luka terhebat

1.8K 258 14
                                    






"Lo ngapain narik-narik tangan gue?" Marsha berseru marah pada Ollan yang menyeretnya menjauh dari ruangan di mana Feerel dirawat. Ia berusaha melepaskan cekalan, tapi tangan Ollan terlalu kuat.

"Lo sendiri ngapain ribut-ribut kaya gitu di depan Feerel yang keadaannya gabisa dibilang baik? Apa lo ngga nyadar kalau tadi lo bikin keributan di dalam dan itu mungkin malah bikin kondisi Feerel bertambah parah?"

"Oke! Gue minta maaf. Sekarang jelasin ke gue ada apa? Siapa yang bikin Feerel kaya gini? Lo udah janji bakal ngasih tau ke gue."

Ollan menghentikan langkah. Segera melepaskan tangan Marsha. Gadis itu sempat mengusap pergelangan tangannya sebentar. Mungkin sedikit kesakitan.

"Lo tau luka yang pernah lo liat di muka Feerel waktu itu? Waktu lo maksa Feerel buat pergi ke UKS?" Ollan bertanya pada Marsha saat dirinya dan Marsha sudah berada di luar ruangan, cukup jauh dari ruangan Feerel dirawat.

Marsha mengangguk pelan.

"Gini, semuanya itu bukan salah lo, jadi gue minta supaya lo ngga nyalahin diri lo sendiri kaya tadi. Gue yakin kalaupun Feerel denger, dia juga gabakal suka."

Marsha dibuat bingung. Sejak tadi di sekolah dan sampai di rumah sakit, Ollan selalu mengatakan hal yang sama. Membuat dirinya malah semakin bertanya-tanya ada apa sebenarnya? Kemarin Feerel terlihat baik-baik saja saat bersamanya, tapi hari ini keadaannya justru terlihat sangat bertolak belakang.

"Jadi siapa yang bikin Feerel kaya gini?"

Ollan memilih diam untuk sejenak. Memikirkannya sejenak sebelum akhirnya membuka mulut tentang kondisi keluarga Feerel.

Sebenarnya itu jelas bukan merupakan haknya, tapi Ollan tahu bahwa Marsha tidak akan diam dan tidak akan berhenti mencari tahu. Apalagi Ibu Feerel juga tidak terlihat seperti ingin memberitahu Marsha mengenai hal itu.

Mungkin pilihannya salah, tapi Ollan hanya tidak ingin Marsha merasa bersalah padahal jelas-jelas bukan gadis itu penyebabnya.

"Jadi, luka yang pernah Feerel dapetin waktu itu, dan alasan kenapa sekarang Feerel bisa ada di rumah sakit, itu semua karena satu orang. Bokapnya."

Eh?

Marsha mengerjapkan mata. "Apa lo bilang? Bokapnya?" Ia lalu tertawa, "Jangan bercanda, Llan. Ngga lucu banget lo ngomong kaya gitu. Gimana bisa justru bokap Feerel yang ngirim Feerel ke rumah sakit? Ngga ada orang tua yang akan ngelakuin hal itu sama anaknya."

"Karena lo mungkin tumbuh di keluarga yang lebih baik."

Sekali lagi Marsha menatap wajah Ollan dengan saksama. Berusaha mencari tahu lewat raut wajah Ollan apakah cowok itu bercanda atau tidak. Tapi semakin diperhatikan Marsha hanya melihat raut keseriusan di wajah Ollan.

Sungguh, tidak pernah terpikirkan dalam benak Marsha kalau ayah Feerel sendirilah yang melakukan hal itu kepada Feerel. Sepertinya bahkan orang lain pun tidak akan menduga hal itu.

Ollan duduk di kursi tunggu. Diikuti Marsha yang juga langsung mengisi kursi kosong di samping Ollan. Masih tidak menyangka fakta tidak terduga yang dikatakan oleh Ollan.

"Bokapnya Feerel itu temperamental. Dia sering banget mukulin ibunya Feerel. Bahkan kejadian waktu itu pun, karena Feerel ngebela ibunya yang akhirnya ayahnya malah melampiasin kemarahan ke Feerel dan nampar Feerel berulang kali. Gue sebagai orang yang paling deket sama Feerel udah tau itu dari lama, tapi bukan berarti gue bisa beberin semuanya ke semua orang."

"Terus bokapnya sekarang di mana?" tanya Marsha.

"Di kantor polisi. Waktu Feerel dateng ke rumah gue dengan muka penuh darah, dan pingsan di depan mata gue, gue langsung tau kalau itu pasti gara-gara ayahnya. Jadi sebelum gue pergi ke rumah sakit, gue minta nyokap gue buat ngehubungin polisi. Dan kata nyokap gue, pas polisi dateng, ayah Feerel baru sadar dari pingsan dan dia langsung dibawa."

Marshauwu // Fresha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang