🌻 BAB 24

21 9 1
                                    

🥀
Tidak semua orang bisa dengan mudah mengucapkan kata maaf. Bahkan, banyak dari mereka yang tidak menyadari kesalahannya.
~

Langkah Jasmine terhenti saat akan memasuki Kafe D'Zero. Ia menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatannya. Jasmine terbelalak kaget ketika seseorang yang ia lihat adalah Titan, sahabatnya. Laki-laki yang dengan suka rela menampungnya selama mengandung buah hatinya. Dan laki-laki itu juga yang bersedia merawat buah hatinya sampai sekarang.

Dewi Fortuna seakan berada di pihak Jasmine. Langkah awal untuk bertemu dengan buah hatinya seolah di permudah. Jasmine berlari kecil ke arah Titan.

"Titan!" panggil Jasmine. Sontak Titan langsung menoleh ke sumber suara. Ia pun tak kalah kaget ketika Jasmine mendekatinya.

Bayangan tentang lima tahun yang lalu seaakan berputar kembali di pikiran Titan. Perempuan yang dulu sangat ia sayangi setelah ibunya dan sangat ia jaga keselamatannya, kini hadir lagi di hadapannya. Senyuman di wajah itu tidak berubah, masih sangat Titan suka.

Titan masih membeku di posisinya, meskipun Jasmine sudah berulang kali memanggil namanya. Sampai ketika suara seorang laki-laki membuyarkan lamunannya.

"Jasmine!" panggil Zeno. "Aku telpon, ternyata udah di sini," ucap Zeno yang belum menyadari bahwa di depannya adalah Titan.

Ketika Titan memutar tubuhnya ke belakang, ia dapat melihat kehadiran Zeno.

"Loh, ini papanya Kevin kan?" tanya Zeno sedikit kaget melihat kehadiran Titan.

"Kalian udah saling kenal?" tanya Jasmine menyahuti.

"Iya, waktu itu dia sempat jenguk Kevin di rumah sakit," jawab Titan.

Jasmine terbelalak kaget mendengar ucapan Titan. "Ru-rumah sakit? Kevin sakit?" tanya Jasmine. Titan menganggukkan kepalanya.

"Operasi transplantasi jantung," jawab Titan dengan wajah datar.

Tubuh Jasmine seketika melemah, kakinya terasa seperti jelly. Untung saja Zeno sigap menangkap tubuh Jasmine yang hampir ambruk ke lantai. Zeno membopong Jasmine untuk masuk ke Kafe D'Zero bersama Titan yang mengekori mereka.

🏴‍☠️

"Ini semua salah aku. Kalau dulu aku nggak coba buat ngegugurin janin itu, pasti Kevin nggak bakal sakit kayak gitu," ucap Jasmine lirih.

Titan menghela napas pelan. "Semua sudah takdir. Kevin anak yang kuat, dia nggak pernah ngeluh dengan penyakitnya. Anak itu nggak mau kalau orang lain kasihan sama penyakitnya," jelas Titan.

Titan dan Zeno kini dapat mendengar isak tangis perempuan yang berada di antara mereka. Jasmine tak bisa lagi membendung semua kesedihan dan rasa bersalahnya. Bahkan isak tangis Jasmine mengundang perhatian beberapa pengunjung yang ada di kafe itu.

"Jadi, tujuan kalian ke Jakarta mau ambil Kevin?" Titan sudah mendengarkan semua cerita dari Jasmine dan Zeno mengenai hubungan mereka. Titan sempat terkejut mengetahui fakta bahwa Zeno adalah ayah biologis Kevin. Zeno yang Titan kenal adalah teman dari Leo, perempuan yang mendonorkan jantung ayahnya untuk Kevin.

"Kami ingin memulai hidup baru dengan keluarga kecil kami, tentunya bersama Kevin," ucap Zeno sambil menggenggam tangan Jasmine.

Titan melirik ke arah genggaman tangan itu dengan tatapan yang sulit di artikan. Memang sudah seharusnya ia kubur dalam-dalam rasa cinta yang ia pendam selama ini terhadap Jasmine. Dan sudah seharusnya ia tidak mengubah kata sahabat menjadi cinta.

"Beri kami waktu! Karena, baik saya maupun Kevin pasti nggak mudah buat nerima keputusan ini. Apalagi mama saya, udah mengganggap Kevin seperti cucunya sendiri," ucap Titan dengan nada memohon.

🏴‍☠️

Suasana PAUD Permata Bunda tampak begitu ramai. Beberapa anak terlihat berlari-larian, bermain ayunan, ada juga yang menangis mungkin belum terbiasa dengan suasana baru.

Tatapanku tertuju kepada seorang anak kecil yang duduk sendiri dengan tatapan kosong. Tidak biasanya anak yang ku kenal selalu ceria itu, kali ini menunjukkan wajah murungnya.

"Kevin!" panggilku.

Kevin menoleh ke arahku, wajah yang tadinya murung kini sudah tersenyum lebar.

"Mama!" ucap Kevin sambil memelukku. Aku bisa merasakan kehangatan dari pelukan kecilnya. Bahkan di dalam tubuhnya telah bersemayam jantung dari cinta pertamaku. Dengan memeluknya, aku bisa merasakan pelukan ayah yang sudah lama tidak ku rasakan.

"Kevin kok sendirian? Kenapa nggak ikut main sama teman-temannya?" tanyaku sambil mengelus pelan kepala Kevin.

"Kevin, lagi males aja ma," jawabnya. Aku mengangkat tanganku untuk menyentuh Kening Kevin.

"Nggak panas kok. Kamu nggak sakit kan?" tanyaku khawatir.

Kevin menggeleng. "Kevin cuma ili sama teman-teman Kevin. Meleka sekolah di antal dan di jemput sama mama papanya, sedangkan Kevin enggak. Kadang papa cuma antal doang, pulangnya di jemput supil. Kevin sedih," ucap Kevin lirih.

Aku jadi kasihan dengan anak ini. Aku paham Titan sibuk dengan pekerjaannya, dan mama Kevin? Entahlah aku tidak mengetahui lebih jauh soal itu.

"Kalo mama aja yang jemput, gimana?" ucapku menawarkannya. Guratan senyum di wajah Kevin kini semakin merekah. Anak itu langsung memelukku dengan erat. Dan aku bisa merasakan kebahagiaan dalam dirinya.

🏴‍☠️
.
.
Follow Instagram & Tiktok @eka.mayri

REVENGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang