal lebih dari Aretha. Bukankah hal itu wajar, kan? Mereka pasangan suami istri?

“Habibati! Kamu ingin meraih cinta suamimu, kan? Mendapatkan rido dan pahala nantinya atas apa yang kamu lakukan sama aku?” Emran menyendokkan nasi dan memasukkan ke mulut istrinya, Aretha mengangguk. “Kamu tahu hak dan kewajiban seorang istri terhadap suami?”

Lagi dan lagi Aretha hanya menjawabnya dengan anggukan saja. Mau bicara pun mulut Aretha penuh dengan makanan. Jadinya, mengangguk lebih baik. 

“Habibati. Usia pernikahan kita udah mau empat tahun. Ehm … apa boleh kalau aku sebagai suamimu meminta bagianmu, maksudnya hakku?”

Aretha yang sedang mengunyah pun terpaksa menghentikkan kunyahannya. Hampir saja Aretha kesedak mendengar ucapan permintaan Emran, tapi dia juga tiba-tiba merasa bersalah.

Aretha tahu apa yang dimaksud Emran. Setelah tahu Emran suaminya dan Emran menginginkan tidur dalam ranjang yang sama. Emran tidak meminta lebih. Lantas, apa yang harus Aretha katakan?

“Maaf. Aku bukan … maksudnya bukan maksud aku mes—-”

“Ya udah. Boleh. Nanti malam, ya.” 

- Bersambung -

Meraih Cinta Senior Dingin [Marriege Life ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang