sampah jadi sayang

1.7K 236 11
                                    







Feerel sebenarnya bisa saja makan makanan seperti biasa, hanya saja tidak bisa mengunyah seperti biasanya. Ia bisa tetap menelan dan memakannya seperti biasa. Tapi entah kenapa gadis itu kembali datang dengan bubur di tangannya. Persis seperti kemarin.

Feerel merasa sudah seperti kakek-kakek yang tidak memiliki gigi ketika Marsha meletakkan tiga plastik berbeda di atas meja miliknya.

Masih ada beberapa siswa di kelas Feerel. Termasuk Feerel sendiri, Ollan yang duduk di sampingnya dan beberapa orang lain yang mungkin sedang mengambil dompet, ponsel, atau apa pun sebelum pergi ke kantin.

Ollan bertanya, "Sha, lo lagi-lagi ngga beliin gue makanan?"

"Ngapain gue beliin lo makanan? Pertama, lo bukan siapa-siapa gue. Kedua, hari ini gue ngga mintain tolong lo buat nemenin Feerel. Hari ini gue bolos lima belas menit lebih awal supaya bisa ke gerbang dan ke sini tanpa harus takut Feerel udah berangkat ke kantin."

"Kemarin pas lo minta tolong jagain Feerel, lo juga tetep ngga beliin gue makanan." Ollan mendengus.

Marsha mendekati Ollan. Tersenyum lantas menepuk bahunya. "Kalau dimintain tolong itu harus ikhlas, Llan. Ngga boleh ngarepin imbalan apa-apa," ujarnya agak terdengar sok.

Ollan malah mendengus lagi. Marsha memang aneh. Padahal sebenarnya ia juga tidak ingin-ingin amat dibelikan makanan oleh Marsha, itu hanya alasannya saja.

Ia hanya tidak suka pergi ke kantin sendirian karena satu-satunya teman dekatnya, yaitu Feerel, memilih untuk tetap tinggal di kelas hanya karena seorang gadis.

"Ya, udahlah. Gue mau langsung ke kantin aja. Bosen gue liat cewek yang katanya primadona sekolah, tapi sekarang justru bucin banget sama temen gue." Ollan mendorong meja di belakang kursinya dan di belakang kursi Feerel agar ia bisa lewat tanpa harus mengganggu Feerel yang sedang duduk anteng. Melangkah meninggalkan Feerel dan Marsha tanpa mengatakan apa-apa lagi.

Marsha langsung sibuk setelah kepergian Ollan. Dia mengeluarkan bubur dengan dua jenis berbeda dari masing-masing plastik dan air mineral dari plastik yang berbeda. Kali ini Marsha menyerahkan bubur goreng kepada Feerel sedangkan dirinya mengambil bubur lainnya untuk dirinya sendiri.

"Kemarin kan lo udah makan bubur yang biasa, jadi hari ini lo harus nyobain bubur goreng yang kemarin gua makan biar ngga bosen. Pokoknya lo harus nyobain, bubur goreng itu tuh enak banget." Ia mengambilkan sendok untuk Feerel. Meletakkannya di atas bubur milik Feerel yang sudah terbuka.

Setelah memasukkan semua bumbu untuk bubur miliknya sendiri, Marsha mulai menyantapnya.

Feerel pun mengikuti, dengan perlahan. Karena setiap kali Feerel membuka mulutnya, rasa perihnya bertambah parah.

Di sela-sela kegiatan makan itu, Marsha yang memang tidak bisa diam barang lima menit saja langsung membuka mulutnya.

"Rel, tau ngga?" tanyanya menatap Feerel.

"Apa?" Feerel balik bertanya tanpa menatap Marsha.

"Jadi kan abang-abang ojek yang nganter bubur ini tuh abang-abang ojek langganan gue, ya. Dan kemarin, harga bubur sama air mineral yang gue bayar itu ngga nyampe empat puluh ribu. Tapi gue ngasih uangnya lima puluh ribu dan bilang kalau dia boleh ngambil kembaliannya aja."

"Terus?"

"Terus hari ini, pas gue ngasih uang dengan nominal yang sama, dan bilang perkataan yang sama, dia malah buru-buru ngasih kembalian ke gue. Harganya itu tiga puluh lima ribu, tapi pas gue liat, dia ngasih kembaliannya tiga puluh ribu."

"Terus?" tanya Feerel lagi. Masih enggan menatap Marsha.

"Terus yang lima belas ribu itu gue kembaliin ke dia, tapi dia nolak. Katanya itu kembalian yang kemarin. Dan gue cuma terheran-heran, kok ada gitu orang kaya dia? Entah gue harus bilang baik atau apa ya gue ngga paham. Padahal udah gue suruh ambil kembaliannya, tapi dia tetap nolak."

Barulah Feerel menatap Marsha. Sambil mengunyah. "Karena mungkin lo udah terlalu sering kaya gitu. Bukannya lo bilang ojek itu langganan lo? Mungkin aja lo udah sering banget ngasih kembalian kaya gitu, dan dia merasa ngga enak kalau terlalu sering," cetusnya.

Marsha terdiam untuk beberapa saat. Lalu terperangah. "Kok jawabannya bisa pas?" tanyanya.

Feerel mengendikkan bahu. Tidak peduli.

"Tapi emang sih karena gue udah terlalu sering minta tolong sama dia, jadi kadang gue emang suka ngasih kembaliannya. Tapi kok bisa pas banget sama jawaban lo? Padahal kan bisa aja lo punya pendapat yang lain. Misalnya karena dia emang bukan orang yang suka nerima hal-hal kaya gitu. Kayaknya kita tuh emang jodoh deh, Rel."

Marsha nyengir lebar. Membuat Feerel memutar mata karena terlalu jengah. Selalu saja ujungnya seperti itu.

Feerel memilih melanjutkan makannya tanpa mempedulikan Marsha. Gadis itu juga tidak bicara lagi sampai bubur miliknya habis lebih dulu. Marsha menunggu sampai bubur Feerel habis juga.

Awalnya Feerel sudah merapikan bekas sterofoam miliknya sendiri dan memasukkannya ke dalam plastik. Ingin membuang sampah itu sendiri, tapi Marsha justru mengambil alih plastik itu.

"Biar gue yang buang entar." Marsha meletakkan plastik berisi sampahnya dan sampah Feerel di meja Ollan. Ia mengambil air mineral. Membuka tutup botolnya dan menyerahkannya kepada Feerel.

"Lo pikir gue orang lumpuh? Yang sakit itu cuma area wajah gue, jadi kalau lo perlu tau, gue bisa pakai kedua tangan bahkan kedua kaki gue dengan sangat baik. Gue ngga perlu bantuan lo cuma sekadar buat ngebuka tutup botol."

Meski begitu, karena sudah dibukakan oleh Marsha, Feerel tetap mengambilnya dan meneguknya sampai sisa setengah.

"Siapa juga yang anggap lo orang lumpuh? Lagian gue juga ngga akan mau pacaran sama orang lumpuh. Nyusahin kayaknya sih. Tapi misalkan orang lumpuh itu lo, gue mau aja kok."

"Lo nyumpahin gue lumpuh?" tanya Feerel setengah emosi.

"Itu kan cuma perumpamaan, Rel, cuma perandaian aja. Ibarat kata nih ya, kita berdua itu sekarang lagi latihan gitu. Jadi misalkan nanti di masa depan kita berdua menikah dan membangun rumah tangga bersama, terus tiba-tiba lo sakit, lo jadi bisa yakin kalau gue itu bakal ngerawat lo dengan amat sangat baik."

Marsha nyengir lagi. Membuat Feerel memutar matanya lagi dan lagi. Gadis itu makin ke sini makin ngawur saja bicaranya.

"Siapa juga yang mau nikah sama lo? Gausah ngebayangin hal-hal yang terlalu liar kaya gitu. Mendingan sekarang lo buang semua sampahnya dan balik ke kelas."

"Gue tuh udah kaya bungkus makanan aja. Setelah lo makan isinya, terus lo ngebuang gue." Marsha cemberut. Membuka air mineral yang lain dan meneguknya.

"Sebenernya gue engga bilang itu sama sekali, tapi lo sendiri yang ngomong."

Marsha bangun. Membawa semua sampah termasuk dua botol air mineralnya juga.

"lya, sekarang mah ngga pa-pa lo anggap gue sampah, nanti juga dipanggil sayang."

Feerel melotot. Dan Marsha hanya terkekeh sambil memilih berlalu menuju tong sampah.

to be continued.




























Marshauwu // Fresha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang