🌻 BAB 12

50 21 1
                                    

“Bagaimana aku tidak mencintai ayahku, sedangkan ia laki-laki pertama yang begitu tulus menyayangiku”


🏴‍☠️ 


Mobil yang di kendarai Titan melaju dengan ugal-ugalan, ia ingin segera menemui Kevin yang kini terbaring lemah di rumah sakit. Lima menit yang lalu aku menghubungi Titan, karena tiba-tiba saja Kevin merasakan sesak di dadanya dan seketika ambruk di dekapanku.

Aku begitu panik atas kejadian itu, aku ling-lung bersamaan dengan tubuhku yang membeku. Beruntungnya Juno dengan sigap langsung menyadarkanku, dan membawa tubuh mungil Kevin ke rumah sakit.

Derap langkah yang begitu tergesa-gesa datang dari Titan yang melangkah mendekatiku yang sedang menunggu di depan ruang IGD.

"Gimana Kevin?" tanya Titan dengan napas terengah-engah.

"Masih di tangani dokter," jawabku lirih.

Titan ikut duduk di sampingku, menyandarkan punggungnya di kursi sambil memijat pelan pelipisnya pusing. Tidak berselang lama, seorang perempuan bersneli putih dengan stetoskop dilehernya keluar dari ruang IGD dan menghampiri kami.

"Dengan keluarga Kevin?"

Titan segera beranjak dari duduknya, menghampiri perempuan itu. "Saya papanya dok. Gimana keadaan anak saya?"

Dokter itu menghembuskan napas pelan. "Jantungnya sangat lemah pak, kita harus segera melakukan transplantasi jantung. Jika tidak, kemungkinan terburuk harus siap bapak terima," jelas dokter itu.

Otakku masih mencerna maksud dari ucapan dokter itu, seketika dadaku terasa begitu sesak. Kevin, anak yang selalu ceria dan menggemaskan itu harus di uji dengan penyakit yang begitu parah.

"Bapak bisa ke ruangan saya untuk penjelasan lebih lanjut mengenai kondisi Kevin! Saya permisi dulu," titah dokter itu seraya pergi meninggalkan kami.
Aku masih terdiam dalam posisiku, mulutku rasanya terkunci rapat tidak tahu apa yang harus aku lakukan.

"Kevin memang ada bawaan penyakit jantung sejak lahir. Lebih tepatnya gagal jantung. Anak itu memang selalu ceria, nggak pernah menunjukkan rasa sakitnya di depan orang-orang," jelas Titan sambil menatap kosong ke depan.

Titan yang begitu rapuh dengan tatapan kosongnya membuatku semakin merasa bersalah. Jika saja aku tahu bahwa Kevin menderita gagal jantung, aku tidak akan membiarkannya kelelahan. Kemarin, anak itu begitu lincah bermain bersama ku dan Juno. Tidak sedikitpun terlihat dari raut wajahnya bahwa ia sedang menyembunyikan penyakitnya.

"Kevin butuh donor jantung!" ucap Titan menatapku lekat. Netra kami saling beradu. Bisa ku lihat Titan begitu terpukul atas kenyataan ini.

"Udah dapet?"

Titan menghembuskan napas pelan, lalu ia menggelengkan kepalanya. "Belum ketemu yang cocok." jawabnya lesu.

"Kalo gitu, periksa jantung gue, kali aja cocok.”

Titan tersentak kaget mendengar ucapanku. "Kamu jangan main-main, ini taruhannya nyawa!" ucapnya tegas.

“Gue siap kok!”

"Nggak, saya nggak bisa terima," tolak Titan mentah-mentah.

"Kenapa?"

"Ya karena..." Titan menjeda ucapannya. "Karena, Kevin butuh kamu buat nemenin dia. Kevin bakal sedih kalo kamu nggak ada.”

Aku tersenyum yakin. "Justru itu, gue bakalan nemenin Kevin seumur hidup lewat jantung gue."

Titan mengerutkan keningnya heran. "Nggak, saya nggak terima. Saya bisa cari pendonor lain!" ucap Titan sambil beranjak pergi meninggalkanku.

REVENGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang