minimarket lagi

1.8K 191 2
                                    






Feerel tahu bahwa sangat tidak mungkin kalau dirinya tidak akan bertemu lagi dengan Marsha.

Bagaimanapun ia dan Marsha satu sekolah. Meski tidak menginginkannya, ia dan Marsha pasti akan bertemu juga.

Yang tidak Feerel tahu adalah, bahwa ia memiliki kemungkinan lain bertemu dengan gadis itu diluar sekolah.

Mungkin itu yang dinamakan takdir. Meski Feerel tak menginginkan takdir seperti itu.

Tapi melihat gadis itu berjalan melewati pintu minimarket membuatnya sadar bahwa, ya, garis takdir itu benar adanya. Hanya saja untuk yang satu ini Feerel benar-benar tidak menginginkannya.

Sudah sekitar dua menit ia memasuki minimarket. Dan Feerel menyesalinya karena tidak datang lebih awal. Jika saja ia datang sepuluh menit lebih awal, mungkin ia tak akan bertemu dengan Marsha.

Tak apa, pikir Feerel. Yang perlu ia lakukan hanya berusaha menjauh dari pandangan Marsha. Dan bergegas pergi secepat mungkin. Karena itulah Feerel lekas mengambil sebotol air mineral.

Saat ingin berbalik pergi, ia justru mendengar suara senandung kecil tepat di belakangnya. Di lorong makanan ringan. Dan ia mengenali suara itu. Suara yang siang tadi meneriakinya.

Padahal sebenarnya Feerel ingin membeli beberapa makanan ringan juga, tapi karena ada Marsha di sana, Feerel memutuskan membuang hasratnya jauh-jauh untuk membeli camilan.

Feerel melipir sejauh mungkin dari pandangan Marsha. Baru saja hendak berbelok, tiba-tiba terdengar suara di belakangnya.

"Ihh, gue kenal banget sama punggung itu!" Teriakannya terdengar kencang.

Feerel misuh-misuh dalam hati, tak mengerti bagaimana mungkin gadis itu tiba-tiba berada di belakangnya, padahal ia sudah bergerak sehati-hati mungkin agar tidak terdengar.

Dan satu lagi, apa gadis itu baru saja mengakui bahwa dirinya sangat mengenal bahu yang baru dilihatnya tiga kali?

Tidak ingin berurusan dengan Marsha, Feerel hanya pura-pura tuli dan berjalan dengan santai.

"Heh! Jangan pura-pura budek kaya gitu! Padahal gue udah teriak, ngga mungkin kalau lo ga denger Suara gue."

Hal tidak terduga terjadi. Saat Feerel ingin melewati lorong makanan ringan, tiba-tiba kupluk hoodie-nya ditarik dari belakang. Membuatnya nyaris terjangkang kalau saja tidak bisa menyeimbangkan diri.

Sinting! gadis ini  benar-benar sinting!

"Gue lagi ngomong sama lo!" seru Marsha.

Feerel memutar tubuh. Menatap Marsha seolah-olah dirinya siap melahap Marsha hidup-hidup dengan atau tanpa persetujuan gadis itu.

"Lo sinting?!" tanya Feerel mengeluarkan isi kepalanya.

"Engga, gue cuma manggil lo. Karena dari tadi lo ngga nengok juga, jadi mau gamau gue tarik hoodie lo."

Dari banyaknya orang di muka bumi ini, yang mungkin berkali lipat jauh lebih baik dari Marsha, Feerel hanya bisa bertanya-tanya kenapa harus gadis itu yang ditemui olehnya.

Atau dari banyaknya cowok yang ada di muka bumi ini, kenapa harus dirinya yang bertemu dengan gadis itu? Sudah tidak tahu malu, tidak tahu sopan santun pula. Komplit sekali keburukan sifat dalam diri Marsha.

"Kurang ajar banget lo jadi cewek! Dan satu lagi, emangnya lo ada manggil nama gue?"

Marsha hanya bisa terdiam mendengarkan teriakan Feerel. Tapi jangan sebut dia Marsha kalau terus-terusan diam saja saat dihakimi, meski dirinya jelas salah. Lagi pula, ia memang tidak mengetahui nama cowok di depannya ini.

"Ya, lagian guenya juga emang gatau nama lo. Gimana kalau lo-nya ngasih tau dulu?" Marsha nyengir.

Feerel semakin geram melihat Marsha yang malah dengan tidak tahu dirinya mengajaknya berkenalan.

Tidak ada satu orang pun yang kalian kenal dengan kepribadian paling tidak sopan seperti Marsha. Memangnya bisa main tarik kupluk hoodie seseorang begitu saja?

"Pertama, kita itu ngga kenal, ga perlu kenalan, dan gue harap seterusnya bakal kaya gitu." Feerel menatap Marsha tajam, "kedua, kalau udah salah itu seenggaknya lo harus tahu gimana caranya minta maaf. Jangan cuma jadi orang yang bisanya cuma ngemis-ngemis permintaan maaf dari orang lain, sedangkan lo sendiri ga tau caranya minta maaf. Lo itu salah. Main tarik kupluk hoodie gue itu perlakuan paling gasopan yang pernah gue terima dari orang lain."

Feerel meninggalkan Marsha yang hanya bisa melongo. Ia masuk ke lorong makanan ringan, mengambil beberapa camilan dan segera pergi ke meja kasir.

Karena tidak ingin mengundang keributan seperti sebelumnya, Marsha akhirnya hanya diam saja sambil menunggu Feerel menyelesaikan pembayarannya. Ia maju setelah itu. Menmbayar belanjaannya sendiri yang tidak sepenuhnya terbeli karena ia memang tidak sempat berkeliling.

Di luar, ia buru-buru membuka pintu mobil bagian belakang, dan melemparkan belanjaannya begitu saja.

Sosok cowok yang menceramahinya masih berada dalam posisi yang tak terlalu jauh darinya, dan Marsha memutuskan untuk mengejar.

Marsha sendiri tidak tahu kenapa dirinya memilih mengejar Feerel, mungkin karena janji kepada dirinya sendiri untuk bisa menaklukkan Feerel, membuat cowok itu jatuh cinta kepadanya.

Sekitar berpuluh meter kemudian, Feerel sadar bahwa ada yang mengikutinya. Marsha tidak bertindak seperti di film-film di mana dia langsung bersembunyi saat orang yang ia ikuti menyadari kehadirannya. Ia tetap berdiri di tempatnya, menatap Feerel yang segera memutar tubuh.

"Lo pasti ga ada kerjaan banget, ya? Selain jadi cewek yang suka cari perhatian, ternyata lo juga seorang penguntit?" tuduhan Feerel pedas.

Marsha maju mendekati Feerel. Menatap Feerel dari ujung kepala sampai ujung kaki. Persis seperti kemarin, sepertinya cowok itu baru selesai berolahraga malam.

"Bukan gitu. Gue cuma penasaran. Sejak pertemuan pertama kita, kenapa lo kelihatannya benci banget sama gue? Dari cara lo bicara aja gue tahu kalau lo emang ngga suka sama gue. Dan gue cuma mau nanya, emangnya gue ada salah apa sama lo?"

"Perlu gue jelasin alasannya?" Feerel balik bertanya. Karena tidak ada jawaban dari Marsha, Feerel akhirnya meneruskan perkataannya.

"Sebenarnya gue ngga benci sama lo, gue cuma ga suka dekat-dekat sama cewek kaya lo. Lo itu salah satu orang yang paling gue hindari. Ngga tahu malu, cuma nganggap setiap cowok yang dekat sama lo mainan, dan yang pasti hobi banget cari perhatian."

"Aneh lo! Dari banyaknya cowok yang ngejar-ngejar gue, dan ngantri jadi pacar gue, lo malah bermasalah sama semua yang ada dalam diri gue?"

Decihan sinis lolos dari mulut Feerel. "Selain semua yang gue sebutin tadi, ternyata lo juga ngga terlalu pintar. Lo bahkan ga sadar kalau semua cowok yang deketin lo, cuma tertarik karena tampang lo aja. Dan menurut gue mereka itu cuma barisan cowok bodoh. Itu artinya lo pacaran sama kumpulan cowok bodoh. Puas?"

Wajah Marsha berubah marah. Kedua tangannya terkepal di masing-masing sisi tubuhnya. Bukankah artinya cowok di depannya ini baru saja mengatakan bahwa dirinya juga merupakan gadis yang bodoh? Karena mau-maunya saja berpacaran dengan cowok bodoh?

"Ahh, satu lagi." Feerel kembali berbicara, "jauh-jauh dari gue karena kayaknya lo harus tahu kalau gue ngga kaya para mantan lo. Sekali lagi, lo harus tau. Gue bahkan ga tertarik liat muka lo."

"Belagu!" seru Marsha kesal setengah mati.

Feerel mengendikkan bahu. "Saran gue cuma satu. Mendingan sekarang lo muter tubuh lo terus balik ke mobil lo. Ini daerah rawan. Gue ngga akan mau tanggung jawab kalau lo tiba-tiba diperkosa sama preman jalanan."

Feerel memutar tubuh. Meninggalkan Marsha yang hanya bisa membeku. Di pertemuan keduanya di malam hari dengan Feerel, sudah dua kali pula cowok itu benar-benar membuatnya kesal setengah mati. Tapi kali ini ada yang sedikit berbeda.

Pada kalimat terakhir Feerel, Marsha menyadari bahwa cowok itu hanya memberinya peringatan untuk tidak berkeliaran sendirian.






to be continued.




























Marshauwu // Fresha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang