🌻 BAB 5

87 31 1
                                    

"Sekalipun duniamu sedang jahat-jahatnya, kamu jangan jahat ke diri kamu ya. Kalau semuanya jahat, yang perduli sama kamu siapa?"



🏴‍☠️ 



Ruangan putih bersih ini berhasil mengembalikan ingatanku pada ibu. Kejadian itu sudah lima tahun berlalu, tapi rasanya masih begitu menyakitkan. Dari arah pintu ruang IGD Rumah Sakit Erlangga Wijaya ini, aku melihat Juno tengah berbicara pada lelaki paruh baya tadi.

Seorang perawat datang menghampiriku, sepertinya ia di tugaskan untuk mengobati luka di tanganku.

Perawat itu mengeluarkan cairan antiseptik dan menaruhnya pada kapas.


"Aw... Pelan-pelan sus!" ucapku sambil meringis pada seorang perawat.

"Tahan sebentar," ucap seorang perawat yang bertugas mengobati lukaku.

"Nggak perlu di jahit kan?" tanyaku khawatir. Jangankan untuk di jahit, melihat jarum suntik saja sudah membuat kepalaku banyak di kelilingi kupu-kupu.

Perawat itu tersenyum seraya melilitkan perban ke tanganku "Enggak kok, lukanya nggak terlalu terbuka lebar."

"Udah selesai," ucap perawat itu sambil membereskan peralatan obatnya. "Lukanya jangan dibahasin dulu ya mbak. Setiap hari perbannya harus di ganti biar bisa tahu lukanya sudah kering atau belum," ucapnya memperingati.

"Hm... Makasih sus," balasku sambil memegang tanganku yang sudah diperban.

"Iya, saya permisi, mari," ucap perawat itu, lalu beranjak pergi.

Juno datang menghampiriku bersama lelaki paruh baya tadi.


Lelaki paruh baya itu mendekati brankar yang masih ku tempati.


"Terima kasih, tadi kamu sudah bantu saya. Mungkin kalau tadi kamu nggak menghalangi preman itu, saya udah di tusuk," ucapnya tulus.

"Iya, sama-sama Pak-"

"Saya Arga," ucapnya memotong perkataanku.


Pak Arga merupakan anak dari pemilik Rumah Sakit Erlangga Wijaya yang sedang kami datangi saat ini. Seorang single parent, karena sang istri tercinta meninggal ketika melahirkan buah hati mereka.

"Maaf, gara-gara menolong saya tangan kamu terluka," ucap Pak Arga melirik tanganku yang sudah terbalut perban.

"Euleuh-euleuh, si Leo udah biasa atuh pak. Tangan doang mah kecil," ucap Juno sambil menjentikkan jari telunjuk dan jempolnya.

"Yang penting mah jangan mukanya aja yang lecet, entar ngurangin uang maharnya," lanjutnya sambil tersenyum meledek ke arah ku.

Aku memasang ekspresi wajah kesal dan mengarahkan kepalan tanganku yang tidak terbalut perban ke arah Juno. Sedangkan, Pak Arga hanya terkekeh pelan menyaksikannya.



🏴‍☠️



"Bapak teh harus hati-hati kalo lewat jalan tadi sendirian, bahaya," ucap Juno sambil memasang helmku di kepalanya.

Pak Arga tersenyum dan mengangguk. "Iya, sekali lagi terima kasih. Kamu nggak mau saya antar aja pulang ke rumah?" tanya Pak Arga padaku.

Aku naik ke atas motor yang sudah Juno tunggangi terlebih dahulu. "Enggak pak, saya naik motor aja sama Juno. Kasian dia sendirian, entar di culik bencong lampu merah," jawabku sambil meledek Juno.

"Mane teh sembarangan kalo ngomong. Gini-gini aing mah lelaki idamannya Ariel Tatum," ucap Juno membanggakan dirinya. Aku dan Pak Arga kembali terkekeh dengan ucapan Juno.

"Ya udah, kalian hati-hati. Jangan ngebut-ngebut Juno bawa motornya," ucap Pak Arga memperingati kami dan langsung kami balas dengan anggukan secara bersamaan.


🏴‍☠️



Pak Arga berjalan santai memasuki rumah megahnya. Langkahnya terhenti, ketika melihat seorang lelaki yang bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana boxer tengah duduk di pantry sambil mengaduk segelas susu.

"Nggak kedinginan kamu kayak gitu Jay," ucap Pak Arga seraya mendekati Jayan di pantry.


Jayan Mahasagara, laki-laki bertubuh atletis dengan rahang yang tegas serta alis yang tebal menyempurnakan penampilannya. Laki-laki itu sering kali hanya bertelanjang dada ketika berada di rumah, alasannya simple , gerah habis olahraga.

Jayan menoleh ke sumber suara. "Loh, baru pulang pa. Jayan pikir papa udah tidur."

"Dari rumah sakit," balas Pak Arga sambil menuangkan air kedalam gelas yang ia pegang.

Jayan tersedak susu yang ia minum. "Uhuk... Anemia papa kambuh lagi," tanya Jayan cemas.

Pak Arga menggeleng. "Enggak, tadi papa di begal," ucap Pak Arga dengan santai.

Mata Jayan seketika membulat dan hampir lepas dari tempatnya, gelas susu yang ia pegang meluncur dramatis dari tangannya. Pecahan-pecahan gelas itu hampir mengenai kakinya.

"PAPA DI BEGAL?" teriak Jayan sambil meraih tubuh Pak Arga.

"Papa, nggak pa-pa kan? Mana yang luka? Mana yang sakit?" lanjutnya sambil melihat setiap sisi tubuh Pak Arga.

"Leo yang luka, tangannya kesayat pisau waktu si begal itu mau nusuk papa," jawab Pak Arga sambil meneguk air minumnya.


"Singa siapa yang nolongin papa?" tanya Jayan dengan raut wajah yang panik.


Pak Arga menjentikkan jarinya di kening Jayan. "Leo itu nama orang. Dia perempuan, sembarangan aja di bilang singa!"


Jayan mencebikkan bibirnya. "Kirain pa. Papa juga sih bikin panik," ucap Jayan sambil menghela napas pelan.


"Udah ah, papa mau ke kamar dulu. Beresin tuh pecahan gelasnya, awas kena kaki!" ucap Pak Arga seraya berjalan meninggalkan Jayan yang masih duduk di pantry.

🏴‍☠️


.
.

Follow Instagram @hai.ekaaaa & Tiktok @eka.mayri

REVENGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang