percobaan

1.5K 203 23
                                    






Seperti biasa, Marsha berjalan memasuki kelas Feerel dengan tenang.

Seolah-olah itu adalah kelasnya sendiri, atau kelas kekasihnya. Seisi kelas bahkan sudah bosan sendiri dengan kehadiran Marsha dan tidak ingin mengganggu gadis itu.

Begitu Marsha melangkah masuk, mereka masih mencuri pandang. Ya, bagaimanapun Marsha adalah primadona di sekolah mereka.

Walaupun Marsha sudah memiliki pacar, tetap saja melirik adalah salah satu hal yang lumrah dilakukan.

Sampai di meja Feerel, Marsha berhenti. Cowok itu duduk di kursinya dengan tenang sambil memainkan ponsel.

"Rel, mau ngga jadi pacar gue?" tanya Marsha terlalu lantang dan terlalu tiba-tiba.

Seisi kelas menatapnya, mungkin lebih ingin melihat bagaimana reaksi Feerel menanggapi ucapan Marsha. Ollan pun hanya diam menatap Marsha dan Feerel bergantian. Masih tidak mengerti kenapa dua sejoli itu jadi semakin lengket.

Pertanyaannya itu berhasil menarik perhatian Feerel. Cowok itu mendongak. Menatap Marsha jengkel, yang justru malah membuat Marsha tersenyum puas.

Sepertinya mulai hari ini ia jadi tahu bagaimana cara menarik perhatian Feerel saat cowok itu selalu mengabaikannya.

"Apa liat-liat? Mau jadi pacar gue?" ulang Marsha.

Feerel melotot. "Masih pagi, jadi gausah ngawur. Gausah bikin gue emosi, Marsha!"

"Mana ada ngawur? Lagian gue itu ngga bermaksud bikin lo emosi. Gue cuma nanya lo mau ngga jadi pacar gue?"

"O-gah!" tolak Feerel seperti biasanya.

Marsha tanpa permisi duduk di meja Feerel. Menggoyang-goyangkan kedua kakinya. Ia tidak pernah berkenalan dengan Feerel, tapi sepertinya namanya memang sudah terlalu tersohor di setiap jengkal sekolah sampai seorang Feerel pun tahu.

Marsha selalu suka setiap kali Feerel menyebut namanya. Tidak peduli meski bernada kasar, kesal, atau sangat jengkel. Karena setiap kali Feerel menyebut namanya, itu seperti memberitahunya bahwa cowok itu sebenarnya sudah mengenalnya sejak lama, hanya saja menolak untuk mengakui kehadirannya. Tinggal di pepet sedikit lagi, maka Feerel akan bertekuk lutut di hadapannya.

"Padahal jadi pacar gue tuh enak. Gue itu lumayan terkenal di sekolah. Jadi pacar gue artinya lo bakal jadi ikut kecipratan terkenal juga."

Sayangnya Feerel justru tidak menyukai itu.

"Gue ngga masalah kalaupun lo ada di bawah gue. Ngga punya mobil, ngga punya banyak duit, dan ngga terlalu cakep. Gua bisa handle semuanya buat ngatasin itu. Sering banget kok gue naik motor sama mantan gue, jadi sekali lagi pacaran sama anak yang punya motor ngga akan bikin bokong gue menipis."

Marsha menatap Feerel. "Jadi, Rel. Ayo kita pacaran aja!" ajak Marsha. Seperti sedang mengajak seseorang untuk pergi ke kantin.

Feerel memutar mata. Ia memandang sekelilingnya. Sudah ia duga, semua pasang mata yang ada di sana sedang menatap ke arah dirinya dan Marsha.

Feerel tahu, di sebagian pandangan orang-orang di sekelilingnya, pemandangan yang tengah mereka saksikan mungkin adalah salah satu kejadian paling langka yang pernah mereka lihat.

Di mana Marsha menyatakan perasaannya kepada seseorang, atau lebih tepatnya meminta seorang cowok untuk menjadi kekasihnya.

Gadis itu biasanya tidak perlu melakukan apa-apa, maka ada banyak cowok yang akan menyatakan perasaan kepadanya dan ingin menjadi kekasihnya.

Marsha biasanya hanya menunggu orang lain menyatakan perasaan kepadanya, dan memilih apakah ia mau berpacaran dengan orang itu atau tidak. Tapi sekarang yang terjadi justru sebaliknya.

Marshauwu // Fresha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang