🌻 BAB 23

20 9 1
                                    

🥀
Bangkai yang di sembunyikan seseorang dengan begitu rapatnya, suatu hari akan di perlihatkan Tuhan dengan cara yang sempurna.
~

"Jayan!"

Jayan yang sedang bersandar di sofa sambil menonton televisi sontak menoleh ke sumber suara.

"Hm, kenapa pa?"

Papa melangkah mendekati jayan dan ikut menyandarkan punggungnya ke sofa.

"Kemarin papa lihat ada surat panggilan dari kepolisian buat Jasmine," ucap papa dengan suara pelan hampir seperti berbisik.

Jayan melirik keadaan sekitar takut kalau Jasmine tiba-tiba mendengar pemberian mereka, lalu ia menghembuskan napas kasar. "Iya, keluarga korban usut kasusnya lagi pa. Ada satu bukti baru yang di temukan," jelas Jayan.

Papa mengerutkan keningnya heran. "Bukannya udah selesai. Lalu?"

"Iya, aku udah nyuruh pengacara keluarga kita buat urus kasus itu pa. Aku nggak mau kalau Jasmine jadi depresi, udah cukup waktu itu aja," ucap Jayan, ia begitu khawatir dengan kondisi Jasmine.

"Kamu tahu siapa keluarga korban?" tanya papa. Jayan hanya menggeleng tidak tahu.

🏴‍☠️

Di dalam kamar yang di dominasi warna soft pink, Jasmine melakukan rutinitas skincare malamnya. Gadis yang selalu tampil cantik itu tidak pernah absen untuk memoleskan berbagai jenis skincare di wajahnya. Mulai dari face wash, toner, moisturizer, hingga lip serum yang membuat bibirnya tampak merah alami.

Setelah berkutat di meja riasnya, Jasmine langsung merebahkan diri ke atas tempat tidur dan menyetel musik klasik yang menjadi favoritnya. Ia memejamkan matanya untuk menikmati alunan musik yang begitu merdu dan memanjakan indra pendengarannya.
Tiba-tiba suara dering dari ponselnya menghentikan alunan musik itu.

"Halo Dit, kenapa?" ucap Jasmine

"Besok kamu ada waktu?" tanya seseorang di seberang sana yang tak lain adalah Zeno.

"Iya, mau ketemu?

"Aku mau ajak kamu ke Jakarta, ketemu sama anak kita," jawab Zeno.

Jasmine terdiam mencerna ucapan Zeno. Apa Zeno bisa menerima anak itu? Apa Jasmine sanggup bertemu setelah sekian lama ia meninggalkan anak itu? Bahkan untuk menyentuhnya saja rasanya Jasmine tidak bisa setelah ia melahirkan anaknya. Apakah kali ini Jasmine harus menghilangkan egonya dan menerima anak itu di kehidupannya? Begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak Jasmine. Hingga suara dari Zeno menyadarkan lamunannya.

"Halo Jasmine, kamu masih di sana?"

"Eh, eh iya. Kamu yakin dengan ucapan kamu Dit?" tanya Jasmine ragu.

"Aku nggak mau ngelakuin kesalahan lagi Jasmine, cukup waktu itu aja aku lari. Sekarang aku mau memperbaiki semuanya, sama kamu," ucap Zeno tegas yang berhasil membuat senyuman di sudut bibir Jasmine, walaupun Zeno tidak bisa melihatnya.

"Ok, besok kita ketemu di kafe kamu aja. Biar aku yang ke sana, kamu nggak perlu jemput ke rumahku," balas Jasmine.

"Ya udah, kamu istirahat ya. Aku tutup dulu telponnya. Good night mine!" ucap Zeno mengakhiri panggilannya.

Setelah panggilan terputus, senyum yang merekah di bibir Jasmine tidak dipungkiri bahwa sekarang hatinya sangat berbunga-bunga. Debaran di dadanya mengingatkan ia dulu saat pertama laki-laki itu menyatakan cinta padanya. Dan panggilan mine yang selalu laki-laki itu ucapkan seaakan menggelitik perutnya. Ah, Jasmine suka perasaan ini lagi.

🏴‍☠️

Sudah tiga puluh menit Titan bermain catur dengan Juno sembari menungguku membersihkan tubuh. Sepulang menemani Jayan menjemput Jasmine tadi, memang Titan sudah mengirimkan ku sebuah pesan bahwa ia ingin menemuiku. Untunglah motorku masih ada di bengkel, tidak di bawa Juno pulang. Jadi, aku mempunyai alasan agar Jayan tidak mengantarku ke rumah.

"Si Kevin udah jarang ke bengkel atuh mas," ucap Juno di sela-sela permainan caturnya.

"Kevin udah mulai saya masukin PAUD, udah ada temennya juga bareng anak komplek," jawab Titan tanpa mengalihkan pandangannya dari papan catur.

"Aing teh kangen, mau ajak dia joget Tiktok lagi."

Aku melangkah menuju teras rumah menemui Titan dan Juno yang sedang asyik bermain catur. Aku mendengar percakapan mereka yang sedang membahas Kevin. Ah, aku rindu dengan bocah mungil dan jahil itu.

"Kevin udah mulai PAUD?" tanyaku sambil menyandarkan tubuhku di kursi yang ada di pojok teras rumah. Atensi Titan dan Juno teralihkan ketika mendengar suaraku.

"Iya, biar Kevin lebih banyak interaksi sama anak-anak seusianya. Dokter bilang bagus juga buat perkembangannya. Selama ini saya sering membatasi dia untuk beraktifitas yang membuat saya khawatir untuk kesehatannya, saya takut dia terlalu lelah," jelas Titan panjang lebar.

"Besok saya boleh jemput Kevin ke sekolahnya? Saya mau ajak main sebentar," ucapku dengan nada memohon. Titan mengangguk menyetujui ucapanku.

"Boleh, besok saya share lock alamatnya," balas Titan.

"Tadi mane teh kemana aja Leo? Lama amat perginya sampe sore," ucap Juno sambil menyesap kopi hitamnya.

"Jemput Jasmine," tiba-tiba saja Titan tersedak kopi yang baru saja ia minum.

"Jasmine?" ucap Titan penuh tanya.

"Tadi Jayan yang jemput ke bengkel, awalnya juga nggak tau kalau mau di ajak ke bandara," jawabku santai.

"Mane teh pacaran ya sama si itu dokter kasep?" sahut Juno.

Aku memutar bola mataku malas. "Bisa di bilang begitu," jawabku.

Titan menatapku lekat-lekat, seperti ingin bertanya tujuanku memacari sahabatnya. Dari sorot matanya, aku bisa melihat ia menaruh curiga padaku.

"Apa yang lagi kamu rencanakan?" tanya Titan curiga.

"Nggak ada."

"Jangan gegabah ambil tindakan, nanti biar saya yang urus masalah itu."

Aku tersenyum miring mendengar ucapan yang seringkali ku dengar dari mulut Titan. Sudah berkali-kali ucapan itu ia lontarkan padaku. Mengenai kasus tabrak lari ibuku yang kemarin sempat ia angkat lagi, aku tidak lagi mengandalkan Titan. Karena, aku yakin setidaknya Titan pasti melindungi sahabatnya dari kasus itu. Sedangkan aku hanya orang baru di kehidupannya.

"Saya tahu kasus kemarin nggak jadi naik lagi kan? Pengacara keluarga Jayan udah tutup kasus itu lagi. Ternyata memang benar, uang bisa membungkam segalanya. Hahaha... Terdengar sangat lucu bukan?" ucapku sambil menatap tajam Titan.

"Kamu tahu dari mana? Bahkan saya belum bilang soal itu ke kamu," Titan tampak bingung bagaimana aku bisa mengetahui hal itu.

"Ya, karena sahabat lebih penting dari orang asing seperti saya, right?"

"Bu-bukan gitu maksud saya," ucap Titan terbata-bata.

"Aduh ini teh kenapa suasananya jadi mencekam banget? Aing teh ngeri liat kamu Leo, udah kayak singa mau nerkam orang," sahut Juno keheranan.

"Diem lo," sentakku. "Dan tolong suruh PAK POLISI yang terhormat ini pulang dan lo juga pulang," ucapku melangkah masuk ke rumah dan menutup pintu dengan kencang.

JEDAAARRR...

"Astaghfirullah... Jantung aing teh copot atuh Leo!" ucap Juno terkejut.

"PULANG! Atau gue siram pakai air panas!" titahku.

"Leo, saya minta maaf! Saya nggak bermaksud seperti itu, saya coba berlaku adil untuk kamu dan mendiang ibu kamu," ucap Titan tampak menyesal.

"PULANG! Dan jangan pernah temui gue lagi!"

🏴‍☠️
.
.
Follow Instagram dan Tiktok @eka.mayri

REVENGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang