suasana baru

1.7K 258 14
                                    






Sore itu Marsha datang ke rumah sakit lebih terlambat dari sebelum-sebelumnya. Karena ada sesuatu yang harus dilakukan olehnya. Di tangannya terdapat sebuket bunga krisan, kali ini hanya berwarna putih saja.

Ketika membuka pintu kamar di mana Feerel dirawat, tidak ada siapa pun di sana.

Feerel sedang berdiri di depan jendela. Melihat hal itu, Marsha buru-buru berlari mendekati Feerel.

"Ngapain pakai jalan-jalan segala?" Marsha memegang Feerel dengan satu tangan. Cowok itu langsung menoleh ke arahnya. Terlihat terkejut.

"Ngga pa-pa, bosen aja duduk mulu."

"Udah, deh. Ngga usah pakai jalan-jalan segala dan gausah ngerasa bosen, lo itu belum sembuh, jadi udah diem-diem aja di atas ranjang. Kalau udah sembuh juga jangankan cuma berdiri di depan jendela, lo bahkan bisa lari-larian kaya biasanya setiap malam."

Marsha berjalan ke arah nakas. Meletakkan bunga yang dibawanya di sana, kemudian kembali kepada Feerel. Satu tangannya memegang Feerel, sementara satu tangan yang lain mendorong tiang infus. Ia membantu Feerel berjalan dengan hati-hati untuk kembali ke ranjangnya. Cowok itu segera naik ke sana. Duduk bersila di atas ranjang.

Feerel memperhatikan Marsha. Gadis itu mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebuah vas bunga. Benar-benar niat sekali.

Sudah dua hari sejak Marsha tahu dirinya sadar, dan semenjak hari itu, setiap kali datang, gadis itu membawa sebuket bunga krisan. Katanya bunga krisan cocok dibawa untuk menjenguk orang sakit.

Feerel tidak masalah, itu malah membuat suasana di ruangannya lebih hidup. Tapi yang membuatnya tidak habis pikir adalah, setiap hari, setiap kali Marsha membawa buket bunga yang baru, gadis itu juga membawa vas bunga.

Dua vas bunga di atas nakas masih bagus. Ada beberapa bunganya yang sudah sedikit layu, tapi selebihnya masih berwarna dan terlihat segar.

Marsha pergi ke kamar mandi untuk mengisi vas bunga transparan itu dengan air. Dan setelah kembali, vas bunga yang kosong itu diisi oleh buket bunga yang tadi dibawa olehnya.

"Taraaa!" seru Marsha meletakkan vas itu di atas nakas. Membuat nakas penuh dengan vas bunga pemberian darinya.

Feerel terkekeh geli. Gadis itu pergi ke tong sampah, membuang sampah sisa buket di sana. Setelah Marsha duduk, Feerel memperhatikan Marsha sekali lagi. Kali ini lebih intens.

"Ngomong-ngomong bunda lo ke mana?" tanya Marsha.

"Pulang. Gue suruh istirahat." Feerel menjawab. Masih menatap Marsha seintens sebelumnya. Sebenarnya ketika Marsha datang, Feerel cukup terkejut dengan penampilan Marsha.

Kemarin, rambut Marsha masih berwarna abu bergelombang. Tapi hari ini warna rambutnya dirubah lagi oleh Marsha. Berwarna hitam dengan sejumput yang berwarna biru terang di bagian kanan rambutnya.

Jika sebelumnya bergelombang, kali ini dibuat lurus. Terlihat berkilauan. Kalau saja tidak ada sejumput yang berwarna biru terang, rambut Marsha persis seperti penampilannya yang sebelumnya.

"Kenapa diubah lagi warna rambutnya?" tanya Feerel.

"Supaya lo bisa liat suasana baru aja. Tapi kalau lo gasuka warnanya, nanti gue bisa ubah lagi sesuai warna yang lo suka."

"Ngga usah," sahut Feerel cepat. "Kaya gini cantik kok," pujinya kemudian.

Pipi Marsha langsung dibuat memerah begitu saja. Pasalnya ini adalah pertama kalinya Feerel terang-terangan memuji penampilannya.

"Warna yang sebelumnya sebenernya bagus juga, cuma entah kenapa menurut gue terlalu nyentrik aja. Kalau kaya gini kelihatan lebih kalem. Gue suka liatnya."

Marsha tidak bisa untuk tidak tersenyum lebar mendengar pujian dari Feerel. Terlebih lagi Feerel juga baru saja mengakui bahwa Feerel lebih suka penampilan rambutnya yang berwarna hitam.

"Udah, ah. Jangan terus-terusan muji gue kaya gitu, yang ada nanti guenya makin jatuh cinta sama lo, tapi lo-nya sama sekali belum jatuh cinta sama gue."

Feerel terkekeh pelan. Mengiyakan saja. Ia tidak memuji lagi. Hanya terus memperhatikan Marsha. Dan tanpa Feerel tahu hal itu malah membuat Marsha semakin salah tingkah.

Lagi-lagi Feerel memberikan sesuatu yang bisa disebut pertama kalinya untuk Marsha. Sebelumnya mana pernah Feerel memandangnya seperti itu, apalagi sampai memperhatikan penampilannya.

Untunglah kemudian Marsha diselamatkan oleh pintu yang terbuka. Ketika mereka menolehkan kepala secara bersamaan, mereka melihat Ollan yang datang bersama dengan dua siswa perwakilan dari kelas Feerel.

Gita yang merupakan ketua kelas, dan Tian yang merupakan wakilnya. Ini adalah kedua kalinya mereka datang. Yang pertama adalah ketika Feerel belum sadar, saat itu ada lebih banyak yang datang.

Mereka bertiga berjalan menghampiri ranjang Feerel.

Tian membawa parcel buah berukuran besar dengan berbagai macam buah di dalamnya. Menyerahkannya kepada Feerel, tapi karena nakas penuh dengan vas bunga milik Marsha, Feerel jadi meminta Ollan untuk meletakkan parcel buah itu di atas meja yang ada di dekat sofa.

"Ngapain sih pakai bawa-bawa parcel buah segede gitu? Padahal setiap habis makan pun, gue selalu dikasih buah sama pihak rumah sakit buat cuci mulut." Feerel menggeleng.

"ltu sih buat formalitas aja. Lagian, ya kali gue ngejenguk lo ke rumah sakit dan ga bawa apa-apa," ujar Tian lempeng.

"Ngomong-ngomong gimana keadaan lo?" tanya Gita. Berhenti membicarakan masalah parcel buah yang sebenarnya sangat tidak penting.

Feerel mengendikkan bahunya saja. "Selain luka di kepala ini, semua luka yang ada di badan gue udah hampir sembuh. Ngga lama lagi juga pasti bakal pulang," sahutnya.

"Syukurlah. Pokoknya gue sama temen-temen sekelas ikut seneng dan lega banget kalau lo udah sehat dan bisa cepet pulang. Rasanya ada yang beda aja karena kursi lo kosong udah beberapa waktu belakangan."

"lya, harusnya sebagai pacar, selama Feerel ngga masuk, harusnya gue yang ngisi itu kursi," celetuk Marsha tiba-tiba.

Ollan berdecih. "Ngawur banget kalau ngomong! Daripada ngisi kursi Feerel, mendingan lo diem-diem duduk di kelas lo sampai kelas bubaran." Ia kemudian memandang Feerel. Ingin mengadukan sesuatu.

"Asal lo tau nih, Rel. Sejak lo di rumah sakit, Acel bilang, Marsha itu selalu pulang lebih awal dari  sebelum-sebelumnya. Banyak banget alasannya. Bahkan dia ngga peduli walaupun absennya kosong dan dia dikira ngga masuk."

Tatapan Feerel sontak beralih pada Marsha. Menatapnya nyalak. Gadis itu mengerucutkan bibirnya. Kesal karena Ollan membeberkan semuanya kepada Feerel, tapi juga tidak bisa mengelak.

"Maaf..." gumam Marsha pelan, "abisnya gue ngga tenang aja dan mau buru-buru ke sini buat ketemu lo."

"Besok-besok jangan kaya gitu. Kan lo udah janji ngga bakal bolos-bolos kaya gitu."

"lya-iya, maaf. Janji ngga bakal kaya gitu lagi." Marsha cemberut.

Setelahnya, mereka berlima banyak mengobrolkan banyak hal. Mulai dari Marsha yang katanya jadi semakin akrab dengan Ollan karena selalu ngantin berdua semenjak Feerel berada di rumah sakit, tentang setiap anak di kelas Feerel yang jingkrak-jingkrak kesenangan setelah mengetahui bahwa Feerel sudah sadar.

Gita mengatakan bahwa sebenarnya ada saja yang ingin ikut, tapi mereka punya kesibukan masing-masing, dan ya, Feerel tidak mempermasalahkan hal itu.

Setidaknya, Feerel tahu bahwa ada banyak sekali orang yang menyayangi dirinya. Yang mau mengkhawatirkan dirinya ketika melihat dirinya terluka. Dan itu sungguh membuatnya senang.






to be continued.

























Marshauwu // Fresha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang