- Selamat Membaca -
|| Aku ingin meraih pahala lebih banyak dengan membuat suamiku bahagia. Maka dari itu, lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan terhadapku, suamiku! Aku bersedia.
Aretha Zayba Almira
————
“Apa, Habibati?”
Aretha menunduk malu-malu dan tak lama setelahnya dia mendekat ke arah telinga suaminya. Posisi Aretha memang masih di pangkuan Emran, Aretha merasa tiba-tiba lidahnya kelu dan tenggorokannya terasa tercekat. Dia tidak tahu kenapa jadi seperti ini di saat seorang Emran meminta haknya.
“Aku mau meraih pahala lebih banyak, Kak. Aku pengen membahagiakan kamu, maka dari itu kalau kamu minta nafkah batin kamu. Nanti malam aja, ya?” bisiknya.
Deg …
Aretha buru-buru mengalihkan pandangannya. Dia merasakan kedua tangan Emran—-suaminya yang melingkar di tangannya semakin erat saja. Bahkan kini keduanya sampai tidak ada jarak sama sekali.
Eh
Aretha menyadarkan Emran supaya menjeda apa yang menjadi keinginan suaminya meski dia memberikan lampu hijau. Bukan apa, soalnya tadi sebelum ke mansion ini, kan, Emran bilang kalau ada perlu di Kantor. Dan lagi ini masih siang belum sore masih lama juga menuju malam.
Tidak ingin sia-sia. Emran mencoba bernego kepada istrinya. “Aku janji yang itu nanti malam saja, tapi boleh, ya, yang ini.” Emran menunjuk bibir ranum istrinya, “sepuluh menit aja atau lima menit lah. Nggak apa-apa. Habibat! Bagaimana?”
“Dua menit aja, ya. Kakak harus ke Kantor dulu dan kelarin pekerjaan dulu. Abis itu aku mau kerjain tugas kuliah aku sambil nunggu Kakak.”
“Ya sudah nggak apa-apa, Habibati. Asal mendapatkan ini, aku mau.”
Tahu tidak? Dua menit yang sudah menjadi kesepakatan antara Emran dan Aretha tiba-tiba beralih menjadi dua puluh menit, bukan hanya meraup bibir ranum sang istri, tetapi Emran juga memberikan tanda kepemilikin di leher istrinya yang cukup banyak. Maklum lah, ya, lama pernikahannya dirahasiakan saat sudah terbongkar dan mendapatkan lampu hijau kapan lagi coba?
Kalau dianggurkan sayang juga, nggak sih?
Engh …
Aretha memukul pelan dada bidang suaminya. “Sudah ih, Kak. Ini udah terlambat! Selesaikan kerjaanmu dulu, ya. Aku di sini nunggu Kakak. Semangat,” ucap Aretha kemudian mengecup bibir suaminya dan turun dari pangkuannya sambil membenarkan posisi resleting depan bajunya.
Mau tidak mau, suka atau tidak terpaksa Emran pamit ke kantor. Dia berencana untuk menyelesaikan pekerjaan kantornya cepat, tugas kuliah yang mana saat ini dia sedang menjalankan skripisian.
Aretha sendiri sebenarnya merapikan meja makan, setelah selesai barulah naik ke atas untuk membersihkan tubuhnya. Barulah selesai dia membuka laptopnya mulai menggarap tugas kuliah dari beberapa dosen untuknya di kerjakan dan dikumpulkan lusa.
Lima belas menit hingga sejam kemudian mendadak otak Aretha eror dan dia menginginkan sosok suaminya. Ah, entahlah mengapa bisa demikian tapi yang pasti semenjak tadi dirinya pertama kali mendapatkan sentuhan dan memberikan sentuhan pada suaminya. Rasanya selain jantung yang terus disko, Aretha merindukan Emran.
Aretha mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan kepada suaminya. Dia mulai mengetik di roomchat antara dirinya dengan Emran yang diberi nama. ‘HABIBI.’
To: Habibi
[Assalamualaikum, Kak. Bagaimana kabarnya Kakak? Pekerjaannya udah selesai belom? Kok aku merasa kayaknya aku merindukan kakak, ya?]
Aretha menarik kedua sudut bibirnya ke atas membentuk senyuman kecil. Dia merebahkan tubuhnya di ranjang tempat dirinya dan suami tidur bersama. Aretha jadi membayangkan bagaimana nanti malam?
Uh, kalau baca di novel-novel itu eh orang denger sih pernah ternyata pertama kali lakuin itu bakal sakit.
***
Emran baru saja memberikan peringatan dan juga pemecatan pada si pelaku yang sudah membawa kabur uang perusahaan. Emran kesal bukan main, bisa-bisanya si manager keungan itu melakukan hal menjijikkan dengan mengambil sesuatu yang bukan haknya padahal setahu dia haram hukumnya, dosa mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
Pemuda tampan bermata sipit itu memijat keningnya cukup lama. Embusan napas kasar terdengar dan dia merasakan ponselnya terus bergetar. Dia meraih ponselnya dan melihat siapa yang mengirimkan pesan.
Emran menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyuman tipis. Rasa lelah dan stress karena dihadapkan dengan skripsian dan pekerjaan kantor yang menumpuk perlahan hilang setelah mendapatkan pesan berupa ungkapan rindu dari istrinya. Uh, rasanya tidak sabar ingin cepat pulang.
Tok … tok …
“Masuk!”
Belum sempat membalasnya dan baru membacanya saja berulang kali apalagi untuk pertama kalinya Aretha mengirimkan pesan dengan emoji kecup rasanya membuat jantung Emran semakin berdisko. Sejenak dia jadi berpikir inikah yang dinamakan jatuh cinta sesungguhnya?
Dan memang lebih nikmat rasanya jatuh cinta setelah menikah apalagi istri sendiri.
“Pak! Ini laporan untuk hari ini,” kata asisten pribadi Emran.
Yang datang dan yang berani masuk ke ruangan Emran hanyalah asisten pribadinya itu. Siapa pun yang ingin menemui Emran harus melalui asistennya dahulu, sekali pun itu hal penting.
“Terima kasih,” ujar Emran dingin, “omong-omong apa besok jadwal saya tidak terlalu padat?”
Emran bertanya demikian karena dialah—-asisten pribadinya Emran yang tahu kegiatan untuk hari ini, esok dan setiap harinya bahkan. Jadi, Emran berucap begitu.
“Hanya kuliah saja siang, itu pun konsultasi tentang skripsi Anda juga sorenya ada meeting juga. Setelah itu tidak ada lagi. Urusan organisasi sudah diurus oleh wakilmu.”
“Oke. Kalau bisa lusa dan hari selanjutnya saya ingin kamu mengosongkan jadwal untuk saya. Dua hari. Urusan kuliah tidak termasuk, ya. Hanya kantor saja. Soalnya ada hal mendadak.”
“Baik. Kalau begitu permisi.”
“Silakan.”
Beberapa jam kemudian …
Emran sudah selesai mengerjakan pekerjaan kantor begitu juga dengan urusan kuliah dan yang lainnya. Rasanya otot-ototnya mulai sedikit kaku dan punggungnya agak nyeri terlalu lama duduk. Emran baru pulang ke mansion saat jarum jam menunjukkan pukul delapan malam. Tidak lupa melaksanakan salat isya sebelum pulang.
Emran memarkirkan mobilnya di garasi, setelah itu barulah masuk ke mansion. Baru saja membuka pintu Emran sudah disambut dengan senyum cerah istri kesayangannya. Aretha ini benar-benar sungguhan meraih cinta suaminya.
Aretha menarik tangan kanan suaminya, lalu mengecupnya lembut. Dia juga mengambil tas punggung juga laptopnya di tangan dan membantu membawakannya ke atas. Mereka berdua berjalan bersama dengan Emran melingkarkan tangan kekarnya di pinggang ramping sang istri.
“Mandi pake air anget mau? Abis itu makan dulu dikit aja, ya? Pasti belum makan.”
Emran mendekat mengikis jarak antara dirinya, dia mendekatkan wajahnya ke dekat wajah sang istri. “Kalau langsung aja gimana? Boleh?”
“La-langsung apa, Kak?” Aretha mendadak loading otaknya padahal siang tadi dia sudah memberikan lampu hijau, terus sekarang?
“Aku tahu kamu paham sama yang aku maksud, Habibati. Jadi, plis jangan berpura-pura menghindar.”
“Yah. Aku pikir Kakak lupa.”
“Nggak akan. Ayok!”
Ayok ke mana tuh? Tahu gak nih, Emran dan Aretha setelah ini ngapain?
- Bersambung -
KAMU SEDANG MEMBACA
Meraih Cinta Senior Dingin [Marriege Life ]
Chick-LitTanpa diduga ternyata Aretha Zayba Almira telah dinikahkan dengan seorang pemuda tampan anak dari seorang pemimpin Pesantren, semua itu telah direncanakan oleh kedua orang tuanya. Aretha yang mengharapkan kehidupan yang indah dan memiliki rumah yang...