makasih ya Sha.

1.7K 245 16
                                    






"Oke, karena lo udah jadi pacar gue, lo harus nganterin gue balik, Rel." Marsha berbicara di atas motor Feerel. Sudah duduk anteng di sana sebelum Feerel sampai. Dan ketika Feerel dan Ollan mendekatinya, senyum Marsha melebar.

Feerel langsung menarik tangan Marsha dan gadis itu mau tak mau turun dari motornya.

"Lain kali jangan duduk di motor gue kaya gitu, soalnya gue ngga akan nganter lo balik."

"Kenapa? Kemarin lo mau kok nganter gue balik. Kenapa sekarang ogah?"

"Karena kemarin itu sebuah kesalahan. Naik taksi aja sana, atau naik ojek, atau sama temen lo yang berisik itu. Si Acel."

"Tapi gue mau sama lo aja, soalnya mobil gue masih di bengkel."

"Guenya ga mau!" seru Feerel mendengus. Sungguh-sungguh merasa sakit kepala karena harus berhadapan dengan gadis seperti Marsha setiap harinya.

Ia buru-buru memakai helmnya. Menyerahkan milik Ollan dan langsung naik ke atas motor. Ollan sempat memeletkan lidahnya kepada Marsha ketika Feerel memundurkan motornya dan gadis itu menyingkir dari sana.

Dan ketika mulai menyalakan mesin motor, ketika Ollan sudah naik ke motornya, entah kenapa Feerel malah kepikiran dengan Marsha. Meskipun memilih menolak untuk mengantar Gadis itu, sialnya ia justru malah merasa bersalah.

Puncaknya adalah ketika motor sudah bergerak. Semakin jauh, semakin jelas saja suara Marsha yang berdengung di telinganya. Tanpa Feerel sadari, ia sama sekali tidak memperhatikan jalan. Dari arah kanan jalan, terdapat sebuah truk yang melaju.

"Rel, Rel!" Ollan memanggil Feerel sambil menepuk bahunya, tapi Feerel seolah tuli.

Lalu, suara klakson yang begitu kencang dan suara teriakan seorang berhasil membuat Feerel terbangun dari lamunannya dan menarik rem dengan cepat. Truk terus melaju setelah sang sopir sempat memarahi Feerel yang hampir saja tertabrak oleh kendaraannya. Hanya berjarak beberapa centi saja, dan Feerel yakin bahwa nyawanya mungkin saja akan melayang kalau ia tidak menekan rem.

Kedua tangan Feerel gemetar hebat, napasnya memburu, degup jantungnya menggila. Bahkan ketika Ollan sudah turun dari motor dan memintanya turun, gemetarnya tidak berkurang.

Ollan memundurkan motor Feerel sampai gerbang sekolah, menarik tangan Feerel agar menepi juga atau Feerel bisa saja tertabrak betulan.

Marsha yang sejak tadi memperhatikan dengan sangat baik, langsung berlari ke arah Feerel.

Ya, yang tadi menyadarkan Feerel adalah suara klakson truk dan suara teriakan Marsha.

Gadis itu menatapnya dari ujung sepatu sampai ujung kepala. Memastikan apakah dirinya terluka atau tidak. "Lo ngga pa-pa?" tanya Marsha cemas.

Feerel tidak menjawab. Kedua tangannya masih gemetar hebat. Beberapa orang yang memang belum pulang sempat menghentikan langkah untuk memastikan keadaan Feerel, penjaga gerbang juga, tapi karena keadaan Feerel yang masih terlihat terguncang, jadi Ollan yang menjawab sekenanya. Bahkan Marsha harus melepaskan helm Feerel dan meletakkannya di aspal begitu saja karena cowok itu tidak juga mau berbicara.

Sungguh, bukan dirinya yang Feerel khawatirkan, bukan pula ia akan memarahi Marsha yang dengan sialnya berhasil mengganggu konsentrasinya dan membuatnya nyaris kecelakaan.

Feerel tidak masalah kalau ia sedang membawa motor sendirian, tapi masalahnya ia membawa seseorang di boncengannya. Ollan.

Lalu, seolah tidak mempedulikan Marsha sama sekali, Feerel berjalan ke arah Ollan. Semua orang sudah pergi setelah memastikan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi.

Marshauwu // Fresha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang