🌻 BAB 15

50 21 0
                                    

“Banyak luka yang tampak di mataku. Tapi, ketika aku menatap langit, ia bisa memberiku sebuah ketenangan”


🏴‍☠️ 


Hembusan angin kala mentari sirna terasa jauh lebih dingin. Menusuk tubuh yang lemah seakaan tak bertenaga ini. Sesekali aku mendekap tubuhku yang dingin dengan kedua lenganku, menyalurkan sedikit kehangatan walau tak berlangsung lama.

"Dingin?" tanya Jayan melirikku dari arah spionnya. Aku hanya membalas dengan dehaman.

Jayan memelankan laju motornya, tangan kirinya meraih tangan kiriku. Ia menggenggam erat tanganku seraya melingkarkan di pinggangnya. Tubuhku membeku, merasakan atmosfir baru yang belum pernah ku rasakan. Dada ini bergemuruh, degupannya tak karuan. Perasaan apa ini? Kenapa rasanya seperti banyak kupu-kupu yang menggelitik di perutku.

"Peluk aja, biar hangat!”

Dengan cepat, aku langsung melingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. Ku senderkan kepalaku di balik punggungnya. Perlahan, rasa hangat sedikit menjalar di tubuhku. Cukup lama berada di posisi itu, sampai Jayan menghentikan motornya tepat di parkiran Rumah Sakit Erlangga Wijaya.

Aku turun terlebih dulu dari motornya, lalu mengedarkan pandanganku ke sekeliling arah. Entah apa yang aku cari, rasanya rumah sakit menjadi tempat ter-horor seumur hidupku.

"Gue mau ambil berkas. Lo mau ikut?" tanya Jayan yang sudah berdiri tegap di sampingku. Aku membalas dengan anggukan kepala. Bosan juga jika aku harus menunggunya sendiri.

Aku mensejajarkan langkahku dengan langkah lebar Jayan. Maklumlah, tubuhku terasa cukup pendek jika berada di samping laki-laki jangkung itu. Padahal jika di lihat-lihat tubuhku tidak terlalu pendek, 163 cm sudah cukup tinggi untuk ukuran seorang perempuan.

Aku cukup terkesima dengan suasana ruangan bernuansa putih ini. Aroma papermint langsung menyeruak dalam indra penciumanku. Mataku menangkap beberapa Torso manusia dan Torso jantung manusia yang berada tepat di setiap sudut ruangan. Mendadak, aku teringat Kevin. Bagaimana kondisi anak itu setelah melakukan operasi transplantasi jantung? Dan kenapa bukan Jayan yang menanganinya?

"Operasi Kevin berjalan lancar, dia udah di pindahkan ke ruang rawat setelah tadi kondisinya sempat drop di ICU," ucap Jayan memecah lamunanku.

"Gue nggak bisa menangani operasi dia, karena udah ada dokter lain yang menanganinya dari awal," jelas Jayan.

"Bisa kita jenguk Kevin sekarang?"

Jayan mengangguk. "Bisa, tapi nggak lama. Karena jam besuk pasien tinggal dua puluh menit lagi," jawabnya sambil berjalan ke arahku dan menggenggam beberapa amplop yang ia ambil di meja kerjanya.


🏴‍☠️

Tubuh mungil itu terbaring lemah tak berdaya diatas brankar. Mata yang sering memancarkan keceriaan kini tertutup rapat. Belum ada tanda-tanda untuk terbuka lebar.

Ku genggam erat jemari mungil Kevin yang tidak terpasang infus. Berharap ia merasakan sentuhan yang tersalur lewat jemariku.

Anak ini begitu kuat menyembunyikan rasa sakit yang ia rasakan dalam dirinya. Anak ini berusaha menguatkan dirinya sendiri, tanpa ada orang lain yang tahu tentang keadaannya.

Perlahan jemari mungil itu bergerak pelan, mata yang sejak tadi tertutup rapat kini mulai ada pergerakan di balik pelupuk matanya.

"M-ma-ma," ucap Kevin terbata saat mata sayunya terbuka.

Aku tersenyum menatap wajah sendu Kevin. Lalu, ku lirik wajah Titan yang sejak tadi menampakkan raut kekhawatirannya. Aku mengisyaratkan dengan gerakan mata dan kepala agar Titan mendekat ke brankar Kevin.

"Kevin suka senyum mama," ucap Kevin pelan. Aku mengelus puncak kepala Kevin penuh sayang.

"Mama nggak boleh sedih lagi ya, nanti Kevin jagain mama!" lanjut Kevin dengan suara lucunya. Aku hanya menganggukkan kepala mengiyakan ucapannya.

Waktu dua puluh menit untuk membesuk pasien, sudah rampung semuanya. Jayan menginterupsi dengan membisikanku untuk segera beranjak dari ruangan Kevin.

"Kevin, mama pulang dulu ya. Besok mama ke sini lagi, Kevin harus cepet sehat, ok!" ucapku yang sudah beranjak berdiri.

"Ok, mama. Kevin sayang mama," ucapnya dengan tulus. Aku membalas dengan anggukan dan senyuman. 

"Leo, terima kasih untuk semuanya. Terima kasih, karena kamu sudah memberikan kesempatan untuk anak saya bertahan hidup lebih lama!" aku membalas dengan anggukan dan senyuman tipis.

"Gue anter Leo balik dulu ya," ucap Jayan sambil menepuk bahu Titan.

Titan menganggukkan kepalanya. "Iya, hati-hati. Kalau ada apa-apa kabari saya!" ucapnya sambil menatapku. Aku membalas dengan anggukan saja.

Semoga Kevin bisa terus tumbuh menjadi anak yang sehat dan kuat. Dengan jantung ayah yang bersemayam di tubuhnya, aku harap bisa terus merasakan detak jantung dan hangat dekapannya, batinku.


🏴‍☠️
.
.
Follow Instagram @hai.ekaaaa & Tiktok @eka.mayri

REVENGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang