🌻 BAB 4

98 31 3
                                    

“Terkadang, kita terlalu banyak berkorban untuk orang lain, sampai lupa untuk melindungi diri sendiri”


🏴‍☠️


Dengan langkah pelan dan dada yang masih terasa sesak, aku memasuki kamarku. Kamar sederhana bernuansa abu-abu, tidak banyak pernak-pernik di dalamnya. Hanya ada tempat tidur, lemari pakaian, meja belajar, serta meja riasku. Pianoku, sudah lama ayah jual untuk membayar hutang. Kala itu, aku begitu sedih saat ayah menjualnya secara diam-diam tanpa sepengetahuanku. Padahal di piano itu banyak sekali kenangan bersama ibu.

Sambil rebahan di kasur, jaket kulit yang sedari tadi terpasang di tubuhku, aku lepaskan dengan kasar. Baru saja ingin ku lemparkan ke sembarang arah, tapi aku teringat di dalam jaket itu ada satu benda yang cukup berharga, yaitu ponselku.

Aku segera bangkit untuk mengambil ponselku, beberapa kali tanganku merogoh saku di dalam jaket itu, tapi benda itu tidak ada di dalamnya. Tanpa pikir panjang, aku hempas-hempaskan jaket itu berulang kali. Tapi, ponselku benar-benar tidak ada.

"Pakek hilang segala lagi tuh ponsel, nambahin beban hidup gue aja.”

Jaket yang ku hempaskan tadi, segera ku pasangkan lagi ke tubuhku. Dengan langkah lebar, aku berjalan menuju rumah Juno yang berada tepat di sebelah rumahku.

Pucuk di cinta, Juno pun tiba. Tidak perlu susah-susah aku meneriakinya, laki-laki itu sudah dengan santainya menyeruput secangkir kopi sambil duduk santai di kursi rotan di teras rumahnya.

Dengan tergesa-gesa aku langsung meraih tangan Juno yang tidak memegang gelas kopi. "Jun, buruan temenin gue!"

Juno yang belum siap dan tampak terkejut hampir saja menumpahkan gelas kopinya. "Eh, si anying. Mane teh kenapa Leo buru-buru amat?" ucap Juno kesal.

"Ponsel gue ilang, temenin gue cari," ucapku sambil melepaskan gelas kopi yang masih Juno genggam, lalu ku letakkan di atas meja dekat pintu rumahnya.

"Ettt, kopi aing!" ucap Juno sambil melirik gelas kopinya.

"Udah entar gue ganti, buruan!"

Juno berdecak kesal. “Mane teh selalu aja ganggu, padahal baru aja mau video call si Vuvut.”

Aku menggeret Juno sampai ke depan rumahku. Tepat di depan motorku, aku langsung memakai helm dan langsung menaiki motorku.

"Lah, mane teh yang bonceng? Aing ngerasa jadi lalaki lembek atuh Leo," ucap Juno sambil menaiki motorku dengan cemberut.

"Sabodo teuing!" ucapku ketus dan langsung memacu motorku dengan kecepatan tinggi, sampai Juno hampir terjungkal kebelakang jika saja ia tidak berpegangan di pundakku.


🏴‍☠️


"Ke mana, ke mana, ke mana? Ku harus mencari ke mana?" Juno menyanyikan sepenggal lirik lagu Alamat Palsu sambil melihat ke kanan dan ke kiri. Sepanjang jalan, mulut Juno tidak henti-hentinya menggerutu setiap menulusuri jalan yang kami lewati.

"Ck, berisik banget lo Jun. Bisa diem nggak lo?”

Juno mencebikkan bibirnya. "Aduh, mata aing teh udah kriyep-kriyep Leo. Ngeliat ka ditu ka dieu," omelnya.

REVENGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang