🌻BAB 6

77 27 1
                                    

“Jadilah seperti cermin, pantulkan apa yang mereka lakukan padamu. Buatlah agar seimbang. Dengarkan juga kata hatimu, tapi jangan lupa pakai otakmu”

🏴‍☠️ 



"ABAAANGGGG..."

Teriakan menggelegar seorang gadis menggema memenuhi ruang makan yang terdapat seorang laki-laki paruh baya sedang menikmati sarapannya.

Jasmine Bellamy, gadis berparas ayu, anggun dan memiliki body bak Kendall Jinner. Jasmine merupakan adik kembar Jayan yang selalu ia panggil dengan sebutan ‘Mimin’. Katanya sih, panggilan sayang untuk sang adik. Tapi Jasmine sering kali marah dan sama sekali tidak menyukai nama panggilan itu.

"Kenapa Jasmine? Pagi-pagi udah teriak-teriak gitu," sahut Pak Arga yang duduk di meja makan sambil mengoleskan selai kacang pada rotinya.

"Si Adel ayah," rengek Jasmine, "Pantat nya penyok gara-gara Bang Jayan." Adel merupakan nama mobil Mini Cooper kesayangan Jasmine.

Dari arah tangga, terdengar hentakan kaki seseorang yang turun menuruni satu persatu anak tangga.

"Apasih min, kemarin abang cuma pakai keluar bentar," ucap Jayan yang kini sudah duduk di meja makan sambil meraih segelas susu coklat yang ada di hadapannya.

Jasmine tak terima dengan bualan Jayan, ia mengerucutkan bibirnya kedepan. "Si Adel abang apain ha? Segitu nggak sukanya ya sama Adel, tega kamu bang tega," ucap Jasmine sok dramatis.

Jayan memutar bola matanya malas "Lebay banget, jangan kayak orsang susah min. Ntar abang ganti mobil butut kamu itu," ucap Jayan enteng.

"NO!", tolak Jasmine. "Ga ada ya ganti-ganti. Aku tetap mau si Adel. Abang benerin tu pantatnya sampe bahenol mulus lagi, aku nggak mau tau ya bang," balas Jasmine emosi.

Pak Arga menghela napas lelah, ia menggelengkan kepalanya menyaksikan drama antara kedua anak kembarnya itu.

Jayan muak melihat muka masam adik kembarnya yang sudah mulai berkaca-kaca, langsung tidak bisa menolak. Bahaya kalau Jasmine mengeluarkan jurus air matanya, bisa-bisa papanya dengan tega menyita semua aset miliknya. Ya, karena papanya begitu memanjakan Jasmine, beda dengan dirinya yang super mandiri. Jadi, apapun yang di bilang Jasmine pasti akan di turuti oleh sang papa.

"Ck, yaudah oke. Entar abang bawa tu si Adel ke bengkel, puas!," ucap Jayan ketus dan di balas dengan senyum kemenangan oleh Jasmine.


🏴‍☠️



Setelah menyelesaikan sarapan paginya, Jayan, Jasmine dan Pak Arga beranjak untuk menjalankan aktivitas masing-masing. Pak Arga, sebagai CEO perusahaan Erlangga Wijaya Group, hari ini ia akan pergi keluar kota untuk melihat perkembangan proyek pembangunan disana.

Jasmine yang memang tengah libur satu minggu dari pekerjaannya sebagai Pramugari, ia memilih untuk berleha-leha dirumah. Biasanya menjelang sore, barulah ia keluar untuk hangout bersama teman-temannya.

Berbeda dengan Jayan, pagi ini harus di sibukkan terlebih dulu untuk mengantar si Adel ke bengkel, mobil butut milik si mimin. Setelah itu, barulah ia akan ke rumah sakit untuk menjalani profesinya. Sebelumya, ia bekerja di salah satu rumah sakit di Belanda sebagai Dokter Spesialis Jantung, namun sang kakek memintanya untuk kembali ke Indonesia, bekerja di salah satu rumah sakit miliknya.

Sambil mencengkram erat setir mobilnya, Jayan terus menggerutu. Sepagi ini ia belum menemukan bengkel mobil yang buka. "Nyusahin banget nih mobil," gumam Jayan kesal.

Dari jarak 100 meter dari tempatnya sekarang berada. Jayan melirik sebuah bengkel motor yang sudah cukup ramai dengan orang-orang yang silih berganti memasuki bengkel itu. Tanpa pikir panjang, ia langsung melesat kesana. Niatnya untuk menanyakan keberadaan bengkel mobil yang sudah buka sepagi ini, siapa tahu saja sang pemilik bengkel punya channel untuk membawanya ke bengkel mobil.

Sambil bergelut dengan aktivitas masing-masing di bengkel, tiba-tiba aku melirik sebuah mobil mini cooper berwarna navy mendekat ke arah bengkelku.
Cukup lama aku memandangi mobil itu, sampai sang pemiliknya menampakkan diri keluar dengan kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Aku terbelalak kaget begitu menyadari bahwa mobil itu yang kemarin tidak sengaja aku tabrak di lampu merah.

Aku mendekati Juno yang tengah sibuk mengotak-atik mesin motor sambil menepuk-nepuk pundaknya dengan kasar.

"Aduh, mane teh kenapa Leo? Nggak liat ini lagi riweuh," ucap Juno sambil menepis tanganku.

Jayan dengan setelan kemeja hitam dipadukan dengan celana berwarna senada, serta rambut yang tertata rapih, berjalan ke arahku dan Juno.

"Eh, ada calon pelanggan atuh," ucap Juno yang kini tengah duduk sambil memegang kunci busi di tangannya.

Jayan melepaskan kacamata hitamnya, lalu melirik kearahku yang berpura-pura sibuk dengan alat-alat bengkel di sampingku.

Gawat, sepertinya Jayan mengenali ku, tampak dengan ekspresinya sekarang. "Heh, lo yang kemarin nabrak mobil gue," tunjuk Jayan padaku.

Seketika aku terperanjat mendengar ia memanggilku. Dengan berani, aku berjalan menghampirinya. "Ya, kenapa?" tanyaku datar.

"Kenapa... Kenapa... Tuh mobil benerin penyok," ucap Jayan sambil menunjuk ke arah body belakang mobilnya yang terlihat penyok.

Aku memiringkan kepala dan melirik ke arah mobil itu sambil mengangkat sebelah alisku. "Nanti gue benerin," balasku enteng.

"Sore ini gue taunya kelar tu mobil," ucap Jayan mendesakku.

"Eh, mas disini bukan bengkel mobil atuh, tapi bengkel motor, masnya salah alamat," bukan aku yang menjawab tapi Juno.

"Gue nggak perduli," ketus Jayan.

"Songong banget orang kaya," gumam Juno yang masih terdengar olehku dan Jayan.

Kali ini giliranku mendekati Jayan. "Gini ya mas, untuk kejadian kemarin gue minta maaf. Nanti gue benerin mobilnya, nggak sekarang," ucapku tegas.

"Sekarang, atau--" Jayan menjeda ucapannya.

Jayan tampak mengeluarkan sesuatu di balik saku celananya. "Gue rasa ponsel lo cukup buat DP benerin mobil gue," lanjutnya sambil memutar-mutar ponsel di tangannya.

Juno maju mendekatiku. "Lah, itu bukannya ponsel Leo?" tanya Juno.

Sepertinya ia mengingat sesuatu. Ah, iya, Jayan ingat semalam ayahnya sempat di begal oleh preman. Dan... Apa benar Leo ini yang dimaksud yang sudah menolong ayahnya? Pandangan Jayan tertuju ke arah tangan kananku yang masih terbalut perban. Ternyata memang benar, cewek ini yang menolong ayah, batinnya.

"Mas, bisa kasih ponsel itu ke gue!" pintaku dengan nada sesopan mungkin.

Jayan tersadar dari lamunannya. "No!" Nggak segampang itu ferguso. Benerin dulu tuh mobil baru ponsel lo gue balikin,” ucap Jayan sambil menggoyangkan jari telunjuknya ke arah wajahku.

Aku menghembuskan napas kasar. "Sekarang gue belum ada duit. Seminggu lagi deh," tawarku.

"Ok, gampang. Seminggu lagi gue balikin ponsel lo," ucap Jayan sambil memasukan kembali ponselku ke saku celananya.

Aku berdecak sebal. "Maunya apa sih lo?" ucapku kesal dan tidak lagi menggunakan kata ‘mas’.

Jayan seakan tertantang dengan ucapanku, ia kembali mendekatkan diri kepadaku hingga menyisahkan hampir satu langkah saja.

"Mau gue..." Jayan memperhatikan ku dari atas kepala sampai ujung kakiku, lalu ia mendekatkan wajahnya ke telingaku seraya berbisik. "Dalam hidup ini harus ada simbiosis mutualisme. Lo untung, gue juga untung," ucapnya lalu bergerak menjauhiku.

"Ok, gue tunggu seminggu lagi," lanjutnya lalu berjalan keluar dari bengkelku.

🏴‍☠️
.
.

Follow Instagram @hai.ekaaaa & Tiktok @eka.mayri

REVENGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang